Tak tak tak,,,
Suara langkah kaki dan bunyi perputaran roda koper yang ditarik dengan cepat terdengar begitu nyaribg. Seorang wanita terlihat melangkah dengan sangat tergesa- gesa mengejar penerbangannya agar tidak terlambat.
Seharusnya ia sudah sampai dibandara satu jam yang lalu, namun karena kondisi amergensi dirumah sakit yang harus segera ditangani dengan cepat membuat waktunya menjadi berkurang sehingga ia harus bergerak cepat agar tidak tertinggal pesawat.
"Permisi, permisi,,,!" Ia menerobos keramaian.
Karena jadwal keberangkatan pesawat bersamaan dengan jadwal kedatangannya membuat kondisi dibandara menjadi lebih padat dan ramai sehingga ruang gerak menjadi sedikit sempit.
"Ah, sorry,,, sorry,,,!"
Beberapa kali Nadine tidak segaja menyenggol bahkan menabrak beberapa orang yang dilewatinya.
"Ah, maaf,,. Saya tidak segaja" Ucapnya.
Nadine terus melangkah dengan cepat bahkan sedikit berlari sambil matanya melirik kearah layar informasi untuk memastikan bahwa pesawatnya belum berangkat.
"Sial, selalu seperti ini".
Bukan hanya sekali Nadine mengalami hal seperti ini, terburu- buru mengejar pesawat yang akan ditumpanginya . Ia sudah berulang kali merasakannya, bahkan ia pernah harus kembali lagi kerumah sakit karena adanya panggilan darurat padahal ia sudah berada dibandara.
Senyum dibibir Nadine terbit ketika pintu keberangkatan telah terlihat dihadapannya, beberapa kali ia berucap syukur karena masih bisa mengejar pesawatnya itu. Tidak bisa dibayangkan kalau sampai ia terlambat sedikit saja mungkin ia harus menunggu penerbangan selanjutnya beberapa jam kedepan dan ia paling benci menunggu.
Dengan cepat ia mengayun langkah kakinya hingga hampir mendekati pintu keberangkatan, samar- samar ia mendengar suara teriakan yang begitu familiar ditelinganya selama hampir 6 tahun ini berada lingkungan rumah sakit.
"Tolong,,,!".
Nadine terdiam ditempat, langkah kakinya terhenti mendadak seakan ada rem yang diinjaknya.
"Tolong,,,!".
"Tolong,,,!".
"Siapapun tolong saya,,,!".
Suara teriakan itu kembali terdengar dan menjadi semakin kencang.
Tubuh Nadine memutar mencari arah sumber suara dan menatap tajam kearah yang diyakininya adalah sumber suara tersebut. Reflek kakinya langsung ingin melangkah kesana namun niatnya harus terhenti karena suara merdu dari pusat informasi melakukan panggilan untuk pesawat yang akan ditumpanginya agar bergegas memasuki pesawat.
Nadine bingung antara memutar kebelakang untuk memastikan apa yang terjadi atau melangkah kedepan memasuki pesawatnya yang akan lepas landas. Ia kembali dilema.
"Ah, sial".
Nadine menatap kearah perkumpulan orang- orang yang diyakininya adalah sumber suara tersebut. Beberapa pihak keamanan bandara terlihat berlari kearah itu sambil memperlihatkan raut wajah yang terlihat sangat panik.
"Ah, bodo amat. Gua harus memastiin sendiri".
Nadine menarik kopernya dengan mulut yang masih komat- kamit entah siapa yang celanya, ia berlari kearah keramaian yang menjadi pusat perhatian saat ini.
"Permisi,,,!" Nadine mencoba untuk menembus kerumunan orang-orang yang sedang mengelilingi objek masalah.
Memang suka menjadi hal yang lumrah dimasyarakat kita ketika ada orang yang tertimpa musibah maka orang lain akan beramai- ramai datang untuk melihat dan menolong bahkan menonton.
"Tolong saya,,,!"
"Tolong sahabat saya".
"Cepat panggil ambulans".
Seorang pria dewasa tampak sangat panik dan tidak henti - hentinya meminta tolong kepada siapa saja orang yang berada disana. Tangannya yang gemetar sedang menekan bagian tubuh seseorang yang menjadi sumber masalah.
Seorang pria terkapar dilantai dengan tubuh dipenuhi cairan bewarna merah yang berasal dari sayatan dibadannya. Pria itu meringis menahan sakit yang teramat sangat, pandangan matanya yang mulai buram bahkan hampir kehilangan kesadarannya.
"Kumohon bertahanlah, ambulans sedang menuju kemari. Please,,,!" Bisik pria itu pada sahabatnya.
"Dimana ambulansnya,,,? Kenapa lama sekali. Kalian tidak melihat kalau ia sedang sekarat".
Pria itu terus berteriak sambil sesekali menenangkan sabahatnya itu, bahkan ia sudah memperdulikan penampilannya yang sudah acak- acakan dan juga berlumuran darah.
Nadine berhasil menerobos kerumunan orang- orang tersebut dan langsung syok sesaat ketika melihat TKP, ada dua pria sedang mandi darah disana. Tak ingin larut dalam keterkejutannya, Nadine meninggalkan kopernya begitu saja dan langsung menghampiri korban.
Nadine berlutut disamping pria yang terbaring pucat dan lemah itu, ia beberapa kali menepuk pundak sambil memanggil untuk mengembalikan kesadarannya.
"Tuan,,,!"
"Tuan,,,! Anda mendengar saya,,,!".
"Tuan,,,!".
Tidak ada respon berarti dari pria itu hanya alis matanya yang terlihat bergerak walaupun sangat pelan.
"Anda siapa,,,? Apa yang anda lakukan,,,?" Tanya Jimmy. Ia adalah asisten pria yang terluka itu.
Nadine tidak menjawab, fokusnya hanya pada pria yang terluka tersebut, ia memeriksa tanda vital dan denyut nadi.
"Ya Tuhan" Nadine mulai panik ketika menyadari denyut nadi pria itu semakin melemah.
"Dimana ambulansnya,,,?"
"Ambulansnya masih dalam perjalanan, 30 menit lagi akan sampai" Jawab salah seorang petugas keamanan bandara.
"Apa,,,! 30 menit lagi" Nadine menatap petugas keamanan itu dengan tajam.
"Pria ini bisa mati kalau harus terus menunggu selama itu. Nafas dan denyut nadinya semakin melemah, dia butuh bantuan oksigen".
Nadine merobek baju pria itu yang sebelumnya memang sudah sobek akibat terkena senjata tajam dan memeriksa luka tusukan tersebut. Pria itu terluka diperut disisi bagian kiri.
"Apa anda seorang dokter,,,?" Jimmy yang dari tadi diam akhirnya bertanya.
"Ya. Apa kamu ingin mewawancaraiku sekarang,,,!" Jawab Nadine sekenanya.
Jimmy terdiam. Ia masih ditempatnya tadi sambil melihat kearah wanita yang mengaku dokter tersebut.
Nadine mengambil syal rajut dari dalam tasnya dan langsung melilitkan ditubuh pria yang terluka tersebut untuk menghentikan darah yang masih terus mengalir dari lukanya. Tangan kirinya menekan perut pria itu dan tangan kanannya merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan handphonenya. Ia menekan beberapa nomer untuk melakukan panggilan.
"Hallo. Saya sedang dibandara internasional dan membutuhkan ambulans segera. Apakah ada ambulans yang posisinya terdekat dengan TKP,,,?" Nadine masih menunggu jawaban.
"Ada" Nadine melirik kearah Jimmy sambil mengangguk pelan.
"Ok. Sepuluh menit lagi diparkiran darurat".
"Siapkan tandu, ambulans akan segera tiba" Perintah Nadine pada petugas keamanan bandara dan langsung dianggukinya dengan cepat.
Petugas tersebut langsung melakukan tugasnya dan tidak lama berselang ia telah kembali dengan tandu dan beberapa petugas keamanan lainnya. Dengan gerakan yang cepat pria tersebut telah berpindah dari lantai keatas tandu dan langsung digotong kearea parkir darurat. Nasib baik masih menghampiri, mereka tiba diparkiran bersamaan dengan kedatangan mobil ambulans.
Nadine terus mengikuti dari arah belakang sambil kembali melakukan panggilan di handphonenya.
"Hallo, ada pasien darurat dengan luka tusukan di perut bagian bawah, kondisinya xxx dan tanda vitalnya xxx, kesadaran pasien menurun dan respon tubuh melemah".
Nadine mengangguk beberapa kali.
"Siapkan ruang operasinya, saya segera kesana".
Nadine ikut naik kedalam ambulans memeriksa pasien yang sudah berada didalam ambulans dan terlihat perawat telah memasang alat bantu pernafasan dan kembali memeriksa tanda vital.
"Sudah siap. Kerumah sakit Cipta Kusuma".
"Tunggu,,,!"
...~☆○○○☆~...
Bersambung
Mau tau kelanjutannya,,,
Lanjut
Tandai kalau ada typo yang tidak sesuai
Terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments