Kedua insan yang tengah larut dalam sebuah rasa asing yang aneh itu terlelap dalam keadaan berpelukan. Tak sehelai benangpun membalut tubuh mereka, hanya selembar selimut menutupi. Cempaka terlalu lelah melayani keinginan Caesar yang tak cukup sekali permainan.
Dengkuran halusnya terdengar lembut, rasa perih tak lagi dirasa. Mungkin saat bangun nanti, barulah ia akan mengeluh. Wajah Caesar mengernyit, suara lenguhan menguar lirih dari sela bibirnya.
Ia membuka mata dan berjengit ketika melihat wajah asing berada dalam pelukan. Mata itu terpejam, rapat. Hidung tak seindah milik Eva, bibir bervolume terkesan seksi di mata laki-laki itu. Manis dan belum pernah terjamah. Caesar menyukainya.
Diusap lembut benda kenyal itu, tak sadar bibirnya tersenyum mengingat betapa Cempaka telah berjuang dengan keras untuk melawan rasa sakitnya. Air mata yang masih menjejak di pipi, mengering karena terlalu lama tak disapu. Caesar menyentuhnya dengan pelan, tak ingin wanita itu terbangun.
Ia mendekatkan wajah, mengecup singkat bibir Cempaka. Mengucap terima kasih tanpa kata. Perlahan, mengangkat tangan yang melingkar di perutnya dan menggantinya dengan guling. Tanpa sengaja, kedua mata melihat sebercak cairan merah yang ikut mengering di atas sprei ketika menyibak selimut.
"Jadi benarlah apa yang dikatakan orang-orang. Jika seorang wanita masih gadis, dia akan mengeluarkan darah. Dulu, aku tidak mempercayainya karena Eva tidak mengalami hal ini. Itu artinya Eva bukanlah seorang gadis ketika aku nikahi," gumam Caesar sembari mengusap bercak merah tersebut dengan senyum kepuasan.
Ia beranjak, menutupi tubuh polos Cempaka. Memandang lekat wajah sederhana dan berjerawat itu. Ke depannya dia ingin Cempaka bisa seperti Eva. Merawat diri dan wajah, juga menghilangkan noda-nodanya.
"Kenapa rasanya aku masih ingin di sini. Padahal Eva sedang menungguku di kamar. Maaf, Cempaka. Aku harus kembali ke kamarku." Ia bergumam penuh sesal, kemudian kembali ke kamarnya tanpa menunggu gadis itu bangun.
Yang Ia tak tahu, Cempaka sebenarnya ikut terbangun ketika Caesar mengecup bibirnya. Ia berpura-pura tidur tanpa maksud dan tujuan apapun. Cempaka membuka mata, sedikit hatinya merasa tersanjung karena mendengar gumaman Caesar soal kegadisannya.
Ia tersenyum, mengusap bibirnya yang tertinggal bekas kecupan laki-laki itu. Lalu, meringis saat rasa perih mendera bagian bawahnya.
"Perih. Rasanya tubuhku lengket semua. Aku ingin membersihkan diri," keluh Cempaka seraya beranjak perlahan-lahan.
Ia melirik jam di dinding, tepat tengah malam. Tak apa, dia hanya ingin membersihkan dirinya. Cempaka memunguti piyama yang berserakan di lantai, lagi-lagi mengeluh saat melihat kain itu telah robek dan tak dapat dipakai lagi.
Dengan penuh kehati-hatian, Cempaka menuruni ranjang sembari membalut tubuhnya menggunakan selimut.
"Terlalu tebal." Keluhan ke sekian kali yang terlontar dari bibirnya.
Ia berjalan tertatih, tangannya menjeremba pintu kamar mandi dan membukanya. Menyalakan kran, mengisi bak mandi dengan air hangat. Kemudian menyingkirkan selimut dari tubuhnya, dan masuk untuk berendam.
"Ahh ... lega rasanya. Begini lebih baik." Ia tersenyum, memejamkan mata merasai sentuhan hangat yang menyegarkan miliknya.
Sementara Caesar pergi ke kamar berharap Eva masih menunggunya. Dia berjanji pada wanita itu hanya akan menabur benih pada rahim Cempaka bukan untuk bermalam.
Namun, sayang beribu sayang, sosok yang dipujanya tak lagi ada di tempat. Kamar itu kosong, hanya menyisakan ranjang yang berantakan bekas pergulatan mereka.
"Lagi? Kenapa akhir-akhir ini Eva sering keluar malam tanpa izin dariku? Jika aku tanya, alasannya selalu sama." Caesar mengeluh, mencoba untuk mengerti.
Ia mendekati ranjang, menunggu pesan yang akan dikirimkan Eva secara rutin ke ponselnya. Lidah Caesar berdecak ketika benda pipih itu berdering. Tak ingin membaca, Caesar merebahkan diri di ranjang, menatap langit-langit kamar, merenungi kehidupan rumah tangganya bersama Eva.
Perjodohan, pernikahan bisnis, tanpa saling mengenal, tapi akhirnya saling mencintai satu sama lain. Saling percaya, dan menjaga keutuhan rumah tangga. Akan tetapi, entah sejak kapan Eva mulai berubah. Wanita itu terlalu sering berada di luar, berkumpul bersama teman-temannya.
"Aku tidak bisa tidur sendiri. Aku butuh teman dan kau tahu itu, Eva. Kenapa kau bahkan pergi tanpa izin dariku?" Caesar bergumam, kemudian tanpa berpikir memutuskan kembali ke kamar Cempaka.
Jantungnya kembali berpacu, ketika kedua pintu sama-sama terbuka dan Cempaka lagi-lagi hanya mengenakan handuk.
"Tuan, kenapa Anda kembali?" tanyanya masih berdiri di depan kamar mandi.
Caesar berjalan masuk, matanya tak lepas dari bercak merah kebiruan di bagian depan tubuh Cempaka. Lalu, menjatuhkan diri di atas ranjang.
"Aku akan bermalam di sini. Eva keluar." Singkat saja, dan tak lagi terdengar suaranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Maniati Nia
bagus kayamu thor
2023-03-24
1