Cahaya mentari menggantikan malam, seluruh penghuni rumah itu telah pun terbangun. Kecuali dia, masih mendengkur di dalam selimut setelah hampir semalaman tak tidur karena harus melayani keinginan sang tuan.
Sementara laki-laki yang menggagahinya semalam, telah berpindah tempat ke kamarnya sendiri.
"Kau tidur dengannya semalaman?" Pertanyaan sinis dari Eva ketika Caesar memasuki kamarnya. Wanita itu duduk sambil menumpuk kedua kaki di tepi ranjang, menatap tajam suaminya yang baru memasuki kamar.
"Bukankah kau berjanji hanya akan menabur benih dan bermalam denganku saja? Kenapa kau ingkar, Caesar? Apa kau tidak memiliki pendirian lagi?" Bertubi-tubi pertanyaan yang menyudutkan laki-laki itu terlontar dari bibirnya yang tipis.
Lingerie merah kesukaan Caesar pun ia kenakan demi menggoda pria itu. Sayang, Cempaka telah memuaskannya semalam. Ia tak berkeinginan melakukan permainan dengan wanita di tepi ranjang itu.
"Aku sudah menepati janjiku, tapi kau menghilang. Dengan alasan yang sama dan hanya lewat sebuah pesan kau memberitahuku. Hampir setiap malam, setiap aku terbangun kau selalu tidak ada di kamar ini. Ke mana kau semalam ketika aku kembali ke sini? Merawat sepupumu? Menemani ibumu? Perlukah setiap harinya? Perhatian sekali kau!" Caesar mencibir seraya menyambar handuk dan melilitkannya di pinggang.
Eva terhentak, dia pikir Caesar tidak keberatan dengan kepergiannya. Selama ini laki-laki itu selalu diam dan tak pernah peduli pada apa yang dia lakukan yang penting membuatnya bahagia. Eva beranjak mendekati laki-laki bertubuh tegap itu. Meraba dadanya yang tak tertutup kain dengan leluasa.
"Kenapa, sayang? Kenapa kau baru mempersalahkan ini sekarang? Bukankah selama ini kau membebaskan aku untuk melakukan apapun yang membuatku senang? Kenapa sekarang kau berubah?" Eva melabuhkan kepala di dada bidang Caesar.
Mengecup dan menyesap kulitnya memberikan sensasi yang selalu tak dapat ditolak laki-laki itu.
"Apa kau lupa, Eva. Jika aku tak dapat tidur sendirian? Aku butuh teman tidur, tapi kau seolah-olah lupa akan hal itu. Jangan salahkan aku bila kau pergi di malam hari aku akan bermalam di kamarnya," ancam Caesar tak mau kalah.
Eva mendongak, menatap sedih manik hitam berkilat di atasnya. Dia menggelengkan kepala, kedua mata indah itu berembun dan hampir menjatuhkan airnya.
"Tidak! Aku tak rela kau bermalam dengannya. Tabur saja benihmu dan kau harus tetap bermalam denganku. Aku tidak akan pergi lagi. Jangan lakukan itu padaku, sayang. Aku merasa sakit," mohon Eva kembali memeluk Caesar.
Dia yang begitu mencintai wanitanya, tak tega mendengar permohonan dari bibir itu. Tangan Caesar ikut melingkar hangat. Tersenyum bibir Eva merasa masih menguasai hati laki-laki itu.
"Aku tidak akan pernah melarangmu untuk menemui keluargamu, aku juga tidak pernah melarangmu untuk berkumpul bersama teman-temanmu. Yang aku inginkan kau selalu ada saat aku membutuhkanmu." Caesar mengeratkan pelukan, hangat terasa.
Eva mengangkat wajahnya, senyum kembali terukir di bibir tipis itu. Tanpa komando melahap bibir seksi Caesar dengan penuh sensasi. Menghanyutkan, memabukkan, membuat angan melayang-layang. Caesar membalasnya sembari menekan tengkuk Eva. Keadaan pun memanas, permainan dimulai lagi.
****
Eva tersenyum-senyum sendiri di atas ranjang, Caesar masih mencintainya meski sudah memiliki dua istri. Permainannya masih sama panas dan ganas, dan wanita itu amat menyukainya.
"Kau milikku, hanya milikku! Tak akan aku biarkan dia merebutmu dariku. Tidak akan pernah? Dia tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk menghabiskan waktu berdua denganmu. Waktumu hanya milikku, hidupmu hanya untukku!" Eva tersenyum sinis, melirik kamar mandi di mana Caesar tengah membersihkan diri.
Dibiarkannya tubuh tanpa busana itu terpampang, dia tidak merasa malu sama sekali. Menatap pantulan dirinya di cermin, memuji, menyanjung keseksian yang dia miliki.
"Kau begitu seksi, Eva! Coba lihat dirimu, siapa yang tidak tergoda oleh pesonamu itu!" Senyum tajam kembali terulas, dia menyukai keseksiannya.
Eva merubah posisi menghadap kamar mandi saat pintu tersebut terbuka. Tersenyum menggoda Caesar sambil melakukan gerakan-gerakan menggoda.
"Jangan menggodaku, aku harus pergi ke kantor," ucap Caesar menahan dirinya agar tidak tergoda.
Eva duduk dan menumpuk kaki, memandang laki-laki yang berdiri di depan almari. Ia beranjak, memeluk tubuh Caesar yang hanya terbalut handuk saja di bagian bawah. Laki-laki itu meneguk ludah, saat kulit punggungnya bersentuhan dengan dua benda kenyal milik Eva.
"Bersihkan dirimu! Bukankah hari ini kau harus pergi bersama teman-temanmu? Aku akan mengantarmu," ucap Caesar ketika dahaga tak lagi dapat ditahannya.
Ia mengeraskan rahang, menggenggam kuat pakaian dalam di tangannya. Demi menahan rayuan yang sudah meluap-luap. Eva terkekeh, dia selalu suka saat tubuh Caesar menegang karena tergoda.
"Baiklah, aku akan membersihkan diriku dulu. Kau tunggu aku di meja makan, jangan pergi dulu," ucapnya melayangkan kecupan di punggung Caesar.
Laki-laki itu menghirup udara panjang dan mengembuskannya perlahan. Mengusir debar yang terus berpacu di dada. Mengenakan pakaian dengan cepat, seraya keluar dari kamar menuju ruang makan di lantai satu.
Namun, langkah Caesar terhenti begitu tiba di tangga, ia melirik kamar Cempaka teringin tahu apakah wanita itu sudah membuka matanya?
Langkah Caesar berbelok mendekati kamar yang semalam memuaskan keinginannya. Membuka pintu sedikit memastikan penghuninya. Ia tersenyum ketika melihat Cempaka masih berada dalam balutan selimut.
"Kau pasti sangat kelelahan. Aku tahu ini adalah pertama kalinya untukmu. Ke depannya kau pasti akan terbiasa," gumam Caesar seraya menutup pintu perlahan.
Langkahnya berlanjut ke lantai satu, dan menuju ruang makan. Sigap para pelayan berbaris menyambut kedatangan tuan mereka. Makanan telah terhidang dengan sempurna, tak ada sedikitpun yang kurang.
Tak perlu bertanya, mereka tahu kebiasaan tuan mereka. Akan makan bila sang istri telah duduk bersamanya.
"Antar makanan ini ke kamarnya, dia masih tertidur dan biarkan terbangun dengan sendirinya." Telunjuk Caesar terangkat, menggoyang-goyangkannya memanggil sang kepala asisten.
Yudi mendekat, membungkuk di dekat Caesar dan menerima perintah rahasia. Tubuh laki-laki itu menegang, sedikit melotot melihat Caesar. Laki-laki itu berdekhem menormalkan rasa malu yang tiba-tiba datang di hatinya.
Sang kepala asisten terhenyak, segera menegakkan tubuh dan menjauh dari sang tuan.
Beruntung sekali Anda, Tuan. Saat baru menikah dengan Nyonya, tidak ada perintah seperti ini. Aku malu sendiri rasanya. Astaga!
Wajah sang kepala asisten yang sedikit memucat juga tubuhnya yang menegang membuat kecurigaan di hati pelayan lain. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi?
Berselang, Eva turun dan mengernyit ketika tiba di ambang pintu ruang makan. Ia tak mendapati sosok Cempaka duduk di sana.
Apa gadis itu belum bangun?
Seketika langkahnya berbalik kembali menapaki anak tangga dan langsung menuju kamar Cempaka. Langkah terburu-buru Eva menandakan emosi yang memuncak. Tangannya dengan kasar membuka pintu kamar Cempaka, menggeram melihat tubuh itu masih terbalut selimut.
"Kurang ajar! Dia pikir dia siapa, hah?!"
Sret!
Suara tirai terbuka mengusik ketenangan tidur Cempaka. Cahaya yang menelusup masuk menyilaukan matanya. Ia melenguh, berbalik dan kembali menutupi tubuhnya yang polos dengan selimut.
Eva semakin menggeram, rahangnya mengeras dan kedua tangan terkepal kuat.
"Kau pikir, kau nyonya di rumah ini!" Suara bentakan yang tinggi melengking menyentak tidur Cempaka.
Ia terbangun, sembari menahan selimut di dadanya.
"Ma-maaf, Nyonya." Hanya itu, dengan kepala tertunduk.
"Kau jangan berlaku selayaknya seorang nyonya di rumah ini. Kau hanyalah seorang budak yang dibeli suamiku. Ingat itu!" hardik Eva menuding kepala Cempaka dengan cukup keras.
"I-iya, Nyonya."
Cempaka menghela napas setelah kepergian wanita kejam itu. Begitulah nasibnya kini, hamba sahaya, seorang budak belian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
‼️n
Maaf.....nyo....sy msh....capwk...
🤭☺️☺️☺️☺️☺️😉😉😉😉😉
2023-03-14
1