Bab 4

"Diah!" panggil Bu Dewi pada pengasuhnya yang tengah sibuk mengambilkan air untuknya.

Diah pun segera kelimpungan berlari menghampiri majikannya dan melihat wajah Bu Dewi yang sudah pucat. "Kamu ke mana saja? Jangan pergi jauh-jauh!" omel Bu Dewi dengan galaknya.

"Maaf, Nyonya! Saya hanya sedang mengambil air hangat untuk Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?"

"Aku ingin muntah!" Bu Dewi nampaknya saat ini tengah dalam kondisi yang kurang sehat.

Tak lama kemudian, rasa mual pun mulai menyerang Bu Dewi, hingga akhirnya wanita itu mengeluarkan isi perutnya di depan Diah. Karena belum sempat mengambil wadah, Diah pun dengan sigap menadahi muntahan majikannya dengan kedua tangan. Bu Dewi cukup terkejut melihat aksi dia yang terlihat tidak jijik saat mengurus dirinya yang tengah muntah.

"Nyonya baik-baik saja? Apa perut Nyonya terasa sakit?" tanya Diah dengan lembut. Gadis itu segera membersihkan muntahan Bu Dewi, dan segera mengambilkan air serta obat untuk Bu Dewi.

"Nyonya masih mual? Ingin saya buatkan bubur? Saya ambilkan minuman hangat sebentar," ujar Diah.

Bu Dewi menatap nanar punggung gadis yang selalu omelinya itu. Setiap hari Bu Dewi terus bersikap kasar dan berbicara ketus pada gadis itu, tapi Bu Dewi terus mendapatkan senyuman dan tutur kata lembut dari Diah.

"Diah, apa kamu tidak kesal sedikitpun padaku? Meskipun aku majikan, apa kamu akan tetap bersikap sesabar itu?" gumam Bu Dewi.

Lambat laun, Bu Dewi mulai merasakan ketulusan Diah dalam merawat dirinya. Gadis itu selalu siap siaga dan selalu menampakan wajah penuh senyum pada Bu Dewi. Benar-benar berbeda dengan pengasuh-pengasuh sebelumnya yang tidak sabaran dan bersikap kasar pada Bu Dewi, sikap Diah sungguh hangat hingga membuat Bu Dewi luluh.

"Diminum dulu obatnya, Nyonya," ujar Diah.

Seperti biasa, gadis itu merawat Bu Dewi dengan penuh yang perhatian. Dan seperti biasa, Bu Dewi masih saja ketus pada Diah, tapi jauh di lubuk di hati Bu Dewi, wanita paruh baya itu sudah mengakui ketulusan hati Diah.

"Apa yang Nyonya rasakan sekarang? Nyonya masih bisa menahannya, kan? Atau kita ke rumah sakit saja sekarang?" tawar Diah.

"Tidak perlu! Aku baik-baik saja!" tukas Bu Dewi.

Kruuukkk! Di sela-sela percakapan mereka, tiba-tiba terdengar suara perut keroncongan. Tentu saja suara perut itu berasal dari Diah.

Ya, terlalu sibuk merawat Bu Dewi membuat gadis itu sampai lupa makan dan mengurus dirinya sendiri. Bu Dewi pun sukses dibuat terharu dengan kebaikan Diah yang lebih mengutamakan dirinya.

"Kamu pergi saja sana! Aku ingin istirahat! Jangan ganggu aku!" omel Bu Dewi sengaja mengusir Diah dari kamar agar Diah mempunyai waktu untuk beristirahat dan mengurus diri.

Ya, wanita paruh baya itu hanya berpura-pura ketus karena gengsi. Sebenarnya Bu Dewi mulai memperhatikan Diah, tapi ia tak mau mengakui.

"Kalau Nyonya butuh sesuatu bagaimana? Saya akan menunggu di sini sampai Nyonya tertidur," cetus Diah.

"Kalau kamu di sini, aku jadi kesulitan tidur! Kamu pergi saja sana!" usir Bu Dewi mulai tak tega melihat wajah lelah Diah. "Cepat pergi dari sini! Aku akan memanggilmu jika aku butuh nanti!"

Dia pun segera menyingkir dari kamar Bu Dewi. Gadis itu menggunakan waktu sebaik mungkin untuk mengurus diri dan menikmati sarapan pagi yang belum sempat ia makan.

"Diah, kenapa kita baru bertemu sekarang?" gumam Bu Dewi.

Selesai menyantap makanan, Diah segera kembali ke kamar Bu Dewi dan mengurus wanita paruh baya yang tengah buang air itu. Diah masih tetap telaten mengurus Bu Dewi yang berkali-kali buang air dan membersihkannya tanpa rasa jijik.

Ardi yang melihat pekerjaan Diah pun makin dibuat terkesima. Adanya Diah benar-benar cukup membantu Ardi untuk mengurus ibunya yang masih mengalami kelumpuhan.

"Diah, kamu sangat rajin. Sepertinya aku harus memberikan sesuatu pada Diah," gumam Ardi.

****

"Sudah sore, Nyonya. Kita masuk ke dalam saja, ya?" ajak Diah pada Bu Dewi yang sangat ini tengahnya berkeliling di halaman rumah untuk menikmati senja indah di sore hari.

Bu Dewi semakin sering menggunakan kursi rodanya dan meminta Diah untuk sesekali mengajaknya berjalan-jalan di luar untuk menghirup udara segar. "tunggu sebentar ya, Diah! Aku masih ingin menikmati sore yang cerah ini," ujar Bu Dewi.

"Kamu sebelumnya pernah merawat orang yang terkena stroke, ya?" tanya Bu Dewi membuka perbincangan. Jarang-jarang Bu Dewi mengajak Diah berbincang terlebih dahulu. Biasanya Diah yang akan terus mengoceh, hingga membuat Bu Dewi jengah dengan kecerewetan Diah.

"Kenapa, Nyonya? Apa pekerjaan saya tidak terlalu bagus?" tanya Diah cemas. "Saya memang tidak mempunyai banyak pengalaman mengurus pasien stroke, tapi saya pernah merawat ibu saya yang menderita stroke berat selama lima tahun. Saya akan belajar lebih giat lagi untuk merawat Nyonya," sambung Diah.

"Ibu kamu sakit stroke?" tanya Bu Dewi. Justru karena pekerjaan Diah terlalu bagus, Bu Dewi pun penasaran dengan pengalaman kerja yang dimiliki oleh Diah. Pantas saja gadis itu sangat telaten dalam merawat dirinya, Diah sendiri sudah terbiasa mengurus pasien stroke berat selama bertahun-tahun.

Diah menganggukkan kepala. "Betul, Nyonya. Saya sendiri yang merawat ibu saya sampai ibu saya meninggal," ungkap Diah.

"Ibu kamu sudah meninggal?" tanya Bu Dewi merasa tak enak hati sudah mengungkit tentang ibunda dari Diah.

"Ibu saya belum lama meninggal, Nyonya. Sebelumnya saya sibuk merawat ibu saya. Setelah ibu saya meninggal, saya pun mulai mencari pekerjaan sebagai pengasuh. Lagi pula saya juga hidup yatim piatu setelah ibu saya meninggal. Saya tidak mempunyai kegiatan lain lagi selain bekerja untuk diri saya sendiri," terang Diah.

"Jadi kamu sudah tidak punya keluarga lagi? Kamu sendiri yang merawat ibu kamu sampai meninggal?"

Diah mengulas senyum. "Ibu saya juga mengalami stroke parah dan hanya bisa berbaring di ranjang setiap harinya. Saya sudah terbiasa merawat ibu yang terbaring di ranjang dan saya juga sudah terbiasa mengurus ibu saya yang tidak bisa melakukan aktivitas seorang diri. Berbekal dari pengalaman ini, saya pun memberanikan diri untuk mencari pekerjaan sebagai pengasuh."

"Kamu pasti kesulitan mengurus ibu kamu sendirian selama lima tahun sampai meninggal," ujar Bu Dewi bersimpati pada Diah.

Obrolan mereka pun terhenti karena kedatangan Ardi yang sudah kembali dari kantor di sore hari. "Apa yang Mama lakukan di sini? Sudah hampir gelap, lebih baik Mama masuk sekarang."

"Ardi? Kamu pulang lebih awal?" sambut Bu Dewi.

Ardi pun mengambil alih kursi roda ibunya dari Diah dan mendorong kursi tersebut untuk masuk ke dalam. Bu Dewi yang biasanya hanya menikmati makan malam di kamar, saat ini sudah bisa menemani Ardi menikmati makan malam di meja makan bersama.

"Mama sudah semakin sering pakai kursi roda, ya? Bagaimana keadaan Mama? Sudah lebih baik? Berbaring terus pasti membuat Mama bosan, kan?"

Bu Dewi tersenyum tipis. "Mama lebih sering mengunjungi taman di belakang sekarang. Punggung Mama juga sudah tidak lagi sakit karena terlalu lama berbaring," timpal Bu Dewi.

Ardi benar-benar bersyukur, kedatangan Diah benar-benar membuat perubahan besar pada ibunya. Begitu makan malam usai, Ardi pun menyempatkan diri untuk berbincang dengan pengasuh ibunya itu.

"Diah, bisa kita bicara sebentar?" tanya Ardi.

"Ada apa, Tuan?" tanya Diah.

Kali ini Ardi harus mengakui kerja keras Diah yang sudah melakukan tugas dengan baik selama menjadi pengasuh Bu Dewi. Sebagai ucapan terima kasih, dia bahkan mempersiapkan bonus untuk pegawainya itu.

"Ini untuk kamu!" ujar Ardi sembari menyodorkan amplop untuk Diah.

Diah menerima kertas amplop tersebut dengan dahi berkerut. "Apa ini, Tuan?"

"Terima kasih banyak kamu sudah merawat Mama saya dengan baik. Ini bonus untuk kamu. Berkat kamu, Mama saya sudah tidak lagi berbaring di ranjang dan bisa bergerak bebas meskipun masih menggunakan kursi roda. Selama ini kamu juga sudah rajin dan telaten mengurus mama. Saya benar-benar berterima kasih. Terima kasih banyak, Diah."

Diah benar-benar terharu mendapatkan ucapan terima kasih dari majikannya yang judes dan dingin itu. Diah menerima dengan senang hati bonus dari Ardi dan berjanji akan bekerja lebih giat lagi untuk mengurus Bu Dewi. "Terima kasih banyak sudah mempercayakan Nyonya pada saya. Saya akan bekerja lebih baik lagi untuk ke depannya."

Hari-hari Diah bekerja di tempat Ardi pun semakin mudah. Bu Dewi sudah mulai bersikap lembut padanya dan Ardi juga memperlakukan dirinya dengan baik. Dia benar-benar beruntung mendapatkan majikan yang begitu baik dan perhatian pada dirinya seperti Ardi dan Bu Dewi.

****

Terpopuler

Comments

Bzaa

Bzaa

semangat Diah💪😘

2023-10-19

0

Rabiatul Addawiyah

Rabiatul Addawiyah

Lanjut thor

2023-02-02

1

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

diah bekerja dengan baik bisa meluluhkn hati bu dewi dan ardi...tr kebalikany bu dewi berusaha meluluhkn hati diah tuk jadi menantuy..🤣🤣🤣😍😍

2023-02-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!