Sudah hampir tiga jam, Nabila menunggu Sultan di taman, tetapi lelaki itu belum juga kembali ataupun sekadar memberi kabar bahwa ia akan segera pulang. Nabila yakin bahwa Sultan sangat menikmati waktu bersama dengan Hanum hingga lelaki itu begitu betah dan melupakannya.
Berbeda dengan dirinya yang sudah sangat jenuh. Padahal tadi Nabila sudah melakukan berbagai hal untuk menghilangkan kejenuhannya. Namun, yang namanya menunggu pasti akan terasa lama. Bahkan, Nabila sampai kekeyangan karena dari tadi terus mengunyah camilan ataupun makanan berat. Entah berapa banyak penjual di sekitar sana yang sudah ia sambangi.
Gadis itu menatap langit yang mulai diselimuti awan kecoklatan. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Sebelum air mata langit itu turun, Nabila lebih memilih mencari tempat berteduh. Rasanya lucu jika ia bermain air hujan seperti anak kecil.
Dengan isengnya, ia mengambil gambar langit mendung itu lalu mengeditnya dan memberi caption sebelum meng-upload ke status akun sosmed miliknya.
Sekuat apa pun kau mengejar sesuatu hal yang tidak akan pernah menjadi milikmu maka hal itu hanyalah akan menjadi sebuah perjuangan yang sia-sia.
Mendung bukan berarti hujan, tapi kalau sudah mendung itu artinya kau butuh semangkuk bakso panas dan sangat pedas untuk menghangatkan tubuhmu. Jangan pernah menghangatkannya dengan selimut tetangga karena kau harus sadar bahwa kau tidak punya tetangga. Haha.
Nabila memberi candaan di kalimat terakhir agar tidak ada yang curiga dengan statusnya. Padahal, status tersebut memang tertulis dari relung hati Nabila yang paling dalam. Ia ingin selalu melihat senyuman manis di bibir Sultan meskipun hatinya harus terluka karenanya.
"Astaga, sejak kapan gue jadi sok puitis gini." Nabila terkekeh sendiri seperti orang gila setelah membaca caption itu. Kemudian, ia menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas selempang.
Gadis itu pun duduk di kursi sambil menatap hujan yang mulai turun. Hawa dingin mulai menusuk tulang dan Nabila hanya saling mengusap kedua lengannya untuk sedikit mengurangi rasa dingin yang seperti akan membekukan tulang.
"Ya Tuhan, jangan-jangan Sultan lupa kalau dia ninggalin gue di sini." Nabila menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan dan mendes*h kasar setelahnya.
Tidak ada pilihan lain selain terus menunggu suaminya itu. Bahkan, saking lamanya menunggu, Nabila tidak sadar jika ia ketiduran sambil bersandar dinding. Termasuk kedatangan Sultan, gadis itu pun tidak mengetahuinya.
Lelaki bertubuh tegap itu berdiri di depan Nabila sambil menatap gadis itu sangat lekat. Rasanya tidak tega dan ia merasa sangat bersalah ketika melihat Nabila yang sedang tertidur seperti itu. Sultan pun kian mendekat dan menyentuh kulit Nabila yang terasa begitu dingin.
Ternyata, sentuhan itu mampu membuat Nabila terkejut dan terbangun dengan tiba-tiba. Gadis itu segera mengusap wajah ketika menyadari Sultan sudah berjongkok di depannya.
"Sul, lu udah dari tadi?" tanya Nabila. Ia menguap lalu merentangkan tangan karena tubuhnya terasa begitu kaku.
"Belum lama. Baru saja gue mau bangunin lu." Sultan bangkit berdiri disusul oleh Nabila yang ikut berdiri sejajar dengan lelaki itu. "Maaf, gue udah bikin lu nunggu lama."
"Em, Enggak papa. 'Kan lu emang udah biasa nyebelin, Bisul! Tapi lu harus dapat hukuman dari gue." Nabila bersedekap dan bertingkah seperti anak kecil.
"Hukuman apa?" tanya Sultan mulai memasang wajah tak suka.
"Lu harus gendong gue di punggung sampai ke mobil," sahut Nabila disertai senyuman licik.
"Ya Tuhan, hanya itu mah kecil. Ayo, gue gendong lu, dasar anak bayi." Sultan meledek sambil berbalik dan memasang kuda-kuda. Ia menyuruh Nabila untuk naik ke punggungnya.
Rasanya begitu romantis, berjalan di bawah guyuran hujan. Sultan menggendong Nabila di punggung, sedangkan gadis itu memegang payung untuk memayungi tubuhnya dan Sultan. Bahkan, Nabila menjadikan kesempatan itu untuk menggoda Sultan dengan menaruh kepalanya di ceruk leher lelaki itu.
"Gue jadi inget, waktu kita kecil dulu, Sul," kata Nabila. Ia tidak menyadari jika deru napasnya sudah menerpa leher Sultan hingga membuat tubuh lelaki itu meremang.
"Ingat apa? Lu inget kalau dulu sering kencing di celana waktu kita bermain hujan," ledek Sultan. Ia tergelak ketika mendengar desisan Nabila.
"Jangan ngeledek. Dulu kita sering main hujan gini. Lu Gendong gue, persis kayak gini. Kalau dulu versi anak, sekarang versi dewasa. Haha." Nabila berseloroh. "Gue rindu masa-masa itu. Habis kita sampai rumah, Mama Zaenab dan Tante Kurap bakal marah-marah, tapi kita tetap dibeliin ice cream setelahnya."
Mereka terdiam sesaat tanpa ada yang membuka mulut. Sama-sama menyelami pikiran masing-masing.
"Cuman, kalau dulu terasa sangat asyik, kenapa sekarang gue ngerasa semua udah berbeda. Seperti ada yang hilang dan sedikit hambar." Nabila mengembuskan napas kasar.
"Berbeda gimana maksud lu?" tanya Sultan.
"Kalau dulu kita dimarahin kan seru, tuh. Kalau sekarang enggak bakal dimarahi jadi berasa kurang tertantang," sahut Nabila asal.
"Dasar," cibir Sultan. Ia menggeleng cepat.
Jika dulu kita sama-sama menikmati, tertawa bersama. Namun, enggak untuk sekarang, Sul. Lu sangat tidak peduli dan bahkan terlihat sangat ngehindar dari gue. Gue sadar semua itu karena perasaan lu udah jadi milik orang lain dan sayangnya, orang itu bukan gue.
Nabila memejamkan mata dan menghalau cairan bening agar tidak mengalir dari sudut matanya. Ia tidak ingin jika Sultan melihat sisi rapuhnya.
"Jangan tidur, Kadal!" Sultan sedikit menggoyangkan bahu untuk membangunkan Nabila karena mereka hampir sampai di mobil.
"Gue masih ngantuk, Sul. Huatsim!" Nabila bersin-bersin. Bukan hanya sekali dua kali, tetapi banyak kali.
Sultan mempercepat langkahnya dan langsung mendudukkan Nabila. Ia pun melepas jas yang dikenakan dan ia gunakan untuk menyelimuti tubuh Nabila.
"Kita harus cepet pulang sebelum alergi lu kambuh." Sultan terlihat terburu-buru, dan masuk ke mobil dengan cepat, sedangkan Nabila tersenyum tipis merasakan perhatian Sultan meskipun ia harus merasa kesal karena terus bersin-bersin.
"Sul, kayaknya alergi gue kambuh parah, deh." Nabila terus mengusap hidungnya yang terasa gatal. Bahkan, sudah terlihat begitu memerah.
"Lalu? Apa kita harus mampir ke apotek untuk membeli obat?" tanya Sultan masih terlihat cemas.
"Enggak. Enggak butuh obat. Nanti juga bakal sembuh sendiri," kata Nabila.
"Tapi—"
"Gue cuma butuh pelukan biar tubuh gue hangat dan gue bakal berhenti bersin-bersin. Biasanya Mama Zaenab yang meluk gue, tapi sepertinya sekarang kagak perlu deh," kata Nabila.
"Terus?" Sultan sesekali menoleh ke arah Nabila sambil menyetir.
"Ada elu yang bakal meluk gue dan memberi kehangatan untuk gue yang kesepian dan kedinginan," celetuk Nabila. Ia tersentak saat Sultan menginjak rem secara mendadak.
"Bima Sultan Andaksa! Bisulan! Lu hampir bikin gue mati!" Suara Nabila terdengar begitu memekik telinga.
"Dasar ganjen!" cebik Sultan sambil berusaha menahan senyumannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
sitwien
khoq aq nangis bombay trs ya😭
2023-07-16
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ayo nabila,,
semangat luluhkan hati bisul
2023-03-04
0
nurcahaya
sul benar nya mah kamu tu udah jtuh cinta deh sama bila.
cuman masih ketutup aja itu mata hatimu.
2023-03-04
1