Tidak Sengaja Bertemu Veri

“Maaf pak, aku tidak sengaja.” Annisa merasa bersalah karena telah menabrak Veri, hingga menyebabkan minumannya jatuh ke laut.

“Aku juga minta maaf tadi tidak lihat kamu ada di depanku” Veri juga merasa bersalah karena tidak hati-hati.

“Kak Annisa, bukunya jatuh.” Celetuk Sari menormalkan jantung Annisa dan Veri yang berdetak maraton.

Mendengar pernyataan Sari, sontak Annisa dan Veri melihat ke dalam laut. Buku yang dibawa Annisa adalah novel karya Tere Liye yang berjudul Hujan. Rencananya dia akan baca ketika mendapat tempat yang nyaman di taman itu. Namun semua telah sirna, belum sempat dia membacanya buku itu kini telah hanyut dalam laut. Annisa sangat gelisah melihat buku itu semakin menjauh.

Buku itu Annisa pinjam dari teman kuliah. Dia bingung bagaimana cara mengembalikannya nanti. Mau diganti tapi uang bulanan tidak akan cukup jika dia harus beli buku.

“Apa bukunya sangat penting?” tanya Veri ketika melihat kegelisahan di wajah Annisa.

“Itu hanya novel pak. Yang jadi masalah, itu punya teman” jawab Annisa jujur.

“Kak Annisa suka baca novel juga?” tanya Sari menimpali.

“Iya, sejak SMP aku suka baca novel” jawab Annisa dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

“Waahhh, berarti kak Annisa punya banyak novel dong.” Sari antusias saat membahas masalah novel.

“Tidak, walaupun aku suka baca novel aku belum pernah beli. Selalunya minjam sama teman.” Sesal Annisa.

“Kenapa, kak?” Sari terus saja bertanya.

“Aku harus ngirit, dik, kan aku masih ditanggung orang tua. Jadi, beli novelnya nanti aja kalau sudah punya uang sendiri.” Jawab Annisa.

Saat Annisa menjawab semua pertanyaan Sari, Veri sesekali mencuri pandang pada Annisa.

Hari ini adalah hari ke Annisa berada di kota rantau tanpa bertemu dengan teman kuliah. Mereka semua tengah menikmati libur di kampung halaman masing-masing. Annisa tiba-tiba rindu pada orang tuanya. Segera dia mengambil Hp dan menelpon mamanya.

“Assalamu’alaikum, ma ....” salam Annisa ketika sambungan terhubung.

“Wa’alaikumsalam, kebetulan kamu menelpon.”

“Emang ada apa, ma?” tanya Annisa ketika mendengar kalimat mamanya.

“Ini, ada yang datang nyariin kamu di rumah. Katanya sih, temanmu saat SMP.” Jelas ibu Ima mama Annisa.

“Siapa namanya, ma” Annisa penasaran siapa yang datang di rumah saat dia tidak ada di rumah.

“Nak Satrio, katanya mau pamitan. Dikiranya kamu masih disini”.

Ketika mendengar nama yang disebutkan mamanya, Annisa heran. Untuk apa Satrio pamit kepadanya? Toh selama ini juga tidak akrab.

“Oh, bilang saja aku sudah berangkat, bu.” Ungkap Annisa. Sebenarnya dia ingin bertanya kenapa Satrio datang pamitan di rumahnya, tapi takutnya malah mamanya yang mengintrogasi dirinya.

“Mama sudah kasih tau. Apa kamu mau bicara dengannya?” tanya ibu Ima lembut.

“Tidak, ma, sudah dulu ya. Nanti aku telpon lagi”.

“Ya sudah kamu baik-baik ya disana, Assalmu’alaikum.” Ibu Ima memutuskan sambungan.

“Kalau begitu, aku pamit dulu ya, bu. Kapan-kapan kalau aku libur, nanti mampir kesini lagi” pamit Satrio pada bu Ima.

“Iya nak, hati-hati ya”.

Satrio keluar dari rumah orang tua Annisa dengan rasa kecewa. Dia kecewa karena tidak bisa menemui Annisa. Sementara Annisa heran kenapa Satrio datang di rumahnya. Selama sekolah di SMP, dia tidak akrab dengannya. Bertegur sapa pun tidak.

Setelah meletakkan Hpnya, Annisa menghidupkan laptop. Dia mencari film yang bisa dinonton untuk menghibur diri. Drama korea jadi pilihannya dikala tidak ada buku yang dibaca. Begitulah dia, jika tidak ada buku yang bisa dibaca pasti larinya ke drama. Biasanya dia hanya nonton hanya tiga episode, tapi kali ini tidak. Hampir 15 episode dia nonton drama itu. Kalau bukan karena magrib mungkin dia akan nonton sampai selesai.

Annisa menghentikan aktivitas nonton dan beralih pada kewajibannya untuk Shalat magrib. Setelah melaksanakan Shalat, dia melanjutkan tadarusnya. Baru dua lembar dia baca surah Al-Mudatsir, seketika dia berhenti karena mendengar keributan diluar kos. Dia menyudahi bacaan untuk mengintip apa yang tengah terjadi diluar. Dia hanya mengintip melalui kaca jendela karena tidak berani membukanya.

Saat tengah mengintip, seseorang mengetuk-ngetuk pintu kosnya dengan kasar. Annisa sangat ketakutan hingga air matanya berjatuhan. Dia ingin minta bantuan tapi bingung siapa yang bisa membantunya, karena semua temannya masih liburan.

“Woiii! Yang didalam buka.” Teriak orang dari luar.

Annisa tidak bergerak, hanya air matanya yang bergerak membasahi pipi.

“Ya Allah, tolonglah hambamu yang lemah ini..hiks..hiks” Doa Annisa dalam hati.

Annisa duduk di pojok kamar, dia terus saja melafazkan semua doa yang dia tau. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Teriak untuk minta tolong sama tetangga, tidak mungkin karena para tetangga tidak ada. Semua tetangganya sudah pergi ke lapangan MTQ untuk melihat penampilan Fildan. Saat dia frustasi dan mulai pasrah, tiba-tiba Hpnya bergetar. Ada panggilan masuk dari nomor baru.

“Hiks..hiks.. Assalamu’alaikum ....” salam Annisa terbata-bata karena tangisannya tidak bisa berhenti.

“Wa’alaikumsalam, kak Annisa kenapa?”

Tanpa menanyakan siapa yang ada di sebrang telpon, Annisa sudah mengetahui jika itu adalah Sari. Seringnya mereka cerita membuat Annisa hafal dengan suara Sari.

“Dik, tolong ...! di luar ada preman yang mengetuk pintu kosku dengan kasar. Aku takut!” keluh Annisa rapuh.

“Apa…!? Tapi, kak Annisa tidak kenapa-napa, kan?” tanya Sari khawatir.

“Aku tidak apa-apa, tapi mereka masih ada di depan pintu. Hiks..hiks.. hiks” Annisa makin takut.

“Kak Annisa dalam bahaya kak.” Sari memberitahu Veri yang sedang konsentrasi mengemudikan mobil. Tanpa diberi tahupun, Veri sudah tau karena adiknya menelpon dengan speaker aktiv.

“Tanyakan alamat kosnya, kakak kesana sekarang.” Ucap Veri tidak kalah khawatir. Namun tetap terlihat santai.

Tanpa menunggu Sari bertanya padanya, Annisa sudah mendengar kalimat Veri.

“Di jalan Bunga Mawar, nomor 20.” Jawab Annisa disela tangisnya.

“Kita kesana, ya, kak, kak Annisa jangan menangis.” Sari menenangkan, namun tidak mempan. Annisa sosok gadis yang sangat cengeng.

Setelah memutuskan sambungan telpon dengan Sari, Annisa kembali menangis sesegukan. Dia tidak lagi mendengar suara dari luar, namun dia takut untuk memastikan. Annisa terus saja mengis di pojok kamar dengan mukena yang masih dia kenakan.

“Kamu tidak usah ikut ya” larang Veri pada adiknya. Dia takut membahayakan adiknya jika ikut.

“Iya, tapi aku tunggu dimana kak” tanya Sari.

“Ke rumah Astri saja, nanti kakak jemput setelah dari kossan Annisa” jawab Veri, menghentikan mobil di halaman rumah Astri. Astri adalah teman Veri saat kuliah.

Sari turun dari mobil, sementara Veri kembali melajukan mobil menuju tempat Annisa. Sepanjang jalan dia terus saja berdoa untuk Annisa, dia sangat khawatir hingga perjalanannya terasa jauh. Saat memasuki jalan bunga Mawar, Veri tidak melihat ada orang disana, hanya ada kayu dan batu yang berantakan.

“tok..tok..tok..” Veri mengetuk pintu kamar nomor 20 sesuai arahan Annisa.

Mendengar pintu kamarnya kembali diketuk, Annisa makin ketakutan.

“Pak Veri, kamu dimana” lirih Annisa dalam hati.

“Annisa, ini aku pak Veri. Tolong buka pintunya” panggil Veri dari luar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!