"Tuan! Tuan! Bangun, Anda tidak kembali ke kamar nyonya?" Cempaka membangunkan Caesar yang tertidur di kamarnya. Ia tak ingin Eva marah dan melampiaskan semua padanya.
Laki-laki itu mengeluh, berbalik memunggungi. Menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.
"Diamlah, Ibu. Aku masih mengantuk." Caesar mengigau.
"Ibu?" Garis bingung jelas tercetak di wajah wanita itu. Ibu, apa Caesar merindukan ibunya? Tapi bukankah sang ibu sering menjenguknya.
"Tuan, ini aku Cempaka. Bangunlah, nyonya pasti akan marah jika Anda tidur di sini." Teringat pagi tadi, wajah merah wanita itu begitu menyeramkan.
Caesar mengernyit, tapi belum membuka matanya.
****
Di dalam mimpinya.
Dia bertemu dengan seorang wanita cantik, berperangai lembut dan penuh kasih. Mengenakan gaun putih bersih tanpa noda. Caesar tertidur di pangkuan, terlihat damai merasakan sentuhan lembut pada kepalanya.
"Kau bahagia, anakku?" tanya wanita itu dengan suaranya yang lembut mendayu.
"Aku tidak tahu, Ibu. Sejak kau pergi meninggalkan aku, hatiku terasa hampa dan sunyi. Aku tidak bisa melihat warna indah dalam hidupku. Ibu, katakan padaku mengapa kau memilih pergi dan membiarkan kesakitanmu untuk menang? Aku masih sangat membutuhkan Ibu." Caesar memeluk kaki wanita itu.
Senyum yang terukir di bibirnya yang merah alami, begitu menyejukkan hati siapa saja yang melihat.
"Suatu saat kau akan tahu kebenarannya. Yang terpenting, bahagiakan dirimu untuk saat ini. Jangan pernah menyia-nyiakan hidupmu, sayang."
Caesar membuka mata, mengangkat kepalanya, dan mendongak pada pemilik suara merdu itu.
"Bagaimana aku akan bahagia? Sementara kebahagiaanku ikut pergi bersamamu, Ibu," ujar anak laki-laki itu dengan tatapan sendu.
Sang wanita menangkup wajahnya dengan kedua tangan, mengusap pipinya yang gembil. Menarik garis bibir yang cemberut.
"Kembalilah seperti dulu. Kau anak Ibu yang ceria, murah senyum, ramah dan peduli pada sesama. Kau yang sekarang bukanlah dirimu yang sebenarnya. Dingin, acuh tak acuh, bahkan senyumpun sangat jarang terlihat di bibirmu. Kembalilah, sayang. Temukan dirimu yang sesungguhnya," pinta wanita itu perlahan tubuhnya memudar dan hilang.
****
"Tuan! Anda harus kembali ke kamar nyonya. Jika tidak, nyonya pasti akan marah." Cempaka masih berusaha membangunkan Caesar dari tidurnya.
Namun, wajah laki-laki itu mulai berubah gelisah, bibirnya berkedut-kedut, peluh bercucuran memenuhi wajahnya. Cempaka tercenung, bingung dengan keadaan itu.
"Ibu! Jangan pergi! Kumohon jangan pergi!" racau Caesar sembari menggelengkan kepalanya.
"Apa dia bermimpi?" Cempaka semakin gugup, panik. Apakah dia harus memanggil Yudi? Atau Eva? "Bagaimana ini? Aku bingung."
Cempaka gusar, tak tahu harus melakukan apa. Tubuh Caesar menggigil seperti orang yang kedinginan, bibirnya memucat, terus meracau memanggil sang ibu.
"Tuan! Anda kenapa? Bangun, Tuan!" Cempaka menangis, dia meletakkan punggung tangannya di dahi Caesar. "Panas. Apa Tuan sakit?"
Buru-buru ia memakai piyama, dan berlari keluar. Keadaan rumah gelap, semua penghuninya telah tertidur. Ia melirik kamar Eva, tapi tak terlihat apapun jua.
"Apa aku harus memberitahu nyonya? Bagaimana jika dia marah padaku. Oh, sepertinya semua orang sudah tertidur." Cempaka mengusap air mata, teringat pada mendiang kedua adiknya ketika sakit.
Ia berlari ke dapur, menyiapkan air hangat serta handuk untuk mengompres Caesar. Oleh karena keributan itu, Yudi datang menghampiri.
"Nona, apa yang sedang Anda lakukan?" tegurnya ketika melihat Cempaka menuangkan air hangat pada sebuah tempat.
"Pak, Tuan demam. Aku akan mengompresnya. Mungkin ada dokter pribadi yang bisa dihubungi? Tuan terus meracau memanggil ibunya. Bisa panggilkan nyonya besar juga?" pinta Cempaka terburu-buru, ia bahkan tidak mendengar jawaban Yudi bergegas pergi menuju kamarnya.
Yudi menghela napas, sesuatu yang mustahil dilakukan Eva jika Caesar sedang sakit. Dia tidak pernah terlihat panik seperti Cempaka, dan akan langsung memerintahkannya untuk menghubungi dokter pribadi Caesar.
"Astaga! Apa aku tidak salah melihat? Nona begitu mencemaskan tuan. Jika Anda tahu, Nona, bahwa yang dirindukan tuan bukanlah nyonya besar, tapi wanita yang telah melahirkannya ...." Ia bergumam, kemudian mengubungi dokter pribadi Caesar.
"Anda sedang berada di luar daerah dan besok pagi baru akan tiba di rumah? Tuan tidak ingin diperiksa dokter lain selain Anda, Dokter. Apa mengompres tuan tidak menjadi masalah?" cerocos Yudi setelah mendapat kabar dari dokter.
Ia menutup sambungan, menyusul Cempaka ke kamarnya untuk melihat keadaan Caesar. Hati laki-laki itu terenyuh melihat perlakuan Cempaka pada tuannya.
"Dokter besok pagi akan tiba di sini. Dia bilang mengompres tuan tidak masalah," ucapnya.
Cempaka tidak menyahut, terus memandangi wajah pucat Caesar yang sudah sedikit tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments