"Daddy, bangun. "
Akibat pukulan keras dari kepalan tangan sang mommy, membuat Perwira tak sadarkan diri.
"Aduh, mommy ini gimana sih. Bisa bisanya melakukan hal yang seberono, hanya karena Daddy bercanda, mommy tega memukul suami sendiri, " ucap Edwin, berusaha membangunkan sang Daddy, dengan menepuk nepuk kedua pipinya.
"Siapa suruh, bercanda di saat orang tengah serius, jadinya kaya gitu kan." balas Lorenza seakan tak ada rasa menyesal sedikit pun.
"Mommy, sebaiknya panggil suster atau dokter, " printah Edwin, berusaha menganggkat tubuh Perwira.
"Idih, malas. Mending Mommy pergi saja kesalon, ngapain ngurus Daddy kamu yang tak bisa menghargai seorang istri, " cetus Lorenza pergi dari hadapan Edwin dan Perwira.
"Mommy, come on. Jangan begitulah, bagaimana pun dia suami mommy loh, ayah Edwin juga," teriak Edwin, dimana sang mommy tampak tak perduli, dia pergi begitu saja.
Mengacak rambut dengan kasar, bukannya tenang sudah jauh dari masalah dengan Natasha, kini Edwin dihadapkan lagi masalah kedua orang tuanya yang membahas akan fisik dalaman yang berubah.
Edwin mulai menekan tombol, untuk memanggil suster atau perawat di rumah sakit, sampai dua puluh menit kemudian.
Perawat dan suster datang, berusaha membantu Perwira agar terbaring di atas kasur.
"Terima kasih atas bantuanya."
Perawat dan suster menganggukkan kepala, mereka kini pergi dari hadapan Edwin, dimana lelaki tua itu bangun.
"Edwin, apa itu kamu?" Pertanyaan Perwira membuat Edwin menjawab dengan kekhawatirannya.
"Akhinya Daddy sadar juga! Apa yang Daddy rasakan!?" Balasan Edwin membuat Perwira meneteskan air matanya.
"Dad, kenapa menangis, apa ada sesuatu yang Daddy rasakan, sakit. Apa ada yang patah. Atau, "
Tiba tiba saja Perwira menempelkan telunjuk tanganya pada bibir Edwin. " Suttt. "
"Daddy kira Daddy mati, karena pukulan mommymu, tapi ternyata Daddy masih hidup, padahal tadi Daddy bermimpi menyedot susu segar dari sang bidadari, " ucap Perwira sembari membayangkan mimpi itu.
Plukk.
Pukulan kecil dilayangkan Edwin, " aw. Kamu berani sama Daddy?"
"Bukan berani, tapi Edwin berusaha menyadarkan Daddy dari pikiran kotor!"
"Daddy hanya menceritakan mimpi saja, bukan berpikiran kotor. "
"Sama saja, siapa suruh mimpi nete bidadari. Hah, itu sudah termasuk pikiran kotor Daddy yang sengaja Daddy bayang bayangi."
"Mm, tetap saja. "
"Apa."
Terdengar bantahan dari Edwin, membuat lelaki itu terdiam, " sudah sebaiknya sekarang Daddy istirahat, karena nanti sore kita akan pulang."
"Ya, mana mommy kamu?"
"Ngapain nanya mommya, kalau pada ujungnya kalian bertemu malah bertengkar!"
"Habisnya, mommy kamu yang suka mulai duluan."
"Daddy sama saja. "
Edwin yang mulai jenuh dan kesal, ketika mendengar perkataan Daddynya sendiri, membuat ia melangkahkan kaki keluar dari ruangan.
*********
Sedangkan Lorenza pulang ke rumah sendiri, ia berusaha menenangkan pikiran, menatap pada cermin. Memegang raut wajah penuh dengan kerutan.
"Ahk, kenapa wajah ini penuh dengan kerutan, padahal aku sudah berusaha menjaga kulit wajah. Tapi hasilnya tetap terlihat. "
Lorenza mulai menghubungi beberapa sahabatnya yang sudah lama tak bertemu. Ia ingin menanyakan tentang perawatan wajah, yang bagus untuk kulitnya.
Tring .... Baru saja mengetik pesan, tiba tiba pesan dari grup silih berdatangan.
(Haduhhh, Lorenza kamu jadi istri nggak sadar diri apa. Pake acara bikin caption azab, harusnya sebagai seorang istri sadar diri lah.)
(Hahhahhhah, norak.)
(Si Lorenza ini nggak punya kaca apa?)
Grup WhatsApp keluarga suaminya, membuat ia merasa tak nyaman, karena keluarga Perwira adalah keluarga yang terlihat kurang menyukai dirinya, apalagi dengan ipar dan juga adik Perwira. Selalu mencari cari kesalahan Lorenza.
Lorenza langsung saja menyematkan nada pesan dari grup keluarga Perwira, ia selalu malas menjawab dan membela diri. Karena diam lebih baik dari pada harus berkoar koar.
"Ceritaku ini hampir sama saja dengan sinetron pada umumnya, dijahatin ipar julid, diselingkuhin suami. "
Lorenza berusaha menenangkan diri, ia tak mau stres karena memikirkan hal hal yang malah membuat kehidupannya terganggu.
********
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 sore, Perwira tidak melihat tanda-tanda istrinya datang kembali ke rumah sakit. Sampai ia bertanya kepada anaknya?" Edwin, kemana mommy, kenapa jam segini dia tak datang datang. "
"Ya elah, Dad. Mommy kan kelelahan, jadi wajar dia tidak datang lagi ke rumah sakit, palingan mommy nunggu kita di rumah. "
Perwira seakan tak terima jika istrinya berleha-leha di rumah," Tapi tetap saja kan Daddy ini suami mommy kamu. "
Edwin berusaha tak mendengarkan ocehan sang Daddy, ia bersiap-siap mengemasi barang-barang Perwira.
"Kamu dengar nggak, Daddy ngomong?"
Edwin menatap ke arah anaknya itu, " Daddy itu dari tadi ngomel terus kaya bibir cewek. Pusing Edwin dengarnya. "
"Hah, kalian berdua sama sama tak mengerti kondisi Daddy sekarang. "
"Terserah Daddy, mau ngomong apa. Edwin tak peduli, sekarang Edwin mau pulang istirahat. "
*******
Lorenza mulai terbangun dari tidurnya. iya lupa bahwa sore ini Perwira sudah bisa pulang dari rumah sakit, seharusnya Lorenza datang untuk menjemput sang suami, namun ia malah tertidur setelah melihat Drama pada ponselnya.
"Ini semua gara gara aku tidur, jadi beginikan. "
Lorenza kini bergegas mengambil tas, berlari menuju ke pintu rumah. Saat membuka pintu rumah, betapa terkejutnya Lorenza melihat sosok lelaki bertubuh tinggi dengan rambut yang sedikit memutih.
"Eh, papi pulang. Tadi mommy .... "
Perwira seperti sengaja tak mendengar perkataan istrinya, ia terlihat kesal karena sang istri tak menjemputnya di rumah sakit.
Memajukkan kedua bibirnya, Lorenza mulai mendekat. " kamu marah karena aku tak menjemputmu."
Perwira menatap sekilas ke arah istrinya," kalau kamu sadar. Kenapa kamu tidak minta maaf kepadaku."
Lorenza mencubit bahu suaminya, " kamu bilang aku harus minta maaf, hello, saat kamu berselingkuh dengan suster itu, tidak ada tuh kata maaf pada bibirmu yang terucap. Diam saja, pas aku sindir baru mereka sadar."
"Sudahlah Mommy, Daddy. Hentikan pertengkaran kalian, jangan seperti anak kecil lagi, kalian itu sudah tua sudah bau tanah, sebentar lagi sudah mau dimasukin ke liang tanah. "
Keduanya menatap ke arah Edwin. " berani kamu sebagai seorang anak mengatakan hal itu kepada Mommy dan juga Daddy. "
Edwin hanya diam, dimama Perwira berkata, " kamu berkata seperti itu Edwin, Karena kamu belum merasakan bagaimana rasanya berumah tangga yang sesungguhnya. "
"Iya Edwin, kamu itu terlalu bersenang-senang hingga lupa mencari seorang pasangan, adapun pasangan itu kamu malah menolaknya, dengan perjodohan dari mommy pun kamu tolak."
"Aku tak peduli dengan orang lain mommy, inilah hidupku. Aku tak suka dikomentari, Ibu tahu sendiri kan jika kebahagiaan itu diciptakan dari diri kita sendiri. "
"Tetap saja kamu harus menikah."
Edwin pergi meninggalkan kedua orang tuanya, Iya malas jika mengobrol dengan kedua orang tuanya itu, selalu membahas seorang wanita dan juga perjodohan yang mereka lakukan beberapa kali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments