Sarah berada di tingkatan paling tinggi gedung kampus, menikmati pemandangan dari atas. Ini adalah tempat favorit Sarah suasana yang tenang untuk membaca buku. Gadis ini tak menyukai bergaul dengan mahasiswa lain di kampus, karena hanya orang yang memiliki ekonomi atas yang kuliah di tempat ini. Ia merasa jengah jika harus mendengar tentang mereka yang hanya bicara membanggakan kekayaan dan bergaul memandang status.
Sarah duduk membaca buku yang di letakan atas meja. Semilir angin bertiup melambai-lambaikan rambutnya, membuat matanya mulai sayu, rasa kantuk mulai menyerangnya. Ia menguap kemudian melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Tinggal 30 menit ia akan ada kelas namun ia merasa harus tidur sejenak agar kantuknya hilang. Ini sebab begadang hingga larut, membuat ulang kue yang telah di makan oleh saudara tirinya.
Sarah menempelkan kepalanya di meja tak mampu lagi menahan kantuk, memilih tidur sejenak. Di sudut lain di atas gedung ada dua pemuda, juga berada di sana menikmati pemandangan dari atas. Mereka Gerald dan Arsen, dua pemuda tampan yang bersahabat dari kecil.
"Ngapain sih kita ke mari? Cape tau naik tangga," keluh Gerald menatap malas pada pemandangan yang ada di hadapannya.
Arsen membuka ranselnya mengeluarkan sebuah kamera.
"Udah diam. Aku lagi mau nyobain kamera baru, pesanan dari luar negeri." Arsen mulai mempersiapkan kameranya dan mencari objek yang akan di jepret.
"Udah lah, Ar. Ngak usah sok jadi photografer. Kubur aja keinginanmu itu. Kamu ini pewaris dua perusahaan besar. Kamu hanya akan menjadi ceo yang menjalankan perusahaan." Gerald menatap Arsen yang mengambil gambar bak photografer profesional.
"Ya walau pun ngak kesampaian. Setidaknya buang stres, nyalurin hobi. Liat nih bagus bangetkan? Gambarnya jernih. Ngak sia-sia beli di luar." Arsen memperlihatkan kamera pada sahabatnya.
"Emm" Gerald hanya berdehem.
Cukup lama mereka di atas gedung. Gerald mulai bosan. Ia memutar pandangannya dan sesaat tertuju pada sesosok gadis yang menempelkan kepala di meja. Pemuda ini mengernyitkan dahinya penasaran dengan siapa gadis itu.
"Ar. Ada orang," bisik Gerald kemudian berjalan perlahan di ikuti oleh Arsen yang juga penasaran mereka mendekat lalu duduk di bangku panjang dihadapan gadis itu. Sudut bibir Gerald tertarik saat ia mengintip melihat wajah gadis yang ia kenali.
"Sarah, Ar. Lagi tidur," ujar Gerald merasa senang akhirnya merasa tak sia-sia ia menemani sahabatnya. Ia menemukan gadis yang membuatnya penasaran.
"Foto dia, Ar!" pinta Gerald berbicara pelan tak ingin menggangu tidur Sarah.
"Ogah. Entar kamera baruku rusak lagi, kalau foto dia," tolak Arsen memeluk kamera barunya dengan sayang seakan gambar Sarah akan merusak barang kesayangannya itu.
"Wajah tidurnya teduh banget, tambah cantik. Tidur aja cantik gimana kalau dia tersenyum! Tapi aku tak pernah melihatnya senyum. Dia dingin ngak pernah tersenyum, jadi penasaran. Foto dia Ar." Gerald terpukau memandangi wajah Sarah.
"Ngak..." bentak Arsen meninggikan suaranya membuat gadis ini menggeliat lalu membuka matanya perlahan.
Sarah tersentak melihat dua pemuda itu duduk di hadapannya hanya meja yang menjadi sekat.
"Ngapain kalian di sini?" tanya Sarah memasang wajah malas.
"Sorry Ra, ganggu tidur kamu." Gerald tersenyum lembut pada Sarah.
"Kalian ngikutin aku ya!" bentak Sarah merasa terganggu.
Arsen tersenyum sinis memutar bola matanya jengah mendengar tuduhan saudara tirinya.
"Pede banget nih, anak ti ..." Sambar Arsen agak kesal lalu menggantung kalimatnya. Ia hampir aja akan kelepasan mengucapkan anak tiri.
"Anak apa Ar?" tanya Gerald penasaran dengan kalimat Arsen yang terputus.
"Anak ... " Arsen menjadi terbata berpikir keras akan sambungan kalimatnya. " Sial kejebak lagi aku," batin Arsen.
"Anak baru. Ya mahasiswi baru maksudnya," jelas Arsen cepat kemudian mengalihkan wajahnya menarik napas lega.
Sarah mendengus kemudian berdiri hendak meninggalkan dua pemuda yang menyebalkan ini. Namun langkahnya terhenti saat Gerald dengan cepat juga berdiri menghalanginya.
"Ara mau kemana?" Gerald masih ingin berdekatan dengan gadis ini. Ingin mengena lebih dekat.
"Apalagi? Aku ingatkan jangan pernah ikuti aku lagi dan cari informasi tentangku atau aku akan menghajarmu sama seperti orang suruhanmu itu," ancam Sarah tahu bahwa Gerald mengirim orang mencari tahu tentang hidupnya.
"Oke, aku ngak akan ngikutin kamu lagi. Tapi, aku mau minta foto kamu,"
"Foto!" Sarah menatap heran.
"Ia, habis itu aku janji ngak akan cari tahu tentang kamu lagi."
Arsen berdehem membuat manik mata Sarah melihatnya. Kemudian menatap Sarah dengan tajam menunjuk dengan ekor matanya agar gadis ini untuk duduk kembali. Arsen setuju dengan perkataan Gerald, jika sahabatnya ini berhenti menggangu Sarah itu berarti rahasia meraka sebagai saudara tiri akan aman.
Sarah kembali duduk memasang wajah datar terpaksa menuruti permintaan Gerald dari pada ia terus di ikuti oleh pemuda nekat ini. "Baiklah jangan mengikutiku lagi."
Gerald kembali duduk. "Kemarikan kameramu Ar!" pinta Gerald mengulur telapak tangan ke arah sahabatnya.
"Kenapa mesti kameraku, pakai poselmu saja," protes Arsen menolak dengan mendekap kameranya tak sudi jika ada foto gadis itu di barang kesayangan yang masih baru itu.
"Udah sini." Gerald berdiri kemudian memaksa Arsen merapas dari tangan sahabatnya membuka tali yang mengalung di lehernya.
Arsen memasang wajah kesal melihat tingkah sahabatnya yang telah mulai membidik gambar pada gadis itu. Ia pun meraih ponsel di saku celananya. Membiarkan Gerald melakukan apa pun dengan saudara tirinya.
Setelah mengambil beberapa gambar. "Senyum dong Sarah, biar tambah cantik!" pinta pemuda ini masih mengarahkan kamera pada Sarah.
"Aku ngak bisa," ujar Sarah.
"Senyum dong. Aku pengen ambil foto kamu tersenyum." Gerald tersenyum lembut pada Sarah membuat gadis itu semakin memasang wajah masam di buatnya.
"Aku ngak bisa." Sarah memang jarang tersenyum dan tertawa. Hanya Bian dan ibu Odah yang bisa membuat ia tersenyum bahagia.
Gerald terus memaksa Sarah untuk tersenyum membuat Arsen mulai jengah berada di antara mereka.
"Woi, apa susahnya sih senyum doang," sembur Arsen kesal di merasa telah membuang waktu lama di sini.
Gadis ini memukul meja pelan. "Kalian ngak akan kuat lihat senyumku! Ntar kalian demam lagi." Sarah menjadi emosi dengan saudara tirinya.
"Hahaha ... Sarah kamu lucu banget sih, kamu pasti cantik banget kalau senyum sepertinya memang bahaya liat senyum kamu. kayaknya bikin melayang," goda Gerald, membuat Arsen semakin dongkol saja dengan tingkah mereka. Kemudian kembali pada ponselnya.
"Ayo senyum." Gerald kembali mengarahkan kamera ke wajah cantik Sarah.
Sarah mencoba tersenyum dengan kaku, memperlihatkan deretan gigi putih, ratanya. Namun yang ada wajahnya hanya terlihat konyol. membuat gemas saja.
"Kaku banget sih, yang tulus dong. Jangan di paksakan," protes Gerald.
Sarah menghembuskan napas kasar, merasa frustasi dengan permintaan lelaki ini. Ia benar-benar tak bisa tersenyum apa lagi melihat tuan angkuh itu. Ia hanya bisa mengeluarkan emosi jika berdekatan dengan Arsen.
"Ayolah Ra, atau begini coba kamu ingat kenangan yang membuat kamu senang biar kamu bisa tersenyum," saran Gerald.
Arsen tertarik dengan kata-kata sahabatnya. Ia menarik sudut bibirnya menemukan cela untuk membuat saudara tirinya kesal. Sejenak ia meletakkan poselnya. Lalu mulai melancarkan serangan balasan karena gadis ini telah mengerjainya kemarin, saat memakan kue buatannya. Rasa dendam dan tak terima di perlakukan seperti itu membuatnya harus membalas gadis ini.
"Ia, coba kamu ingat kenangan tentang keluargamu, kedekatanmu dengan ibumu pasti seru. Kalian pasti sangat dekat kan," sindir Arsen dengan nada penekanan. Yang tahu hubungan Sarah dan ibunya tak ada keakraban. Pemuda ini melipat tangan di dada kemudian menyeringai.
"Atau ingat kebersamaamu dengan ayahmu. Saat kamu jalan-jalan dengan ayahmu. Memeluk ayahmu. Keluarga kalian pasti sangat bahagia," cibir Arsen kembali menghina gadis ini dengan keluarganya. Ia tersenyum puas melihat wajah musuhnya mulai berubah.
Sarah menggepalkan tangan, wajahnya memerah padam. Emosinya naik dengan sekuat hati ia menahan diri untuk tidak menampar Arsen, lagi-lagi Pemuda ini membawa orang tuanya. Kenangan tentang ayah jangankan kenangan. Siapa ayahnya saja ia tak tahu.
"Pasti sangat indah kenangan bersama keluarga kan? Hahaha!" Arsen tertawa puas merasa kemenangan berpihak padanya. Ia kembali menyudutkan saudara tirinya. Gerald hanya mendengus melihat sahabatnya yang tiba-tiba tertawa padahal tak ada yang lucu.
Sarah berdecak kesal melihat Arsen tertawa kemudian meraih tasnya, mengambil tas kecil yang berisi alat tulis. Ia pun mencari sesuatu di tas kecil itu, kemudian mengeluarkan satu buah spidol.
Sarah membanting spidol itu dengan kasar meletakkannya di meja. Menatap Gerald.
"Jika kau ingin melihat aku tersenyum, coret dahinya tanda silang," perintah Sarah menunjuk Arsen dengan emosi. Sebelah tangannya masih memegang spidol
Arsen menghentikan tawanya mulai panik. "Kau gila ya!" bentak Arsen pada Sarah raut wajah kesal kembali ke wajah tampan pemuda itu
"Kau ingin melihatku tersenyum kan lakukan itu," desak Sarah
"Karena penderitaan dan kesialan tuan angkuh ini adalalah kebahagianku," batin Sarah.
"Ger, kamu ngak mungkin kan nyoret wajah aku kan, demi senyuman cewek yang ngak penting ini?" tanya Arsen.
Gerald menatap Arsen kemudian mengambil spidol yang ada di meja. tersenyum kaku tanda meminta izin. " Ar, demi senyuman Sarah, aku penasaran banget Ar liat dia tersenyum." Gerald membuka tutup spidol itu membuat Arsen menjadi panik dan menelan ludahnya kasar.
"Kamu gila! Ger. Kamu rela nyoret muka aku demi dia dan menjatuhkan harga diriku demi senyuman. Itu konyol, aku ngak mau," tolak suaranya meninggi pada sahabatnya.
"Ayolah cuma tanda silang di dahi kok setelah itu kan bisa dihapus. Demi senyum Sarah." Gerald berdiri memajukan tubuhnya mulai memegang kepala sahabatnya.
"Gerald aku ngak mau. Aku akan menghajarmu" berontak Arsen menggoyangkan kepalanya namun tak bisa menghindar lagi pemuda itu telah mengunci kepalanya hingga tak bisa bergerak.
Sejenak Gerald menahan tawa pipinya mengembung melihat hasil tanda silang besar memenuhi kening sahabatnya. Kemudian duduk setelah mencoret tinta hitam silang di kening Arsen.
Arsen menatap Sarah dengan tatapan mematikan. Sangat kesal kebencian bertambah kali lipat gadis ini telah membuatnya terlihat konyol. Sarah yang melihat wajah tuan angkuh ini terlihat konyol dengan coretan. Merasa sangat puas.
"Hahahaha." Tawa Sarah pecah, membuat Gerald membelalak tak percaya. Ia hanya berharap gadis ini tersenyum di luar dugaannya gadis ini malah tertawa bahagia. Gerald dan Arsen terdiam melihat Sarah tertawa terpingkal-pinkal. Mereka terpukau dengan pemandangan yang ada di hadapannya, gadis ini benar-benar mengeluarkan kecantikannya saat tertawa, membuat dua pemuda ini terbius oleh pesona tawa Sarah. Gerald mulai tersadar tak membuang kesempatan lagi ia mengambil banyak gambar Sarah. Di pikirannya tak rugi ia mengorbankan sahabatnya demi kecantikan ini.
Arsen masih menatap Sarah, wajah lain yang tak pernah ia lihat dari saudara tirinya, padahal telah mengenalnya sejak 3 tahun yang lalu. Seakan tersadar jika ia memang memiliki saudara tiri yang sangat cantik.
Setelah sekian lama dan telah mengambil banyak gambar.
"Udah kan? Aku boleh pergi?" tanya Sarah menyeka ujung matanya dengan jari telunjuk air matanya keluar karena banyak tertawa. Ia sangat bahagia.
"Oke, kamu boleh pergi, aku ngak akan nyuruh orang mengikutimu lagi, aku sendiri yang akan mendekatimu."
"Terima kasih karena kau membuatku senang hari ini." Sarah berdiri senyuman terus tersungging di wajahnya apalagi jika melihat saudara tirinya yang memasang raut kesal.
Arsen melipat tangan di dada. Betapa ia sangat marah ingin rasanya mengumpat dengan sebutan anak tiri, anak jin, anak robot sama seperti yang sering di lakukan jika kesal pada gadis ini. Namun itu semua tertahan.
"Oh ia satu lagi, senyuman ini bonus untukmu karena telah membuatku senang, spidol yang kamu pake mencoret wajahnya, itu permanen loh. Hahaha." Tawa Sarah pecah meninggalkan mereka. Setelah berjalan beberapa langkah ia melambaikan tanganya.
Arsen berdiri hendak mengejar Sarah namun di halangi oleh sahabatnya. "Kau ... dasar cewek gila, kembali kau, aku belum selesai, kau harus di beri pelajaran," umpat Arsen menatap punggung Sarah.
"Tenang Ar, yang penting kita udah dapat fotonya." Gerald menatap kamera denan puas. Arsen bertambah kesal ia kemudian mengapit leher sahabatnya dia bawa lengannya sangat kesal.
"Ar ... ampun," teriak Gerald berontak dalam kungkungan sahabatnya.
"Ini semua gara-gara kamu, Dia udah mengerjai aku, gimana dengan tanda ini? Kau akan membuatku malu di lihat oleh seisi kampus," geram Arsen kali ini dia kembali kalah oleh saudara tirinya.
"Aku ngak terima kekalahanku ini aku akan membalasmu," batin Arsen.
.
.
.Hahahaha, jangan mau kalah Sarah maju terus.😂😂😂
.Like, coment, vote...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
snow girl
ngakak baca novel ini lucu.... padahal baca judulnya udah males,CEO lagi CEO lagi...
2021-12-23
0
Sunarti Ny Pangaribuan
😂🤣🤣🤣😂
2021-04-26
0
Maulina Kasih
kalo dipikir emang kalah trs nih si tuan jutek..dr dibikin mual krn ngebut..makan kue yg dibilang diludahin sampe tanda silang didahi😂😂
2021-04-01
0