Ardi menatap layar monitornya dengan seksama. Pria itu nampak serius saat memandangi dua sosok wanita yang terpampang jelas dari layar.
Ternyata Ardi saat ini tengah mengawasi kegiatan Diah bersama dengan Bu Dewi. Ya, Ardi memasang CCTV dan diam-diam memantau pekerjaan Diah yang tengah merawat Bu Dewi di rumah.
Baik Diah maupun Bu Dewi, mereka tidak tahu kalau keduanya tengah diawasi kamera pengintai dan dipantau langsung oleh Ardi dari kantor. Meskipun tak bisa merawat ibunya secara langsung, Ardi masih tetap memberikan perhatian pada ibunya dengan mengawasi kegiatan yang dilakukan pengasuh pada Bu Dewi selama Ardi tidak ada di rumah.
Ardi benar-benar tak menyangka, ibunya sungguh tega menyiksa Diah selama gadis itu bekerja di sana. Namun, Diah tak pernah sekalipun membuat keluhan pada Ardi dan tetap menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
"Diah benar-benar tahan banting," gumam Ardi cukup salut dengan Diah yang masih sanggup bertahan menghadapi ibunya.
Sekejam apa pun Bu Dewi, Diah tetap tersenyum di depan wanita tua yang tengah sakit itu. Ardi benar-benar terkesima pada etos kerja Diah. Karena inilah, Ardi masih berusaha mempertahankan Diah untuk mengasuh ibunya.
"Diah, kenapa bisa ada manusia sesabar kamu?" gumam Ardi.
Malam harinya, Ardi pulang ke rumah dan mendengar suara berisik dari dapur. Pria itu melihat Diah yang tengah sibuk membuat mie instan untuk makan malam selagi Bu Dewi tertidur.
"Diah?" tegur Ardi pada Diah hingga membuat gadis itu terkejut.
Diah terperanjat dan segera menoleh ke arah Ardi. "T-tuan baru pulang?" sapa Diah canggung.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ardi sembari melirik panci mie yang ada di atas kompor. "Kamu masak mie instan? Memangnya tidak ada makanan? Mbok Tini tidak memasak?"
Meskipun terlihat cuek dan dingin, tapi Ardi bukan tipe bos jahat yang akan menyiksa pegawainya sendiri. "Ada banyak makanan yang bisa kamu makan, kan? Kenapa harus membuat mie instan? Kalau kamu sakit, siapa yang jagain Mama?" omel Ardi.
"Mbok Tini masak banyak, Tuan. Ingin saya siapkan makan malam sekarang?" tawar Diah.
"Temani aku makan!"
Rencana Diah untuk menyantap mie instan pun sukses digagalkan oleh Ardi . Gadis itu pun menyantap makan malam bersama dengan majikannya dengan melahap masakan dari asisten rumah tangga di rumah Ardi.
"Kondisi Mama bagaimana?" tanya Ardi. "Mama sudah tidur?"
Diah mengangguk. Memang belum ada banyak perubahan yang ditunjukkan oleh Bu Dewi. Selama satu bulan Diah bekerja, Bu Dewi masih tetap bersikap ketus dan kasar pada Diah, dan masih tetap berbaring di ranjang seperti biasa.
"Nyonya sudah tidur. Beberapa hari ini Nyonya memang kurang nafsu makan. Tapi saya selalu menjaga Nyonya untuk meminum obat secara teratur dan tepat waktu," terang Diah.
Ardi cukup yang terkesan dengan kejujuran Diah. Diah tidak mencoba mengada-ada dan membuat-buat kesan bagus di depan Ardi. Gadis itu mengungkapkan keadaan ibunya secara apa adanya.
"Apa Mama membuat kamu repot?" tanya Ardi tiba-tiba.
Diah menggeleng. Gadis itu tidak merasa terbebani dengan sikap menjengkelkan Bu Dewi pada dirinya. Diah cukup memahami dan memaklumi sikap Bu Dewi padanya.
"Repot bagaimana, Tuan? Semua orang yang mengurus pasien pasti kerepotan. Tapi ini memang pekerjaan saya dan kewajiban saya untuk merawat Bu Dewi, kan?"
"Kamu tidak kesulitan merawat Mama?" tanya Ardi.
"Sejauh ini saya masih bisa menangani Bu Dewi, Tuan."
"Kalau kamu mau mengeluh, mengeluh saja! Aku sangat tahu kalau Mama memang rewel dan menjengkelkan. Aku tidak akan menyalahkan kamu kalau kamu mengeluh sekali dua kali," sahut Ardi.
"Baik, Tuan. Lain kali saya akan mengeluh," timpal Diah. Gadis itu masih sempat tertawa kecil, meskipun wajah Ardi masih dingin seperti biasanya.
Jawaban Diah benar-benar membuat Ardi merasa tenang sekaligus gundah. Sikap Diah perlahan mulai mengusik Ardi. Pria itu menjadi semakin sering memperhatikan CCTV Dan makin sering mengawasi Diah saat bekerja mengurus ibunya.
"Diah benar-benar rajin!" puji Ardi selama pria itu mengawasi Diah melalui CCTV. Di depan Ardi maupun di belakang Ardi, gadis itu tetap rajin seperti biasa dan tidak berusaha mencari muka seperti pengasuh-pengasuh sebelumnya.
"Nyonya, hari ini cuaca sangat cerah!" ucap Diah mencoba mengajak Bu Dewi untuk berbincang.
Bu Dewi justru dengan sengaja mengabaikan Diah. Entah sudah berapa kali Diah terus mengocehkan tentang cuaca cerah pada Bu Dewi, dengan maksud untuk mengajak Bu Dewi menikmati udara segar di luar. Sudah terlalu lama berbaring di ranjang tentunya pasti membuat Bu Dewi bosan. Karena itu, Diah pun berusaha untuk membawa wanita paruh baya itu keluar rumah dan menikmati udara segar di taman belakang yang penuh dengan bunga.
"Apa Nyonya tidak bosan di kamar terus? Nyonya pasti lelah terus berbaring, kan? Bagaimana kalau kita menghirup udara segar di luar?" ajak Diah. Gadis itu tak henti-hentinya mencoba membujuk Bu Dewi untuk menikmati sinar matahari di luar meskipun Bu Dewi tak peduli sedikitpun dengan bujukan dari Diah.
"Aku tidak mau pergi kemanapun! Berhentilah membujukku!" ketus Bu Dewi.
"Tapi taman di belakang rumahnya Nyonya benar-benar indah. Saya sering melihat Mbok Tini yang menyiram bunga-bunga di taman. Sudah banyak bunga yang mekar di sana. Nyonya tidak ingin melihatnya? Saya benar-benar kagum saat melihat taman belakang di rumah Nyonya yang begitu cantik,"ujar Diah.
Bu Dewi memang sudah terlalu lama berbaring di ranjang. Entah kapan terakhir kali wanita paruh baya itu mengurus taman di belakang rumahnya. Sudah lama sekali Bu Dewi tidak melihat bunga-bunga di taman dan menikmati sinar mentari yang menghangatkan. Lama-kelamaan, wanita paruh baya itu perlahan mulai terbujuk oleh Diah.
"Ada banyak sekali bunga di taman belakang. Kapan terakhir kali Nyonya melihat taman di belakang rumah?" tanya Diah.
"Kamu ingin mengejekku? Ini rumahku! Tentu saja aku yang lebih tahu rumahku! Aku juga sering mengurus taman di belakang dulunya! Beberapa bunga di taman juga aku tanam sendiri!" sungut Bu Dewi. Diah mengulas senyum. "Kalau begitu, Nyonya tidak ingin melihat bagaimana keadaan taman sekarang? Mungkin bunga-bunga yang Nyonya tanam sudah tumbuh subur dan menghasilkan bunga yang cantik! Nyonya tidak ingin melihatnya sendiri?"
Akhirnya, Bu Dewi pun berhasil dibujuk oleh Diah. Wanita paruh baya itu mau diajak keluar jalan-jalan di taman belakang rumahnya.
"Bagaimana aku bisa ke sana?" tanya Bu Dewi.
"Kita bisa gunakan kursi roda Nyonya. Mari saya bantu!" Diah dengan sabar dan telaten membantu Bu Dewi untuk duduk di kursi roda.
"Kamu bisa? Kalau aku jatuh bagaimana?" cetus Bu Dewi cemas. Untuk pertama kalinya wanita itu kembali bangun dari ranjang setelah berbulan-bulan.
"Nyonya tenang saja! Saya akan memegang Nyonya dengan erat!" sahut Diah.
Benar-benar sebuah kemajuan pesat, di mana Bu Dewi yang sebelumnya hanya bisa berbaring di ranjang, kali ini sudah bisa duduk di kursi roda dan bergerak ke sana kemari meskipun menggunakan bantuan kursi roda. Bu Dewi sendiri tak menyangka dirinya kini sudah bisa bergerak ke sana kemari meskipun masih menggunakan alat bantu.
"Mari, Nyonya!" ajak Diah sembari mendorong kursi roda Bu Dewi menuju ke taman belakang. Wajah muram Bu Dewi pun perlahan menjadi cerah kembali. Tubuh pegalnya terasa lebih segar. Pandangan matanya juga terlihat lebih cerah. Dari yang biasanya hanya bisa berbaring dan menatap langit-langit kamar, kali ini Bu Dewi sudah bisa menggerakkan beberapa bagian tubuhnya dan menikmati kembali siraman mentari hangat di sekeliling taman yang sejuk nan memanjakan mata.
"Wah! Banyak sekali bunga yang sudah mekar!" gumam Bu Dewi dengan manik mata berbinar.
Diah ikut senang melihat Bu Dewi yang sudah bisa menampakan wajah sumringah di tengah-tengah taman bunga nan indah. "Mau saya bantu memetik bunga? Ada banyak bunga cantik di sini. Nyonya ingin memetiknya?"
Bu Dewi mengangguk dengan antusias. Diah pun bergegas memetikkan beberapa tangkai bunga yang kemudian diberikan kepada Bu Dewi. Bu Dewi mulai aktif menggerakkan jemarinya dan berkeliling ke sana kemari menggunakan kursi roda.
"Tamannya benar-benar cantik! Aku benar-benar rindu," gumam Bu Dewi sembari menatap hari bunga yang ada di tangannya.
Akhirnya usaha Diah merawat Bu Dewi selama ini pun mulai berbuah manis. Sedikit demi sedikit Bu Dewi mulai menunjukkan kemajuan dan perubahan besar. Perlahan, Diah mulai bisa meluluhkan sikap keras dan hati dingin Bu Dewi.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Bzaa
kesabaran yang berbuah manis
2023-10-19
0
Erna Fadhilah
kamu yang sabar aja di, sebentar lg bu dewi akan luluh padamu
2023-02-25
1
🌷💚SITI.R💚🌷
alhamdulullah..berkat kesabaran duah dlm merawat bu dewi..ga sia² kegigihany tuk meluluhkn hati bu dewi..ni pasti ardi seneng banget liha perkembangan bu dewi...lanjuut thooor
2023-02-02
1