Annisa sangat cemas dengan kelalaiannya. Baru kali ini dia akan terlambat melaksanakan tugas dari dosennya. Baru kali ini dia akan terlambat melaksanakan tugas dari dosennya. Sebelumnya, dia selalu tepat waktu dalam mengumpulkan tugas. Teman satu angkatan juga mengakui kegigihan Annisa dalam melaksanakan tugas. Sehingga tidak heran bila banyak orang yang mengenalinya. Mulai dari teman satu angkatannya dari jurusan lain, adik juniornya, senior bahkan para staf di jurusan.
Setiap awal kuliah atau akan dilaksanakan ujian, dia kerap membantu staf jurusan untuk membagikan jadwal di setiap dosen. Sehingga hal itu dapat memudahkannya berurusan dengan jurusan.
“Sar, kamu dimana? Kamu bisa bawa foto-foto kemarin nggak ke kampus?” tanya Annisa dengan cemas ketika sambungan telponnya terhubung dengan Sarah.
“Aku di gedung K1.1. Iya aku bawa, emang kenapa? Kamu sudah buat laporannya?” jawab Sarah santai.
“Bukan, Sar, pak Veri minta hasil dokumentasinya dikumpul.”
“Untuk apa? Apa pak Veri tertarik sama kamu ya hingga ingin lihat fotonya kemarin megang tangan kamu. Ha ha ha” goda Sarah pada Annisa.
“Hus! Kamu apaan sih malah ngawur? Aku serius nih. Rika sama Dila tadi sudah duluan kumpul. Tinggal kelasnya kita nih yang belum. Aku kesana sekarang ya.” Jelas Annisa pada sahabatnya.
“Iya kesini aja. Jangan lama-lama ya bu, ntar pak Veri kangen.” Sarah kembali menggoda Annisa
Tanpa menanggapi, Annisa langsung mengucap salam dan memutuskan sambungan telepon.
Sejak praktikum kemarin, Sarah terus saja menggoda sahabatnya. Ada saja bahan untuk menggodanya, mulai dari Veri meminjamkan jaketnya pada Annisa, menggendongnya ketika pingsan, memijat tangannya saat praktikum bahkan memberikannya minum ketika praktikum selesai. Dia berpikiran kalau pak Veri suka pada sahabatnya.
Setelah selesai urusannya dengan Sarah, Annisa langsung berlari menuju ruangan Veri. Dia melihat arloji di tangannya sudah lewat 34 menit dari waktu yang ditentukan oleh dosennya. Dia mulai cemas, dia tidak bisa membayangkan kemarahan dosen yang akan dia hadapi. Sudah cukup baginya dimarahi didepan teman-temannya semester lalu.
Saat sudah didepan pintu Veri, Annisa berhenti sejenak untuk menarik nafas.
“
‘Bismillahirrahmanirrahim!’ ucap Annisa dalam hati
“Assalamu’alaikum.”Annisa mengucap salam dengan ragu-ragu.
“ ... “
Tidak ada jawaban dari dalam. Annisa mengetok pintu dan kembali bersalam “Assalamualaikum ....” belum ada sahutan dari dalam.
Annisa mencoba memutar ganggang pintu, ternyata pintunya terkunci. Langsung saja dia menghubungi Dila.
“Assalamu’alaikum, Dil. Pak Veri kayanya nggaj ada di ruangan deh, soalnya pintunya terkunci.”
“Waalaikumsalam, iya Nis. Tadi katanya ada rapat. Nanti kamu coba hubungi saja.” Jelas Dila.
“Baiklah. Terima kasih ya, Dil, Assalamualaikum.” Annisa frustrasi
“Waalaikumsalam.” Jawab Dila mematikan telepon.
Annisa bingung apa yang akan dilakukannya jika Veri murka karena telat kumpul hasil dokumentasi. Dia terus saja menghembuskan nafas dengan kasar.
Di tempat lain Veri sedang ikut rapat dengan para dosen lain. Sebagai dosen baru dia masih merasa asing dengan suasana ini. Sampai pada akhirnya dia diminta oleh dekan untuk memperkenalkan diri didepan rekan-rekannya sesama dosen. Rapat berlangsung hingga jam empat sore. Saat mengaktifkan pons, dia melihat pesan dari Annisa Salsabila. Ya, Veri sengaja menyimpan kontak Annisa dengan nama lengkapnya karena ada dua nama Annisa di daftar kontaknya.
“[Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, mohon maaf mengganggu waktunya, pak. Saya Annisa Salsabilla mau kumpul file dokumentasi kemarin. Maaf, pak, tadi aku ke ruangan, tapi bapak tidak ada. Kira-kira dimana aku bisa ketemu bapak untuk mengumpulkannya? Terima kasih, pak.]”
Melihat pesan dari Annisa, Veri menyunggingkan senyum yang menambah ketampanannya. Dia segera mengetik pesan balasan untuk gadis pujaannya itu.
“[Nanti antarkan saja di rumah, ini alamat rumah bapak.]” Veri mengirimkan alamatnya pada Annisa.
Annisa lega melihat balasan dari Veri, walaupun harus ke rumah Veri yang tidak terjangkau angkot. Baginya, menghadapi hal seperti ini sudah biasa. Bahkan ada yang lebih jauh dari rumah Veri. Sebelumnya, dia sudah sering mengantarkan tugas ke ruangan bahkan sampai ke rumah dosen. Namun kali ini lain. Kalau sebelumnya karena memang dosennya tidak masuk dan hanya mengirimkan soal tugas dan kemudian dikumpul di rumahnya dosen, ini malah gara-gara keteledorannya.
“[Baik, pak. Terima kasih!]” balas Annisa pada Veri.
Sebelum siang berganti malam, dia beranjak dari duduknya untuk mencari angkot. Dia melihat arloji ditangannya menunjukkan jam lima lewat satu menit. Dia harus sampai di rumah Veri sebelum magrib, kalau tidak, dia bisa-bisa pulang malam.
Setelah menempuh perjalanan satu jam, dia sampai di depan rumah yang bernuansa putih keabu-abuan itu. Rumah yang menurutnya sangat bagus, dengan taman serta kolam ikan yang terdapat di halaman depannya. Sebenarnya jika menggunakan motor atau ojek, dia tidak akan mengalami macet hingga makan waktu satu jam.
“Assalamualaikum ....” sapanya pada perempuan yang kelihatan lebih muda darinya.
“Waalaikumsalam, maaf, siapa ya?” tanya gadis itu padanya.
“Maaf, aku Annisa. Salah satu mahasiswa pak Veri. Aku datang kumpul tugas yang diminta pak Veri. Apa pak Veri nya ada?” jelas Annisa sopan.
“Oh, kak Veri lagi ke masjid, kak. Kakak masuk saja tunggu di dalam” ajak Sari adik dari Veri.
“Maaf, apa boleh aku titipkan saja pada kamu? Soalnya udah malam.” Pinta Annisa pada Sari.
“Maaf, kak, selama ini Sari belum pernah terima titipan tugas mahasiswanya kak Veri. Aku takut aja nanti kak Veri marah seperti om Agus dulu. Lebih baik kakak tunggu saja.” Sari tidak berani menerima tugas dari Annisa. Hal itu membuat Annisa mau tidak mau harus menunggu.
“Baiklah. Terima kasih, ya.” Balas Annisa dengan senyum.
“Iya ,kak. Kak Annisa duduk saja dulu ya. Aku mau ke dalam bentar.” Sari beranjak dari duduknya.
Dua menit kemudian Sari datang kembali dengan nampan yang berisi teh hangat dan beberapa cemilan untuk Annisa. Sari adalah sosok yang mudah berbaur dengan orang lain, hingga tidak heran bila dia kelihatan akrab dengan Annisa.
“Silakan diminum, kak, angggap saja rumah sendiri.” Ungkap Sari dengan ramah.
“Aduh jadi ngerepotin. Apa boleh aku numpang Salat magrib?” Annisa ingin segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
“Oh iya, kak, boleh. Mari Sari antar untuk ambil wudhu.” Sari mengantar Annisa menuju kamar mandi untuk mengambil wuduh, lalu mengantarnya menuju ruang sholat.
“Ini mukenanya, kak. Aku lagi halangan jadi kak Annisa Salat aja ya.” Sari memberikan mukena pada Annisa.
Annisa menerima mukena dari Sari, “Iya, terima kasih ya.”
Disaat Annisa melaksanakan salat, Sari ke kamarnya untuk besiapa-siap. Malam ini dia sudah janjian sama Veri untuk jalan-jalan ke mall. Sari ingin belanja keperluan kuliahnya seperti pakaian, sepatu dan segala pernak-pernik lainnya. Ya, sebagai mahasiswa baru, Sari membutuhkan semua itu. Namun dia bingung harus belanja apa nantinya.
“Assalamualaikum!” ucap Veri ketika memasuki rumahnya. Namun tidak ada jawaban, tanpa mencari Sari dia langsung menuju ruang Salat untuk meletakkan sejadah yang dia bawa dari mesjid.
Saat memasuki ruangan itu, dia sedikit heran melihat ada yang lagi Salat. Ya, dia tau kalau adiknya lagi halangan. Namun Veri tidak ambil pusing, dia kembali menuju ruang keluarga untuk menonton televisi.
Setelah melaksanakan kewajibannya, Annisa melipat mukena yang dia kenakan dan mengembalikan pada tempatnya. Dia beranjak menuju ruang tamu. Disana sudah ada Veri sedang nonton. Melihat Veri Annisa seketika kikuk.
“Assalamualaikum, maaf, pak. Aku mau kumpul hasil dokumentasi kemarin.” Ungkap Annisa dengan ragu serta malu. Pasalnya, dia sudah berada di dalam rumah sebelum sang tuan rumah.
Veri kaget serta heran sejak kapan Annisa datang di rumah. Perasaan sejak tadi dia tidak mendengar ada yang bersalam. Masa iya, gadis ini masuk tanpa salam.
“Silakan duduk dulu.” Veri mempersilahkan Annisa untuk duduk di depannya.
Annisa mengikuti perintah Veri dan duduk serta mengeluarkan flash dari tasnya. Dia sengaja kumpul pakai flash supaya tidak kelamaan.
“Ini hasil dokumentasinya, pak. Ada di folder dokumentasi.” Annisa menyerahkan flash disk nya.
“Kak Annisa sudah selesai Salat?” Sari turun dari tangga menghampiri keduanya.
“Iya, dik. Terima kasih, ya.” Jawab Annisa sambil tersenyum manis.
‘Oh, jadi tadi yang aku lihat sedang sholat itu Annisa. Masyaallah dia sama sekali tidak melewatkan kewajibannya.’ Gumam veri dalam hati.
“Kak Veri kenapa belum siap-siap? Katanya mau temani Sari belanja.” Sari menyadarkan Veri dari lamunanya.
“ Oh iya, kakak hampir lupa. Kamu tunggu disini kakak ambil kunci mobil dulu di kamar.” Veri berdiri dan mengelus rambut adiknya yang dibalas oleh omelan dari Sari.
“Ih … kak Veri! Rambut aku jadi berantakan, kan.” Rutuk Sari, tetapi Veri malah senyum dan meninggalkan mereka. Namun sebelum dia pergi, Annisa pamit untuk pulang.
“Maaf, pak, aku pamit pulang.” Izin Annisa sama Veri.
“Kakak kesini naik apa?” Sari mengambil alih.
“Aku naik angkot” jawab Annisa.
“Kalau gitu, kak Annisa pulang bareng kita aja. Dari pada harus jalan sendiri sudah malam lagi.” Sari seolah mengerti keinginan Veri, dia sangat ingin mengajak Annisa pulang bareng mereka, namun dia takut akan ditolak juga segan padanya.
“Nggak usah, dek, takutnya merepotkan.” Tolak Annisa sopan.
“Tidak kok, kak, kita nggak bakalan rasa direpotin. Ya, kan kak Veri?” Sari bertanya pada Veri yang sudah siap jalan.
“Iya, kamu bareng kita aja, ini sudah malam. Tidak baik perempuan jalan sendiri.” Veri meyakinkan.
“Tuh kan. Kak Veri saja tidak keberatan.” Sari membujuk kembali.
“Baiklah kalau begitu, terima kasih, ya.” Annisa malu-malu. Mau nolak juga dia tidak yakin bisa dapat angkot dengan cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments