"Pergilah!"
Untuk pertama kalinya suara dingin dan ketus itu menyambar telinga Cempaka. Ia mendongak cepat, kedua matanya berbinar, bahkan ada senyum tipis tersemat di bibir berpoles lipstik merah muda itu.
Dia, Caesar Arya Pratama, seorang laki-laki berusia tiga puluh dua tahun. Keturunan orang nomor satu di kota mereka.
Cempaka kira laki-laki itu memintanya untuk pergi, tak menginginkannya ... barangkali. Atau membatalkan kontrak yang telah dibuat oleh wanita di sampingnya.
Mata setajam elang itu berpusat pada wajah Cempaka yang berseri. Tampak manis dan natural. Tak dibuat-buat seperti wanita kebanyakan. Sederhana, apa adanya.
"Kenapa kau tersenyum?" Pertanyaan menohok itu membuat jantung Cempaka berdegup.
Baron melirik, seketika saja rahangnya mengeras menahan kesal yang meluap dalam hati. Senyum di bibir gadis itu raib seketika berganti awan kelabu yang membuat hatinya memanas pun dengan kedua matanya. Ia menunduk sembari mengepal udara kuat-kuat.
"Apa kau tidak mendengar perintahku? Pergi!" Lirikan tajam itu beralih pada sosok Baron yang tengah memandangi Cempaka.
Laki-laki pemalas itu gelagapan saat menyadari bahwa dialah yang diminta pergi dari ruangan itu.
"I-iya, Tuan!" ucapnya mengangguk-angguk.
Cempaka kembali mendongak, kali ini mata indah itu mengiba pada Baron untuk tidak meninggalkannya. Samar kepalanya menggeleng, memelas pada laki-laki itu.
Namun, siapa peduli? Baron tetap beranjak dari sofa, melenggang pergi dengan perasaan yang puas. Cempaka kembali menunduk, percuma mengiba padanya karena tak akan diacuhkan. Kini, ia hanya bisa pasrah pada garis takdir yang akan dilaluinya.
"Jika kau ingin menjadi istriku, maka perbaiki penampilanmu. Aku tidak suka kau mengenakan pakaian itu," ucap Caesar dengan tegas.
Cempaka hanya bisa menganggukkan kepala tanpa dapat membantah. Dia sudah dijual oleh ayahnya sendiri, dan laki-laki kaya di depan mata itu yang telah membelinya dengan mahal. Setidaknya seperti itu yang dikatakan Baron.
"Siapa yang memintamu mengenakan pakaian itu? Apa laki-laki tadi?" ketusnya lagi semakin membuat Cempaka bergetar. Lagi-lagi kepala gadis itu mengangguk, menjawab pertanyaan bernada dingin dari Caesar.
Laki-laki itu terdiam, tidak terlalu peduli pada gadis di depannya. Satu yang dia inginkan dari Cempaka adalah seorang anak.
"Belajarlah dari istriku, bagaimana menjadi istri seorang Caesar. Kau sudah tahu apa tugasmu, bukan?" Caesar menatap lekat-lekat sosok tertunduk di hadapannya.
Ada alasan mengapa Caesar setuju menikah lagi dengan perempuan pilihan sang istri. Melihat Cempaka yang memiliki kulit tak terawat, kusam dan kering. Berbanding terbalik dengan wanita di sampingnya yang memiliki kulit serta tubuh terawat. Itulah yang diinginkan Eva, istri pertama Caesar.
Cempaka menganggukkan kepala lagi, berharap semoga tak ada derita yang akan dialaminya selama pernikahan kontrak itu mereka jalani. Caesar bangkit, diikuti wanita seksi yang terus bergelayut di lengannya.
"Ikut aku sekarang juga!" Perintah itu menjadi akhir dari pertemuan mereka di ruangan tersebut. Keduanya berjalan keluar tanpa menunggu Cempaka.
Ia mendongak cepat, menatap punggung kedua orang yang terus menjauh. Helaan nafasnya terdengar berat dan panjang.
Cempaka mendesah, terus berdiri dan melangkah gontai mengikuti jejak kedua orang yang meninggalkannya. Keduanya masuk ke dalam mobil mewah yang terparkir di area khusus. Cempaka menyelipkan rambut ke belakang telinga, melangkah dengan kepala tertunduk.
Pintu belakang itu terbuka menunggu dirinya untuk masuk. Cempaka terlonjak ketika tangan Caesar terjulur keluar sambil memegangi jas.
"Gunakan ini untuk menutupi tubuhmu!" titahnya ketus.
Bergetar tangan Cempaka ketika menerima benda tersebut. Caesar segera menarik tangannya ke dalam, menutup kaca mobil tanpa ingin melirik pada gadis itu. Cempaka membalut tubuhnya sebelum memasuki mobil. Duduk sambil terus menjaga jarak dengan istri pertama sang calon suami.
Ia mendekap erat tubuhnya yang terbalut jas Caesar. Dari serat kain tersebut menguar sebuah aroma yang maskulin menusuk hidung Cempaka, tapi sekaligus menenangkan. Gadis itu menjatuhkan kepala pada pintu mobil, menatap bangunan yang berjajar di sepanjang jalan.
Sementara Eva, sibuk tertawa kecil dan sesekali tersenyum dengan ponsel di tangan. Tanpa memperhatikan Caesar yang diam-diam melirik Cempaka dari spion. Debar jantung terasa lain, sebuah rasa hadir yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Mobil menepi di depan sebuah gedung, di sanalah mereka akan melangsungkan pernikahan secara rahasia. Semuanya diatur oleh Eva, dan disetujui oleh Caesar. Tak ada saksi dari kedua belah pihak keluarga selain petugas dan supir pribadi yang merangkap sebagai asisten Caesar.
****
"Kau sudah menjadi istriku, tapi tidak di depan banyak orang. Berlaku selayaknya orang asing ketika di depan semua orang bahkan keluargaku. Karena istri sahku hanya Eva seorang," ingat Caesar yang hanya diangguki kepala oleh Cempaka.
Laki-laki itu bahkan tidak bertanya siapa namanya, hanya membaca sebuah tulisan yang diberikan oleh sang istri. Cempaka terus menunduk, hatinya perih serasa diremas. Dalam diam, dia berharap akan ada seseorang yang dapat menebusnya. Membebaskannya dari belenggu pernikahan itu.
Di antara mereka, sepasang mata menatap iba pada gadis itu. Tangannya mengepal mendengar aturan yang dibuat Caesar untuk menekan Cempaka. Laki-laki angkuh itu berjalan sambil bergandengan tangan dengan istrinya.
"Silahkan, Nyonya!" ucap asisten Caesar mempersilahkan Cempaka untuk menyusul keduanya.
Kali ini, mereka duduk di belakang dan Cempaka di samping kemudi. Suara tawa cekikikan, saling memuji dan saling merayu, bahkan suara saling mencecap pun amat mengganggu pikiran Cempaka. Namun, gadis itu mengalihkannya dengan menatap hamparan gedung di pinggir jalan.
Inilah nasibku. Menjadi istri kontrak dari laki-laki kejam tak berperasaan. Mengapa takdirku begini, Tuhan? Permainan seperti apa yang harus aku jalani untuk dapat melewati semuanya.
Cempaka menghela napas, rasa lelah yang mendera tubuh membawanya hanyut dalam rasa kantuk yang berat. Cempaka memejamkan mata, niat hati hanya tak ingin mempedulikan suara-suara yang berasal dari kursi belakang. Namun, nyatanya, dia memang tertidur.
"Nyonya! Kita sudah sampai." Arjun, sang asisten membangunkan Cempaka dari tidurnya setelah mendapat perintah dari sang tuan.
Gadis itu melenguh, bergerak pelan menjauhi kaca pintu. Matanya menyipit menyesuaikan dengan sinar matahari yang begitu menyengat. Cempaka membelalak melihat bangunan megah yang layak disebut sebagai istana. Diam-diam Arjun tersenyum, teringat pada seseorang yang tempo hari pernah menolongnya.
"Apa aku akan tinggal di sini?" tanyanya tak percaya.
"Iya, Nyonya. Di sini Anda akan tinggal, tapi saya mohon maaf ... mungkin istana itu tak akan semanis kelihatannya. Saya diberitahu, jika di hadapan keluarga mereka maka Anda harus berpura-pura menjadi istri saya." Arjun memberitahunya dengan hati-hati.
Pupil Cempaka melebar mendengar itu, kejam sekali, tapi dia bisa apa? Hanya bisa mendesah demi mengurangi beban yang bertumpuk di pundaknya.
"Tidak apa-apa. Aku sadar betul siapa aku?" Cempaka mendongak, tersenyum pada laki-laki di depannya.
Degup jantung Arjun berpacu tak seperti biasanya. Dialah gadis itu, gadis yang dicarinya.
"Aku Cempaka. Panggil saja begitu ketika kita hanya berdua. Mau jadi temanku?" Cempaka menjulurkan tangan, senyumnya tersemat manis dan apa adanya.
"Arjuna. Kau bisa memanggilku Juna atau Arjun." Ia membalas jabat tangan Cempaka, mencoba menekan rasa di hatinya.
"Untuk dapat berakting dengan baik, kita hanya harus berteman, bukan? Aku harap kau tidak keberatan saat aku mencari bahu untuk bersandar," pinta Cempaka seraya melepas jabat tangan mereka.
Arjun hanya tersenyum, tak akan pernah ia menolak. Tidak akan!
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Mak e Tongblung
∂ι αρσтєк уα?
2023-04-18
1