“Coba kamu ke ruanganku, ambil absen yang ada diatas meja. Tadi aku lupa berikan karena kamu buru-buru turun dari motor.” Ungkap Veri kepada Annisa.
“Baik, pak.”
Kesibukan yang dilakukan oleh Annisa, tidak membuatnya memikirkan dosen baru yang lagi gempar di fakultasnya. Baginya, melihat orang-orang tampan di Universitasnya itu wajar. Namun berbeda dengan Veri yang tidak bisa tidur setelah pertemuannya dengan Annisa pagi itu. Bagi Veri, Annisa adalah orang yang sopan, Kalem dan disiplin.
Annisa adalah salah satu mahasiswa di salah satu Universitas di Sulawesi Tenggara. Dia masuk di kampus itu dengan bantuan beasiswa bidikmisi, dan lulus pada jalur mandiri. Sehingga membuatnya tenang dikala teman-teman seangkatannya sibuk belajar untuk persiapan tes.
Diawal kuliah, dia harus sabar karena tinggal di rumah keluarga yang super duper ketat dan disiplin. Mulai dari tidak boleh terlambat pulang, harus menyiapkan sarapan pagi dengan makanan lengkap, hingga tidak boleh keluar saat sudah lewat dari jam enam atau saat azan magrib di kumandangkan. Saat bagi mahasiswa baru yang notabennya memiliki setumpuk tugas setiap harinya, dia harus mengelus dada dikala tugas makalah yang di berikan oleh dosen. Bukan dosennya yang selalu memberi tugas makalah yang dia keluhkan. Namun keluarga yang tidak mengizinkannya keluar walaupun itu untuk kerja tugas.
“Asslamu’alaikum ...,” Annisa dan ketua kelas B dan C, tiba di depan ruangan Veri untuk menghadiri panggilan darinya.
“Waalaikumsalam ... masuk.” Jawab Veri dari dalam.
Annisa dan yang lainnya masuk dengan ragu-ragu. Ya, namanya juga mahasiswa yang ketemu dosennya, apalagi dosen yang belum terlalu dikenalnya. Saat tiba dalam ruangan, mereka mendapati Veri tengah serius menghadap layar monitor di depannya. Hingga membuat kikuk ketiga ketua kelas itu.
“Maaf, pak, kami dari ketua kelas mahasiswa Geografi.” Celetuk Rika, yang dibalas senyuman oleh Veri.
“Oh iya, silahkan duduk!”jawab Veri sambil menutup laptopnya.
“Baik, karena kalian sudah kumpul disini, jadi bapak akan menyampaikan maksud dari adanya kalian disini. Hari sabtu, kita akan adakan praktikum lapangan. Praktikumnya itu dua hari, jadi kita akan bermalam disana.”
“Bermalam, pak!?” spontan Annisa, ketika mendengar kata bermalam
“Iya, kita akan berangkat praktikum sabtu sore, dan akan kembali di hari minggu sore.” Jelas Veri yang membuat Annisa gelisah.
Melihat Annisa yang mulai cemas, Rika dan Dila, mengusap punggung Annisa. Mereka paham degan apa yang menjadi pikiran Annisa. Hal itu membuat Veri heran dan penasaran dengan tingkah tiga mahasiswa yang ada di hadapannya.
“Terus, nanti kelompoknya bagaimana pak?” tanya Dila mewakili Annisa dan Rika.
“Nanti kelompoknya kalian yang bagi, dan untuk alat dan bahannya nanti bapak smskan, karena belum ada konfirmasi dari asistennya kalian.”
“Baik, pak.” Jawab mereka bersamaan, lalu pamit untuk keluar.
“Sabar ya, Nis, ini adalah ujian mahasiswa. Tapi kami yakin kok, kamu pasti bisa melewati itu semua, masa satu malam saja kamu tidak biasa?”.Rika mencoba menghibur Annisa yang khawatir dengan keadaan malam minggu nanti.
“Ada apa ya dengan gadis itu? Kenapa saat aku ngomong akan bermalam, dia kaget begitu. Bukannya mahasiswa itu senang kalau bermalam di puncak, apalagi satu angkatan.” Gumam Veri, ketika Annisa, Rika dan Dila telah menghilang dari pintu ruangannya.
Sepanjang malam Annisa tidak bisa tidur. Bayangannya hanya tertuju pada praktikum besok. Dia tidak tau harus bagaimana, tidak ikut praktikum bisa fatal pada nilainya, ikut praktikum berarti dia harus tanggung risiko. Sama halnya dengan Veri yang sedari tadi hanya menggulingkan badan untuk berusaha tidur. Dia memikirkan kegelisahan yang ada di wajah gadis yang berhasil memikat hatinya.
“Tolong setiap ketua kelas, hitung anggotanya.” Perintah Veri kepada mahasiswanya ketika berkumpul di lapangan kampus.
“Kelas A, berapa jumlahnya?” sambung Veri
“21 Pak, satu orang tidak ada.” Jawab Sarah mengambil alih tugas sahabatnya
“Kelas B dan C lengkap pak.”
“Kelas A, Kenapa tidak lengkap, siapa yang tidak hadir ?” tanya Veri pura-pura tidak tau, padahal dia tau kalau yang tidak ada adalah Annisa, karena sejak dia tiba di lapangan, belum melihat kehadiran Annisa.
“Annisa Salsabila pak.” Jawab Sarah.
“Kenapa tidak hadir, atau dia tidak serius mengikuti kuliah Ilmu Tanah? Ingat ya, praktikum itu satu sks. Jadi kalau ada yang tidak ikut praktikum berarti dia tidak akan lulus.” Jelas Veri kepada mahasiswanya.
“Kurang tau pak, biasanya dia orang yang paling disiplin. Dia tidak pernah sekalipun terlambat apalagi mengabaikan praktikum. Apa boleh aku izin menelponnya pak?” tanya Sarah ragu-ragu, takut dosennya itu akan marah. Padahal inisiatifnya untuk menelpon membuat harapan Veri Muncul kembali.
“Nissa, kamu dimana? Kamu ditanyain sama pak Veri, sebentar lagi berangkat.”.celetuk Sarah ketika sambungan telponnya terhubung.
“Aku ... aku ... a ...” dia terbata-bata menjawab telpon dari sahabatnya itu.
Seolah mengerti dengan kegundahan sahabatnya, Sarah langsung mengeluarkan kata-kata bijaknya.
“ Nis, kamu itu sampai kapan sih begitu terus? Ingat kita itu sudah mahasiswa, tidak menutup kemungkinan kita akan sering keluar bahkan bisa satu minggu di luar ruangan. Jadi kamu harus bisa menyesuaikan mulai dari sekarang. Apa dengan menghindari praktikum Ilmu Tanah kamu akan kuat dengan angin malam nantinya?” jelas Sarah panjang lebar yang berhasil didengar oleh Veri.
“Bukan itu, Sar, soalnya jaket aku basah. Aku takut kalau tidak pakai jaket saat di puncak nanti.” Jawab Annisa khawatir
“Pokoknya aku nggak mau tau, kamu harus datang. Nanti aku bilang sama pak Veri, untuk menunda keberangkatan. Dan aku akan kecewa jika kamu tidak datang. Assalamu’alaikum.” Sarah langsung memutus sambungan telpon
‘Oh, jadi gadis itu phobia angin malam? Pantas kaget saat tau akan bermalam di puncak.’ Veri membatin
“Maaf, pak, Annisa lagi di jalan, lima menit lagi nyampe. Apa bisa keberangkatan ditunda lima menit kedepan?” tinta Sarah pada Veri
“Iya.” Jawab Veri dingin, yang membuat Sarah takut karena telah berbohong. Sarah tidak tau saja kalau tindakannya itu sangat menguntungkan bagi Veri.
Veri mengetahui kalau Sarah telah berbohong, Annisa bukannya di jalan tapi masih dilema antara ikut atau tidak. Namun tindakan Sarah kali ini sangat membuat Veri berterima kasih padanya, tapi ungkapan terima kasih hanya dilontarkan dalam hati. Bakalan berabe seandainya Veri berterima kasih pada Sarah karena sudah membujuk Annisa.
“Maaf pak, aku terlambat.” Ungkap Annisa seraya menundukkan kepala, takut kalau Veri akan memarahinya, sehingga dia harus menanggung malu di depan teman-temannya.
Satu lagi kelemahan Annisa, air matanya gampang mengalir jika dimarahi. Jadi bukannya malu karena terlambat tapi dia takut dimarahi hingga menangis di depan teman-temannya
“Huuhhhh! Nisa … Nisa. Gara-gara kamu kita akan kemalaman sampai di puncak.” Teriak sebagian teman-teman yang kecewa karena Annisa telah menunda waktu keberangkatan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments