Siang telah berganti malam, waktu menunjukkan pukul 11 malam. Sarah berada di kamar sedang mengerjakan tugas kampus. Gadis ini duduk di meja belajar dihadapanya berjajar buku-buku yang telah ia baca. Gadis cantik ini mulai menguap menandakan bahwa ia harus berhenti membaca ia pun menutup bukunya, kemudian berdiri hendak menuju tempat tidur. Saat Sarah hendak merebahkan tubuh niatnya terhenti ketika sesosok wanita masuk ke dalam kamar hingga membuatnya tersentak. Perempuan ini berjalan menghampiri Sarah lalu duduk di pinggir kasur. Hendak bicara penting dengan Sarah.
"Arsen belum pulang Ra! Ngak biasanya dia terlambat pulang? Kemana dia? Kamu ketemu ngak dia tadi di kampus?" cecar Erina dengan banyak pertanyaan pada gadis cantik ini menghawatirkan keadaan anak tirinya.
Sarah mendengus melihat gurat wajah ibunya, mencemaskan Arsen. Pemuda yang tak pernah menghormatinya.
"Ara ngak tahu bu. Ara ngak perhatikan dia di kampus ada atau tidak," jawabnya dengan tak bersemangat.
"Kemana dia kira-kira dia Ra? ibu khawatir!" tanya Erina kejadian tadi pagi tentang perjodohan membuat Erina takut Arsen akan berbuat aneh-aneh setelah mendengar rencana perjodohannya.
Sarah menarik napas menenangkan hati yang terasa teriris mendengar kecemasan ibu kandungnya. "Bu, dia itu bukan anak kecil lagi, dia bisa jaga diri. Seperti biasa anak itu pasti bersenang-senang dengan temannnya di club malam," jelas Sarah.
"Ra, tolong kamu cari dia ya," pinta Erina menatap putrinya dengan tatapan memohon.
"Kenapa harus Ara yang mencarinya, kan banyak penjaga di rumah ini yang bisa ibu perintahkan," tolak Sarah. Ia tak ingin berhubungan dengan pemuda angkuh itu.
"Kalau ibu menyuruh mereka, mereka akan memberikan laporan pada papanya. Kasian dia Ra kalau harus menerima amarah dari papanya. Kamu aja yang nyari lagian kamu satu kampus dengannya dan tahu kan temannya. Tolong cari dia Ra."
Seketika emosi Sarah naik mendengar permintaan ibunya. "Ibu ini sudah jam berapa?" Sarah menunjuk jam di dinding. "Ibu sangat menghawatirkan anak angkuh itu dan lupa padaku. Ingat bu aku ini anak gadis dan ibu menyuruhku mencari anak itu di jam di tengah malam begini. tak mencemaskan bahwa aku ini juga akan di ganggu orang jika aku keluar malam," geram Sarah, ibunya benar-benar tak memikirkan perasaannya. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Udahlah ibu ngak mau berdebat. Kamu pergi cari Arsen nanti di temani supir. Selama dia tinggal di sini dia tanggung jawab ibu. Ibu ngak mau dikira ngak bisa jaga Arsen oleh ibu kandungnya. Kamu harus bawa dia pukang." Erina beranjak dari tempat tidur meninggalkan Sarah setelah memberikan perintah yang tak boleh di tolak oleh gadis ini.
"Ibu .... " Panggil Sarah yang juga ikut berdiri kemudian mengekori ibunya hendak protes. Namun langkahnya terhenti saat pintu kamar kembali tertutup. Sarah mundur kembali duduk dengan tubuh lemas. Ia tertunduk tak mampu lagi membendung air mata sangat sedih, ibunya sangat menghawatirkan keadaan anak tirinya dari pada keadaan anak kandungnya sendiri. Gadis ini menangis sejadi-jadinya hatinya hancur dan saat ini ia butuh tempat bersandar dan seperti biasa dia akan kembali menghubungi sahabatnya Bian.
****
Di sisi lain ibu dan anak ini sedang bercenkeraman di ruang tv. Ibu Odah dan putra nakalnya Bian. Bian sedang bermanja dengan ibunya, pemuda ini berbaring dengan menjadikan paha ibunya sebagai bantal. Rasanya sangat nyaman beginilah pemuda ini walaupun di mata ibunya dia biang onar, suka membuat resah tapi jika sudah bersama ibu Odah ia akan bermanja layaknya anak kecil.
Ibu odah mengelus kepala putranya dengan lembut sambil menatap lurus pada layar persegi yang ada dihadapannya. Gurat wajahnya terlihat kesal sesekali mengoceh.
"Aduh ... jangan di minum ... minuman itu sudah di beri racun! Kamu akan mati jika meminumnya," teriak perempuan paruh baya ini. Membuat Bian yang memejamkan di pangkuan ibunya hendak tertidur kembali membuka mata terganggu dengan teriakan ibunya.
"Ibu bisa diam ngak nontonnya, mau teriak sekeras apa pun, dia juga akan dengar omongan ibu," protes Bian terhadap kehebohan ibunya yang selalu saja berlebihan jika telah menonton kotak persegi itu.
"Ih ... sebel ibu liatnya Ian, udah dibilangin jangan di minum. Minuman itu udah di beri racun sama menantunya masih juga di minum. Matikan jadinya. Dasar menantu gila harta," umpat bu Odah pada layar kotak yang ada di hadapannya. perempuan ini selalu saja larut dalam konflik yang ada di tv.
"Ibu, ini udah malam ntar didengar tetangga di tegur lagi," protes Bian.
"Habis gemes ibu Ian, liat menantunya, coba aja harga tv murah Ian, udah ibu pecahkan nih tv. Rasanya ibu pengen banget lempar remote ke wajah menantunya." Ibu Odah menggantung tangannya yang memegang remote mengarahkannya ke tv seakan mengambil ancang-ancang untuk melemparnya.
"Udah deh bu biasa aja, ngak usah pake emosi, setengah jam lagi juga habis terus endingnya, menantunya itu ketabrak mobil atau kena setruk." Bian kembali menutup mata ia seakan telah hafal tontonan ibunya.
"ini bukan yang itu, ini itu ijab Ian," jelas ibu dengan ketus, terus melihat tv.
"Oh ... itu berarti setengah jam lagi menantunya mati terus kerandanya berat, jenazannya terlempar ke got trus pas di kubur, kuburannya meledak," tebak pemuda ini.
"Jangan sok nebak." Perhatian Ibu Odah mengarah pada putranya sekarang sumber kekesalannya berubah pada sok tahu Bian yang menebak cerita.
"Ya emang selalu gitu. Bian ampe hafal," Perdebatan tiba-tiba berubah membahas tontonan ibunya.
"Ibu nonton gini biar kamu tobat. Ngak jadi anak nakal lagi. Ngak nyusain ibu" jelas ibu Odah tentang harapanya.
"Nanti kalau kamu nikah, jangan pilih gadis sombong seperti itu. Trus jangan sampai kamu lebih sayang istrimu dari pada ibu." Ibu Odah mengelus wajah putra yang berbaring di pahanya.
Bian bangun dari paha ibunya kemudian duduk memeluk perempuan paruh baya itu.
"Ya ngak lah bu. Ibu akan punya mantu yang terbaik. Menantu ibu kan nanti Sarah!" Bian tersenyum memeluk ibunya dengan gemas membayangkan kelak gadis itu yang akan mendampinginya.
"Mimpi kamu Ian. Sarah itu gadis sempurna cantik, baik, pintar, sedangkan kamu. Kasian ibu miris ngeliat nasib Sarah jika dia berjodoh dengan sama kamu. Ntar kaya judul yang ibu nonton. Deritaku menikahi berandalan," ucap ibu Odah menggoda putranya, sengaja ingin mematik perdebatan. Hubungan ibu dan anak ini memang hanya seperti layaknya teman tak ada jarak dia antara mereka.
"Ibu ... Bian ini anak ibu masa ngak di dukung!" Pemuda ini melepaskan pelukannya memasang wajah cemberut mendengar perkataan ibunya.
"Ibunya Sarah mana mau anaknya menikah dengan anak pelayan." Ibu Odah mengingatkan status Bian yang hanya anak pelayan.
"Tapi aku tahu, Ara sangat menyukaiku. Aku juga sangat mencintainya hanya dia di hatiku. Ibu tahukan udah lama aku menyukainya. Hanya dia gadis yang aku cintai dan kami saling mencintai walaupun tak saling mengunggkapkan." Bian kembali menaruh kepalanya di pundak ibunya.
"Kalau suka sama Sarah kamu berjuang dong Ian, jadi lebih baik jangan jadi anak motor."
"Ini Bian lagi mengembangkan bengkel biar besar. Lagi pula apa pun keadaan kita, Sarah tetap cinta kok. Sarah ngak gila harta sama kaya ibunya. Sarah lebih suka hidup sederhana."
Ibu Odah hanya tersenyum melihat anak kesanyangannya yang sangat mencintai anak majikan tempatnya bekerja. Ia tahu benar yang di katakan Bian. gadis itu sangat baik tak pernah menilai orang dengan harta, dan ibu Odah juga dari dulu berharap kelak Sarah yang akan menjadi pendamping Bian. Apalagi melihat putranya yang begitu tergila-gila pada gadis cantik itu. Ia tak pernah melihat Bian jatuh cinta pada seorang gadis selain Sarah, terkadang ia berpikir akan jadi apa anaknya jika tak bersama Sarah. Cinta putranya sangat dalam untuk gadis itu.
"Aku sangat mencintainya bu, hanya dia yang aku ingin kan di dunia ini. Apa pun akan Bian lakukan untuknya. Kalau ibunya ngak setuju. Sarah aku ajak kawin lari!" Bian memeluk tubuh ibunya dengan erat.
"Huss ... jangan gila kamu Ian." Ibu memukul kepala Bian.
"Namanya cinta bu. Apa pun akan Ian lakukan demi bersama Sarah, jika ibunya ingin aku sukses baru merestui kami. Bian akan melakukannya bu," jelas Bian dengan wajah berbinar.
"Ibu sangat mendukung kamu Ian. Itu harapan ibu. Sarah yang menjadi menantu di rumah ini, ibu pasti sangat bahagia punya menantu seperti Sarah. Lumayan ibu nonton ada Sarah yang masak, Sarahkan gadis yang rajin" canda Ibu kembali mencoba memancing Bian berdebat.
"Itu kan niat ibu lain, ibu mau tugas ibu di kerjakan Sarah," protes Bian. "Doain ya bu Sarah berjodoh dengan Bian." Memeluk tubuh ibu mengecup pipinya.
Dret ... dret ... dret ...
Getar ponsel terasa berada di saku celana pemuda ini. Ia pun merogoh sakunya mengambil ponsel. Senyum terbit di wajahnya membaca nama layar.
"Panjang umur nih, pujaan hati," ucapnya gembira lalu meletakkan ditelinga.
"Halo Ian." Sarah suaranya terdengar berat.
"Ia. Ra ada apa? Kamu kenapa, kamu menagis," tanyanya dengan cemas.
"Aku ngak apa-apa. Hanya saja Arsen ngak pulang Ian, tolong bantu aku nyari dia ya! Ibuku mencemaskannya dan nyuruh aku cari dia" Sarah
"Okey aku bantu, aku jemput kamu sekarang" Bian agak panik
"Aku tunggu kamu."
Sambungan telpon terputus. Bian kemudian beranjak dari duduknya.
"Siapa Bian?" tanya ibu Odah.
"Calon mantu ibu ngajak ketemuan penting," Bian bergegas memasang jaketnya meraih kunci motor yang ada di meja.
"Malam-malam gini?" Ibu Odah menatap heran.
"Ibu tidur aja, Bian pergi dulu. Bian sayang ibu." Bian mencium pipi ibunya. kemudian pergi meninggalkan ibunya.
Bian pergi mengendarai motornya dengan kecepatan maksimal menemui gadis yang di cintainya, mendengar suara Sarah di telepon yang seperti telah menangis. Ia bisa menebak jika gadis itu pasti bersedih lagi. Hatinya seketika panas mendengar kembali tuan itu menjadi masalah kesedihan Sarah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Rskadmyant
mau dibaca berapa kalipun aku tetap pembenci nomor 1 ibunya sarah.
udahlah pelakor apa yg diharapkan kan? modal gatel emang cuma bisa ngancurin hidup arsen sma sarah aja
2024-04-05
0
Vera Afhuny
kurang greget dan terlalu banyak basa basi thor
2022-09-26
0
Nadira Anggraini
bukan arsen yg buat sedih tp ibu na sendiri...
2022-04-19
0