Cempaka berdiri di depan dua pusara sang adik, di tangannya membawa dua ikat bunga yang dibelinya dengan harga murah. Ia berjongkok di antara keduanya, meletakkan bunga tersebut di masing-masing nisan. Untuk kemudian memejamkan mata sambil menangkupkan kedua tangan di depan wajah, berdoa.
Ia membuka mata kembali, tersenyum sambil mengusap nisan mereka. Berkali-kali air matanya jatuh, setiap kali itu juga dia mengusapnya.
"Berkat pengorbanan kalian, Kakak sekarang sudah tidak lagi bekerja siang dan malam. Seandainya kalian masih ada, tentu hidup kalian juga akan menjadi lebih baik. Kakak harap, kalian berbahagia di sisi Tuhan." Cempaka terisak, menunduk sejenak menghilangkan kesedihan.
Tanpa dia sadari, di kejauhan beberapa orang Caesar tengah mengawasi meski tidak menampakkan diri. Melaporkan apa saja yang dilakukan Cempaka, dan memotretnya.
"Maafkan Kakak karena baru ini datang menjenguk kalian. Si Brengsek itu masih berkeliaran dengan bebas, entah bagaimana caranya dia melarikan diri dari kejaran polisi, tapi suatu saat dia harus mendapatkan hukuman." Wajah Cempaka menegang.
Kedua tangannya mencengkram nisan si Kembar, bertekad untuk menjebloskan Baron ke dalam penjara. Ia menghela napas, menatap keduanya dengan sedih.
"Kakak harus kembali, suatu hari Kakak akan kembali ke sini." Cempaka mencium nisan keduanya sebelum beranjak dan pergi meninggalkan pemakaman.
Ia terus menyusuri jalanan, menghentikan sebuah angkutan umum untuk pergi ke suatu tempat. Mobil-mobil hitam pun bergegas membuntuti, tak ingin kehilangan jejak sang nona.
Mobil yang membawa Cempaka berhenti di sebuah taman. Taman yang tidak terlalu luas, tapi cukup ramai oleh anak-anak terutama pada akhir pekan. Wanita itu duduk di sebuah bangku di bawah pohon, di hadapannya terdapat sebuah kolam yang tidak terlalu luas.
Di sanalah kedua adiknya sering bermain, memberi makan ikan, menghabiskan waktu akhir pekan sebagai hiburan gratis yang cukup membahagiakan hati mereka. Cempaka mengeluarkan sepotong roti yang dibawanya di dalam tas, mencubit sedikit demi sedikit dan melemparnya ke dalam kolam.
"Dulu, Rafa dan Rafi suka sekali memberi kalian malam. Sekarang, aku minta maaf. Mereka sudah tiada," lirih Cempaka yang beranjak duduk di tepi kolam tersebut.
"Apa yang dilakukan Nona?" bisik salah satu penjaga memperhatikan.
"Entahlah, mungkin sedang mengenang sesuatu." Yang lain menimpali.
Mata mereka awas menatap Cempaka, tak sedetik pun berpaling. Kembali memotret dan mengirimkannya kepada Yudi sebagai laporan.
Cempaka berpaling ketika dua orang pengamen datang dan bernyanyi di dekatnya. Ia memeluk lutut, mendengarkan sambil tersenyum. Sedikit hatinya merasa terhibur.
"Ini!" Ia memberikan sedikit uang kepada mereka, hal tersebut mendapat pujian dari para penjaga.
"Terima kasih, Nona." Mereka mengangguk sopan, kemudian pergi meninggalkan Cempaka.
Sebuah video dikirimkan mereka kepada Yudi, dan ia mengirimkannya kepada Caesar. Laki-laki itu tersenyum mendapat kiriman video yang menunjukkan senyuman Cempaka ketika mendengar nyanyian pengamen.
"Seharusnya kau jangan tersenyum semanis itu kepada mereka. Senyum itu hanya milikku!" Caesar menjadi kesal sendiri, ia menutup video tersebut merasa para pengamen itu beruntung karena melihat senyum manis Cempaka.
"Ada apa denganku? Kenapa rasanya ingin selalu melihat dia?" Ia melipat bibir, tersenyum untuk kemudian menonton video itu kembali.
Dahi Caesar mengernyit, didekatkannya ponsel pada wajah untuk memastikan sesuatu yang ia tangkap pada gambar tersebut.
"Astaga! Apa itu?" Caesar terburu-buru menghubungi Yudi.
"Pinta semua orang yang menjaganya untuk siaga. Aku melihat kejanggalan pada video itu." Perintah bernada panik itu membuat Yudi ikut merasakan kecemasan.
Tanpa menunggu waktu lama, ia segera menghubungi orang-orang yang menjaga Cempaka. Lalu, barulah memperhatikan ulang video tersebut.
"Astaga! Nona dalam bahaya!"
****
"Ada apa?" tanya salah seorang penjaga setelah ketua mereka dihubungi Yudi.
"Kita harus siaga!"
"Apa lagi yang kau inginkan? Kenapa kau mendatangiku lagi?" teriak Cempaka cukup menyentak tubuh mereka.
"Tahan! Kita akan muncul ketika laki-laki itu berbuat kasar terhadap Nona!" sergah sang ketua ketika mereka hendak merangsek ke tempat Cempaka.
"Kau sombong sekali? Apa suamimu itu memperlakukanmu dengan baik? Oh, lihat baju ini ... mewah sekali!" cibir Baron sembari memegangi gaun Cempaka.
"Aku tak sudi berbicara denganmu! Pergi! PERGI DAN JANGAN TEMUI AKU LAGI!" Cempaka kembali berteriak, mengusir Baron untuk pergi dari hadapannya.
"Kau jangan seperti itu kepada ayahmu sendiri, Cempaka. Aku datang hanya untuk meminta uang. Tentu kau memilikinya, bukan? Berikan aku uangnya, Cempaka! Maka aku akan pergi!" ucap Baron menadahkan tangan tanpa tahu malu.
"Kau menjualku, kau habiskan uangnya. Sekarang kau meminta lagi? Tidak!" tolak Cempaka dengan cepat.
Baron menggeram, menarik paksa tas Cempaka dari bahunya.
Bugh!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Liana Syahroni
aku selalu setia menanti kehadiran mu wahai author 😍🥰🥰🥰,,,,,,,,love love dah pokoknya mah .........😆
2023-03-20
1