Setelah mendapat penanganan, Nabila bernapas lega karena ia diperbolehkan pulang tanpa harus menginap di rumah sakit. Ia sama sekali tidak mengabari kedua orang tuanya karena tidak ingin membuat mereka khawatir. Setelah sang dokter keluar, Nabila menghela napas panjang ketika melihat Sultan masuk ke ruangan itu.
"Lu udah ngerasa lebih baik?" tanya Sultan. Suaranya sudah mulai lirih tidak seperti tadi.
"Ya. Di mana Ariel?" Nabila mengamati sekitar dan tidak melihat keberadaan Ariel sama sekali.
Sultan memasang wajah kesal karena Nabila justru mempertanyakan Ariel. "Kalau gitu, sekarang gue anter lu pulang. Lu enggak usah kerja dulu sampai sembuh," ujarnya tanpa menjawab pertanyaan Nabila.
"Sul, gue bisa pulang sendiri." Nabila menunduk. Menghindari tatapan mata Sultan yang mulai menajam. "Gue enggak mau bikin lu repot."
"Oh, kalau lu ngerasa ngerepotin gue karena harus nganter lu pulang, baiklah. Gue turuti kemauan lu. Gue bakal kembali ke kantor." Sultan hendak pergi dari sana.
"Emang ya, kalau orang yang ada di hati sama enggak tuh beda," kata Nabila. Menghentikan langkah Sultan yang hampir sampai pintu.
"Maksudnya?" Sultan berbalik dan menatap bingung ke arah Nabila.
"Tidak papa. Seharusnya gue sadar dari awal kalau lu emang enggak pernah ada perasaan buat gue. Lu cintanya sama Hanum." Nabila tersenyum sinis. "Hanum kecelakaan dan dia baik-baik saja, kalian langsung berpelukan. Nah, gue? Jangankan lu peluk, Sul. Yang ada gue harus nerima bentakan lu."
"Gue ...." Sultan tidak mampu berkata-kata. Ia hanya menatap Nabila dengan iba.
"Sudah. Jangan dipikirkan. Gue cuma lagi cemburu aja. Hahaha. Oh iya, Sul. Soal pernikahan gue harap lu tetep nyanggupi. Walaupun nantinya lu kagak cinta sama gue. Jujur, gue enggak mau buat mama gue kecewa karena sejak kecil mama selalu berharap kita menikah."
"Na ...."
"Lu tenang saja. Gue enggak akan ngelarang lu dan gue bakal bebasin lu deket dengan siapa pun termasuk Hanum. Suwer!" Nabila tersenyum sambil menunjukan dua jarinya.
Sultan terpaku. Melihat senyum Nabila tersebut justru membuat hati Sultan merasa ada rasa sakit. Ia tahu, Nabila sedang menutupi semuanya.
Dengan gegas, Sultan mendekati brankar dan langsung membopong wanita itu. Tidak peduli meskipun Nabila sudah meronta dan meminta turun.
"Kalau lu terus gerak, jangan salahkan gue kalau lu jatuh," kata Sultan ketus.
"Tidak apa. Karena jatuh ke lantai itu tidak sesakit jatuh cinta yang cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Haha," seloroh Nabila. Ia tergelak ketika melihat Sultan yang sudah mendelik ke arahnya. "Eh, Sul. Ngomong-ngomong kita romantis juga ya. Ala bridal style seperti ini."
"Diam!"
Nabila langsung menutup rapat mulutnya ketika mendengar perintah Sultan. Dengan genitnya, ia menyandarkan kepala di dada Sultan sambil tersenyum puas.
***
"Kamu sudah pulang, Sul?" tanya Rasya yang kala itu sedang duduk bersama dengan Pandu di ruang televisi.
Sultan mengangguk cepat lalu mencium pipi sang mama dengan lembut. "Iya, Ma."
"Kenapa kamu tidak bilang kalau Nabila kecelakaan?" Rasya bertanya ketus sambil menatap putranya yang baru saja bergabung duduk di sofa.
"Maafkan aku, Ma. Aku cuma tidak mau membuat Mama khawatir," sahut Sultan. Membuat Rasya terdiam kala itu juga.
"Sudahlah, yang penting tadi kita sudah menjenguk ke sana," timpal Pandu sambil fokus dengan ponselnya.
"Iya, sih. Semoga saja luka di kaki Nabila lekas sembuh sebelum acara pernikahan kalian," ucap Rasya.
Sultan menghirup napas dalamnya. "Ma ...."
"Kenapa?" sela Rasya begitu saja. "Jangan bilang kamu ingin membatalkan semuanya. Ingat, Sul. Semua persiapan sudah beres dan undangan sudah disebar. Mama tidak mau kalau semua gagal."
Sultan membisu. Mulai sekarang ia benar-benar tidak bisa membatalkan semuanya. Sultan tetap harus menuruti keputusan itu. Namun, dalam hati Sultan merasa sedikit lega karena Nabila memberinya izin untuk bebas dekat dengan siapa pun jika mereka sudah menikah nanti.
"Baiklah. Kalau begitu aku mau ke kamar dulu, capek mau istirahat." Sultan bangkit berdiri dan bergegas ke kamar.
Dengan sedikit kasar, Sultan menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Tanpa melepas kemeja atau sepatu yang dikenakan. Beberapa kali ia mendes*hkan napas ke udara secara kasar. Sebelum akhirnya pikirannya berkelana.
Ucapan Nabila di rumah sakit tadi, benar-benar mengusik pikiran lelaki itu. Membuatnya terus merasa gelisah.
"Arrgghh!! Lebih baik gue mandi daripada terus kepikiran si Kadal yang ngeselin itu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Queen Mother
Yaaah Elu Sul, kebangetan 😣
2023-04-28
0
Wati Simangunsong
awas loe bisul,ntar jdi bucin sm s kadal
2023-03-19
0
bunda s'as
bingung yah Sul ... ? kasian anaknya mama kurap
2023-03-01
0