Prang! Untuk ke sekian kalinya Bu Dewi kembali memecahkan gelas dan piring di depan Diah. Entah sudah berapa kali Bu Dewi menghancurkan alat makan di depan gadis muda itu.
Sikap Bu Dewi makin lama semakin kasar. Wanita paruh baya itu terus berteriak dan memperlakukan dia dengan sangat buruk. Semua orang yang mengurus wanita rewel itu pasti dibuat menyerah karena sikap Bu Dewi yang begitu menyebalkan dan melelahkan.
"Aku tidak mau makan!" ketus Bu Dewi pada Diah.
Tak hanya berkata kasar, Bu Dewi juga bersikap begitu kasar pada Diah. Sering membentak Diah dan memperlakukan Diah seenaknya. Tapi untungnya Diah bisa mengatasi Bu Dewi dengan sabar.
"Nyonya harus tetap makan. Bagaimana Nyonya bisa sembuh nantinya kalau Nyonya tidak mau makan?" sahut Diah dengan suara lembut.
Bu Dewi benar-benar tak menyangka Diah masih bisa bersikap lembut dan sopan di depan Bu Dewi. Sudah beberapa hari sejak Diah bekerja di sana, dan Diah masih tetap bekerja dengan baik seperti biasa.
Diah tidak bersikap kasar seperti pengasuh sebelumnya. Diah juga masih berusaha sabar menghadapi tingkah Bu Dewi yang menjengkelkan.
"Saya ambilkan makanan baru, ya?" tawar Diah pada Bu Dewi.
"Kenapa gadis itu masih saja bersikap baik padaku?" gumam Bu Dewi. "Dia benar-benar gigih dalam mencari perhatian putraku! Awas aja kamu ya, Diah! Jangan harap kamu bisa terus-terusan mencari muka di depan putraku!"
Tak lama kemudian, Diah kembali muncul dengan piring makanan yang baru. Gadis itu menyuapi Bu Dewi dengan telaten, layaknya merawat ibunya sendiri. Berulang kali Bu Dewi menampar sendok yang dibawa oleh Diah hingga makanan berceceran, tetapi Diah masih terus tersenyum dan bersikap hangat pada Bu Dewi.
"Nyonya ingin minum? Nyonya baru makan sedikit. Buka lagi mulutnya, ya?" cetus Diah sembari melayangkan sendok ke arah Bu Dewi.
"Ambilkan aku air putih hangat!" perintah Bu Dewi dengan galaknya pada Diah.
"Baik, Nyonya!"
Beberapa menit kemudian, dia pun kembali dengan membawa satu gelas air putih yang diminta oleh Bu Dewi. Namun, lagi-lagi Bu Dewi mencari masalah hanya karena air putih.
Prang! Wanita paruh baya itu melempar gelas air minumnya ke lantai. "Air putih yang terlalu dingin! Aku bilang air putih hangat! Kamu tidak dengar, ya?" omel Bu Dewi.
Diah menghela napas. Gadis itu segera membersihkan air yang berceceran di lantai, dan mengambilkan air minum yang baru.
"Ini, Nyonya! Airnya lebih hangat daripada air yang sebelumnya," ujar Diah.
Bukannya meminum air tersebut, Bu Dewi justru menyiramkannya pada wajah Diah. "Air minumnya ada semutnya! Kamu bisa kerja tidak, sih? Mengambilkan air minum saja tidak becus!"
Diah mengusap wajahnya yang basah. Apa pun yang dilakukan oleh Bu Dewi padanya, gadis itu tidak akan menyerah dengan mudahnya.
"Maaf, Nyonya! Akan saya ambilkan yang baru!" cetus Diah.
"Tidak perlu!" sahut Bu Dewi. "Kamu terlalu lelet!"
Diah hanya diam dengan kepala tertunduk. Gadis itu kembali membereskan peralatan makan majikannya dan kembali menjalankan tugas yang lain.
"Nyonya, kita basuh tubuh Nyonya dulu, ya? Saya sudah siapkan air hangat," ujar Diah kembali ke kamar dengan membawa handuk kecil dan baskom.
Bu Dewi hanya diam dan tak menggubris Diah. Begitu dia mendekati Bu Dewi dengan baskom penuh air, wanita itu pun langsung menyambar baskom hingga airnya tumpah dan membasahi pakaian Diah.
Lantai kamar Bu Dewi kembali basah dan Diah harus mengepelnya lagi. Sudah lebih dari lima kali, gadis itu terus membersihkan lantai karena ulah Bu Dewi.
"Nyonya, kita basuh wajah dan tangan saja. Mau, ya? Saya akan membantu Nyonya mengganti pakaian," bujuk Diah.
"Tidak mau!" ketus Bu Dewi.
Bu Dewi benar-benar rewel. Pantas saja banyak pengasuh yang tidak betah. Tidak akan ada orang yang sanggup merawat bayi besar menyebalkan seperti Bu Dewi.
"Hanya membasuh wajah sebentar saja. Saya akan ambilkan pakaian ganti," sahut Diah.
Begitulah hari-hari Diah selama merawat Bu Dewi. Bu Dewi membuat kamar tersebut seperti neraka bagi Diah. Baru beberapa hari bekerja saja, badan Diah sudah terasa remuk. Kesabaran gadis itu juga benar-benar diuji.
"Kenapa dia masih saja bertahan di sini?" gerutu Bu Dewi sembari memandangi Diah yang tengah membersihkan kamar dengan semangat.
Malam harinya, Ardi pun menyempatkan diri untuk melihat keadaan ibunya. Bu Dewi langsung merengek dan mengadu pada sang putra mengenai Diah.
"Ardi, kenapa kamu baru pulang?" protes Bu Dewi pada sang putra.
Ardi masuk ke dalam kamar sang ibu dan menemani ibunya itu berbincang sejenak setelah seharian pria itu bekerja di kantor. "Maaf, Ma. Ardi sedang ada banyak pekerjaan di kantor," sahut Ardi.
"Mama tidak suka dengan Diah! Tolong pecat saja Diah!" ujar Bu Dewi pada Ardi.
Padahal selama ini Diah selalu bersikap baik pada Bu Dewi, tapi ternyata Bu Dewi masih saja tidak puas dan mencari-cari kesempatan untuk menyingkirkan Diah.
"Memangnya Diah kenapa, Ma? Apa Diah tidak merawat Mama dengan baik?" tanya Ardi.
Bu Dewi terdiam. Kalau dipikir-pikir, beberapa hari ini Diah mengurus Bu Dewi dengan telaten. Gadis itu juga selalu bersikap lembut pada Bu Dewi.
"Pokoknya Mama tidak suka pada Diah! Tolong usir Diah dari sini!" pinta Bu Dewi.
Ardi mengusap lembut punggung tangan sang ibu. "Ma, Diah bisa merawat Mama, kan? Diah tidak bersikap kasar pada Mama, kan? Tolong coba dulu, Ma! Siapa tahu Mama cocok dengan Diah," ujar Ardi mencoba memberikan pengertian pada sang ibu.
Jika Diah harus pergi sekarang, ke mana lagi Ardi harus mencari pengganti? Sangat sulit menemukan pengasuh baru bagi ibunya.
"Mama tidak suka pada Diah! Diah itu ... dia sangat ... sangat lelet! Mama tidak suka!" tukas Bu Dewi mencoba membuat kesan jelek mengenai Diah di depan Ardi.
"Apa Diah membuat Mama jengkel? Ardi akan menegur Diah," ujar Ardi berusaha membujuk ibunya untuk tetap bertahan dengan Diah.
Untungnya, Ardi bisa bersikap netral. Pria itu tak serta merta memihak ibunya. Ardi juga berusaha mencari kejelasan pada Diah. Ardi tidak menelan mentah-mentah keluhan dari Bu Dewi dan mencoba memberikan pengertian pada dua belah pihak.
"Diah, bisa kita bicara sebentar!" panggil Ardi begitu ia selesai berbicara dengan sang ibu. Sudah beberapa kali Bu Dewi mengeluh soal Diah pada Ardi, tapi Ardi tetap bersikap adil dan tidak langsung melimpahkan kesalahan pada Diah.
"Ya, Tuan?"
Pegawai dan majikan itu pun berbincang sejenak di luar kamar Bu Dewi, membahas tentang perawatan sang ibu. "Bagaimana, Diah? Kamu masih sanggup merawat Mama saya, kan? Ada sesuatu yang ingin kamu keluhkan?" tanya Ardi masih dengan ekspresi dingin.
"Saya masih sanggup, Tuan. Saya akan merawat Nyonya dengan baik!" ujar Diah.
Melihat Diah yang masih begitu sabar dan bersemangat, Ardi pun tak memiliki alasan untuk menyingkirkan Diah. Ardi masih sangat membutuhkan Diah untuk mengurus ibunya.
"Apa pun yang dilakukan Mamaku, tolong maklumi saja! Kamu harus tetap memberikan pelayanan yang terbaik untuk Mamaku! Mengerti?" perintah Ardi pada Diah.
Kali ini Ardi mencoba menumpukan harapan pada Diah. Ardi harap, Diah bisa bertahan lebih lama dan merawat ibunya dengan baik.
"Semoga saja Diah bisa bertahan!" gumam Ardi.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Bzaa
sengaja nyari perhatian dan bikin Diah ga betah
2023-10-19
0
Debbie Teguh
emosinya gak stabil ya, ngambekan, curigaan dll dsb dkk
2023-05-24
0
Nurmalia Irma
tapii memang sangat butuh banyak stok sabar utk merawat org yg kena stroke..aku mengalaminya 😞
2023-03-17
1