Bab 9

Diah termenung seorang diri di dalam kamar. Gadis itu terus menangis seorang diri di ruangannya tanpa tahu harus berbuat apa untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara dirinya dengan Bu Dewi.

"Kenapa barang ini bisa ada di lemariku?" gumam Diah sembari mengusap air mata yang terus mengucur deras di pipinya. Gadis itu benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa perhiasan mampu Dewi tersimpan di dalam lemarinya.

"Apa ada pencuri yang masuk ke sini dan meletakkan perhiasan Bu Dewi di kamarku?" Diah tak dapat mencurigai seseorang. Tanpa bukti yang jelas, gadis itu tak berani menerka-nerka dan menuduh orang sembarangan.

"Aku harus mencari ke mana orangnya? Tidak mungkin ada pencuri yang masuk ke dalam rumah hanya untuk meletakkan kotak perhiasan ini dalam lemariku, kan? Atau memang ada yang sengaja melakukan ini padaku? Apa memang ada yang sedang berusaha untuk menyingkirkanku dari rumah ini?" Kepala Diah terus memikirkan banyak hal.

Ia merasa ada seseorang yang sengaja merancang hal ini untuk menyingkirkan dirinya dari rumah Ardi. Tapi sayangnya Diah kesulitan mencari tahu orangnya, dan tak mencurigai siapa pun di dalam rumah majikannya.

"Hanya ada Mbok Tini di sini. Tidak mungkin juga Tuan Ardi melakukannya padaku, kan? Untuk apa juga Mbok Tini melakukan ini padaku? Selama ini aku selalu berusaha berhubungan baik dengan semua orang di sini, kan?_ gerutu Diah. Gadis itu makin buntu.

"Ke mana aku harus mencari bukti untuk menunjukkan kalau bukan aku pelakunya?" gumam Diah dibuat semakin frustasi dengan keadaannya saat ini. Memang Bu Dewi dan Ardi tidak mempermasalahkan, tapi harga diri dan hati nurani Diah sudah terlanjur terluka.

Diah melangkah menuju pintu, kemudian melirik ke arah kamar Bu Dewi. Pintu kamar Bu Dewi sudah tertutup rapat. Diah belum sempat menjelaskan apa pun pada Bu Dewi. Bu Dewi sudah terlanjur masuk ke dalam kamar sebelum Diah memberikan penjelasan mengenai kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka.

Ya, Bu Dewi juga tidak mengatakan apa pun setelah insiden tersebut. Diah juga tak mempunyai kesempatan untuk mengatakan mengucapkan sesuatu pada Bu Dewi.

Diah benar-benar malu di depan Bu Dewi dan tak memiliki muka. Terlebih lagi saat Bu Dewi harus terpaksa berbohong di depan Ardi dan Mila mengenai perhiasan yang tersimpan di kamarnya.

"Kenapa Nyonya harus berbohong seperti itu?" gumam Diah malu sekali dibuatnya. Jelas-jelas Bu Dewi tak pernah memberikan perhiasan itu padanya, tapi Bu Dewi sampai mengarang cerita seperti itu di depan Ardi.

Diah menatap nanar kotak perhiasan yang ada di tangannya. Karena Bu Dewi membuat cerita telah memberikan perhiasan itu pada Diah, Bu Dewi pun benar-benar memberikan barang itu pada Diah dan saat ini masih dibawa oleh Diah.

Diah menangis dalam diam. Gadis itu menangis sesenggukan seorang diri tanpa tahu kepada siapa ia harus mengadu dan membela diri.

"Nyonya pasti mengira aku benar-benar mengambil perhiasan ini dari kamarnya," gumam Diah kecewa pada dirinya sendiri. "Bu Dewi pasti sudah menganggapku sebagai pencuri saat ini."

Diah tak mempunyai ide untuk membersihkan namanya di depan Bu Dewi. Mukanya sudah terlanjur tercoreng. Kesan baik yang ia bangun selama ini sudah terlanjur hancur karena perhiasan yang ada di pangkuannya saat ini.

"Tuan Ardi pasti juga berpikir yang aneh-aneh sekarang. Hanya aku yang paling sering berkeliaran di kamar Nyonya. Semua orang pasti menuduhku sebagai pencuri," oceh Diah dengan air mata berlinang.

Sementara, Bu Dewi saat ini hanya terbaring di ranjang tanpa melakukan apa pun. Wanita paruh bayi itu menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Wanita itu masih percaya kalau Diah bukanlah pelakunya, tapi Bu Dewi tak bisa menyangkal bukti yang sudah ada di depan mata. Kecuali Diah memberikan bukti kalau bukan Diah yang mengambilnya, barulah Diah bisa membersihkan namanya dari tuduhan sebagai pencuri.

"Dia, aku percaya ... Kamu pasti tidak melakukan hal itu, kan?" gumam Bu Dewi. Meskipun begitu, Bu Dewi tetap saja membutuhkan waktu untuk menenangkan diri dan mempercayai apa kata hatinya.

Ardi pun ikut tak tenang setelah insiden perhiasan yang terjadi di rumahnya. Pria itu benar-benar percaya pada Diah dan ingin mempertahankan Diah sebagai pengasuh ibunya. Meskipun Diah benar-benar mencuri, tetap saja sulit bagi Ardi untuk menyingkirkan Diah yang selama ini sudah banyak membantunya terutama dalam mengurus ibunya hingga Bu Dewi dapat memperlihatkan kemajuan pesat.

"Semoga saja apa yang Mama katakan benar. Diah tidak mungkin melakukan hal itu, kan?" Ardi termenung seorang diri di dalam kamarnya.

Mereka bertiga sama-sama berdiam diri di dalam kamar dan tenggelam dalam lamunan masing-masing. Ardi dan Bu Dewi masih berusaha mempercayai Diah, sedangkan Diah sendiri sudah terlanjur malu dan tak berani lagi menampakkan muka di rumah itu.

****

Keesokan harinya, Diah bangun di saat rembulan belum berganti menjadi matahari. Hari masih gelap, tapi Diah sudah sibuk sendiri di dalam kamarnya.

"Untuk apa lagi aku bertahan di sini?" ujar Diah. Gadis itu mengambil tas besar miliknya dan membuka isi lemarinya, kemudian memindahkan seluruh barangnya ke dalam wadah besar miliknya itu.

Nampaknya Diah ingin menyerah tanpa. Tanpa berusaha membuktikan kalau dirinya tidak bersalah, Diah lebih baik pergi dan menjauh daripada harga dirinya semakin terluka.

Ya, gadis itu mengamati barang-barangnya untuk dibawa pergi dari rumah Ardi. Tidak ada alasan lagi bagi Diah untuk bertahan. Gadis itu sudah benar-benar kehilangan muka.

"Lebih baik aku cari pekerjaan lain saja," gumam Diah.

Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang sudah menjadi tempat istirahatnya selama beberapa bulan terakhir ini. Meskipun pada saat awal bekerja di rumah itu, Diah tidak mendapatkan sambutan yang begitu baik, tapi gadis itu benar-benar senang bisa bekerja dengan Bu Dewi dan Ardi.

"Semangat, Diah! Masih ada banyak tempat mengais rezeki di luar sana. Kalau memang rejekiku bukan di sini, lebih baik aku pergi saja," ujar Diah.

Gadis itu kembali menangis. Derai air mata mulai berjatuhan membasahi pakaian yang tengah ia kemas ke dalam tas.

Baru saja Diah mulai rukun dengan Bu Dewi dan membangun hubungan akrab. Baru saja gadis itu mendapatkan bonus dari Ardi. Tiba-tiba saja ada fitnah keji yang menghancurkan hubungannya dengan majikannya.

"Yang penting kamu bekerja secara jujur selama ini, Diah!" oceh Diah pada dirinya sendiri sembari menatap pantulan wajahnya di cermin kecil di kamar tersebut. "Kamu tidak pernah mengambil barang yang bukan hak kamu. Kamu selalu bekerja jujur selama ini. Aku bangga padamu," sambung Diah mencoba menghibur dirinya sendiri.

Siapa lagi yang bisa membantu dia saat ini kalau bukan dirinya sendiri? Gadis itu sudah membulatkan tekad untuk meninggalkan rumah tersebut dan pulang ke kampung halamannya untuk membangun kehidupan baru.

"Tidak ada barang yang ketinggalan kan?" gumam Diah. Gadis itu sudah menyiapkan barang-barang yang telah ia ke kemas di dekat pintu.

Diah sudah memutuskan, hari itu akan menjadi hari terakhirnya bekerja sebagai pengasuh Bu Dewi. "Ayo kita selesaikan tugas terakhir kita di rumah ini hari ini juga!"

****

Terpopuler

Comments

keysha Azzahra

keysha Azzahra

goblog d piara,,jtnya ada cctv,,author bner2 dah bkin esmosi ane naek aja,,keren thor

2023-10-19

0

Ganuwa Gunawan

Ganuwa Gunawan

Ardi kan kmu punya CCTV kamar nya bu Dewi

2023-02-20

2

Irma Tjondroharto

Irma Tjondroharto

cctv ardi.. cctv... kok km jd lupa gt.. kan ada cctv di kamar ibu mu.. ayolah

2023-02-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!