Tuk,,,
"Aww,,, Sialan lu,,,!" Umpat Mita seraya mengelus kepalanya yang terkena jitakan Nadine.
"Hehehe,,,! Sorry. Gua segaja" Nadine terkekeh melihat raut wajah Mita yang meradang.
"Ya elah, gitu aja marah. Sensi banget sih" Nadine duduk dihadapan Mita yang hanya dibatasi sebuah meja.
"Emang ada ya orang yang senang kalau kepalanya kena jitak".
"Ada. Noh si Evan. Malah dia tuh suka nagih kalau kepalanya nggak gua jitak sehari doang".
Mita memutar bola matanya tanda kesal mendengar jawaban Nadine.
"Lagian lu kenapa sih bengong aja dari tadi. Lu mau kayak ayam tetangga gua".
"Emang kenapa sama ayam tetangga lu,,,!" Tanya Mita dengan malas sok ingin tahu padahal nggak mau tahu.
"Ayam tetangga gua dua hari bengong aja kerjaannya, nggak mau makan, nggak mau main dan nggak mau tidur. Eh pas hari ketiganya malah dilaporkan menghilang tanpa meninggalkan pesan atau wasiat apapun" Ucap Nadine dengan mimik muka dibuat seserius mungkin.
Mita ogah- ogahan merespon ucapan Nadine karena ia tahu betul ujung ceritanya akan seperti apa. Tak pernah ada kata- kata yang serius keluar dari mulut sahabatnya itu.
"Lu nggak penasaran tu ayam pergi kemana,,,?" Nadine mulai memancing emosi Mita.
"Nggak, gua nggak mau tahu tu ayam pergi kemana. Ngapain gua mikirin tu ayam tetangga lu" Kesal Mita.
"Emm,,, Tapi gua tetap mau kasih tahu, agar lu nggak penasaran" Nadine masih dengan semangatnya bercerita.
"Ternyata tu ayam dijual sama anak tetangga gua yang satunya lagi karena ayam tersebut terindikasi menjadi seayam pembinor dalam rumah tangga ayamnya. Hahaha,,, Benar- benar skandal ayam yang paling heboh yang pernah gua dengar".
Wajah Mita memerah menahan emosi seolah ingin mengeluarkan tanduknya untuk merunduk sahabatnya yang tertawa lepas akibat cerita garing yang ia ciptain sendiri. Nadine masih terus tertawa terbahak- bahak karena ia telah berhasil membuat sahabatnya naik darah mendengar ceritanya.
Tuk,,,
"Aduh,,,! Kok lu pake kekerasan sih,,," Tawa Nadine terhenti, ia mengelus kepalanya yang kini kena getok Mita.
"Biarin. Emang segaja gua biar otak lu kembali waras" Omel Mita.
"Pagi- pagi udah bikin orang emosi aja lu".
Nadine menyemberutkan mulutnya melihat reaksi sahabatnya itu yang terlihat tidak menikmati leluconnya.
Mita menatap Nadine dengan mimik wajah yang mulai serius.
"Otak lu kayaknya kesengklek deh Dine. Lelucon lu tu makin hari makin nggak masuk akal tahu nggak. Lu mending konsul gih sama dr Rieke biar otak lu kembali lurus".
"Sialan lu. Gini- gini otak gua berharga nih. Aset nih, aset yang paling berharga bagi rumah sakit ini" Nadine mengelus kepalanya dengan bangga.
"Aset berharga apaan, orang sengklek begitu" Mita tersenyum seolah meremehkan.
Kebersamaan kedua sahabat itu memang selalu berakhir dengan perdebatan- perdebatan yang tidak penting. Namun walaupun demikian mereka merupakan sahabat yang solid dan tidak dapat terpisahkan baik didalam rumah sakit maupun diluar rumah sakit. Bahkan tak jarang Mita menjadi patner kerjanya didalam kamar operasi karena Mita juga seorang dokter Anestesi.
Nadine dan Mita merupakan salah satu dokter muda dirumah sakit Cipta Kusuma. Mita adalah dokter Anestesi sedangkan Nadine adalah dokter bedah, hingga tak heran mereka menjadi sahabat dekat selain karena profesi yang nyaris sama watak dan kelakuan merekapun sebelas duabelas.
"Lu santai banget pagi ne, lagi free ya,,,?" Tanya Mita.
Nadine mengangguk pelan.
"IGD aman, ada dokter Fahmi sama anak koas. OK juga aman. Gua free sampai siang".
Mita mengangguk mengerti.
"Oia,,, kayaknya lu damai banget ya akhir- akhir ini. Papa nggak pernah nelpon lagi,,,?" Mita memulai percakap serius.
Mita memanggil orang tua Nadine dengan sebutan papa dan mama sama seperti Nadine, karena hubungan mereka memang sudah sedekat itu. Begitupun panggilan yang Nadine sematkan kepada kedua orang tua Mita.
Nadine mengangguk kuat sambil tangannya mengambil potongan buah segar yang barusan tadi dibawanya dan mulutnya terus sibuk menguyah.
"Papa udah nyerah nyari jodoh buat lu,,,? Bukannya satu tahun ini Papa gencar banget buat jodohin lu".
Mita ikut menikmati buah yang dibawa oleh Nadine.
"Nama lu nggak dikeluarin dari kartu keluarga papakan,,,? Lu masih jadi ahli warisnya yang sah kan,,,?".
"Sembarangan lu. Biar kata bentukan gua begini, gua tetap putri kesayangan ortu gua dan putri satu- satunya dikeluarga, jadi kebahagiannya gua tetap menjadi prioritas mereka" Ucap Nadine dengan bangga.
Nadine membalas tatapan Mita.
"Gua rasa, papa nggak ada bakat buat jadi makcoblang biro jodoh. Buktinya hingga detik ini gua masih singel, belum laku- laku juga".
"Emang lu barang, pake kata- kata belum laku. Pengen tahu gua berapa papa nawarin lu hingga lu belum laku- laku juga".
Nadine cuek tidak menanggapi ucapan Mita, ia masih sibuk dengan buahan yang ada didepannya.
"Lu beruntung kali Dine, papa niat banget buat nyariin lu jodoh. Lah, lu lihat gua. Bapak gua nggak pernah tuh punya inisiatif buat nyariin anaknya jodoh, kayaknya nggak khawatir kalau anaknya jadi perawan tua".
"Nyari jodoh apaan, jodoh yang ditawari papa nggak ada bagus- bagusnya. Nggak ada satupun yang nyangkut di gua, mereka cuma numpang lewat doang" Keluh Nadine dengan mulut penuh buah.
"Lu tahu nggak,,, calon suami pilihan papa ruang lingkupnya sangat kecil, ya diseputaran kampung gua aja, palingan beda kecamatan doang. Radiusnya nggak kurang 1 atau 2 kilo meter doang, gimana mau ketemu coba".
"Papa nggak pernah mikir apa, mungkin aja jodoh gua itu bukan dari lingkungan disekitar tempat tinggal kami. Bisa aja jodoh gua tu pangeran dari luar kota, luar provinsi ataupun luar negeri, bisa aja bule, iya kan,,,! Papa terlalu fokus sama produk lokal hingga nggak pernah mikirin produk luar".
Mita terkekeh mendengar keluhan Nadine, semua ucapannya selalu diluar ekspektasi.
"Papa pengin besannya nggak jauh- jauh dari rumahnya kali, jadi kalaupun nanti lu tinggal sama mertua, lu tetap dalam pantauan papa. Nganternya dekat jemputnya gampang, kan cuma beda gang doang".
"Ih,,, ogah banget gua tinggal sama mertua" Nadine bergidih ngeri.
"Lu pernah dengar nggak istilah ini, mertua itu adalah bestinya ibu tiri. Jadi sikap mereka itu sebelas dua sebelas. Just friend".
Plak,,, Mita mengeplak lengan Nadine dengan kencang.
"Mulut lu itu nggak ada remnya apa sih. Ngomong nggak pake mikir. Gua sumpahi mertua lu itu titisannya ibu tiri yang paling kejam didunia biar rahu rasa lu".
"Eh jangan dong. Aduh amit- amit,,," Nadine mengetuk- ngetuk meja beberapa kali.
"Do'a lu jahat banget sih".
"Ya elu juga sih, pake ngatain mertua bestian sama ibu tiri. Giliran disumpahi malah takut sendiri".
Nadine mengelus lengan Mita agar emosi sahabatnya itu mereda.
"Bercanda bu, bercanda,,,! Gua cuma asal bercanda doang. Lunya aja yang mengganggap semua omongan gua serius".
Mita menatap Nadine dengan wajah serius
"Lu tahu nggak, sejak kenal sama lu, hidup gua nggak pernah bisa serius. Ngomong sama lu nggak ada serius- seriusnya, bercandaaaaa aja kerjaan lu".
Nadine meletakkan garpu buah yang berada ditangannya sambil memasang mimik wajah serius.
"Sebenarnya perasaan gua nggak enak akhir- akhir ini, gua takut kalau papa tiba- tiba nelpon gua. Kan lu tahu sendiri waktu yang diberikan sama papa udah habis beberapa hari yang lalu".
"Emang lu yakin kalau ucapan papa itu serius,,,? Bisa aja papa cuma bercandakan".
"Serius atau enggak, yang pasti perasaan gua tetap nggak nyaman. Gimana kalau tiba- tiba papa,,,"
Drrkk,,, drrkk,,,,drrkk
Handphone Nadine tiba- tiba bergetar tanda ada panggilan yang masuk.
Nadine menutup mulut dengan kedua tangannya, matanya melotot tajam melihat nama yang tertera dilayar ponselnya.
"OMG,,, M*** gua,,,!" Ucap Nadine.
Mita yang melihat ekspresi Nadine berubah ikut menatap kearah ponsel Nadine.
"Papa,,,!" Ucap Mita.
"Iya,,, Papa nelpon".
Bersambung
...~☆○○○☆~...
Ada apa ini,,,,?
Kenapa Nadine terlihat sangat panik ya waktu papanya nelpon.
Apa yang akan terjadi selanjutnya
Yuk dibaca kelanjutannya,,,!
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments