Arsen sedang mengendarai mobil sportnya melaju kencang sambil terus merancau memikirkan kata-kata sahabatnya Gerald, tentang dia yang telah jatuh cinta pada musuh sekaligus saudara tirinya.
“Ngak mungkin ini cinta! Aku ngak mungkin jatuh cinta pada anak tiri itu.” Arsen terus melaju menambah kecepatan seolah tak peduli dengan nyawanya lagi. Rasanya lebih baik mati dari pada harus merasakan cinta pada Sarah.
“Dasar Gerald sialan, semua bicaranya hanya omong kosong. Bisa-bisanya dia bilang ini cinta ... Ini bukan cinta. Ini hanya perasaan .... “ Arsen menggantung ucapannya berpikir sejenak, ia juga bingung akan mengatakan tentang apa yang di rasakannya lama ia berfikir hingga akhirnya hanya bisa berteriak. “Ahhhhgg ! Sial,” umpat Arsen memukul stir mobil dengan keras. Pemuda ini sangat frustrasi.
“Aku membencinya, dia musuhku. Dia dan ibunya itu yang telah membuat keluargaku berantakan, ingat Arsen dia musuhmu, kau tidak boleh jatuh cinta padanya.”
Arsen terus merancau hingga beberapa saat ia pun telah sampai di kediaman Hutama. Rumah yang akan dihuni selama seminggu. Kendaraanya mulai memasuki pelataran rumah hingga mobil itu terhenti pikirannya masih melayang-layang.
Arsen turun dari kendaraan mewahnya. Ia menarik nafas berat saat berada di depan pintu rumah. Langkah kakinya terasa berat selama seminggu ia akan tinggal satu atap dengan gadis yang telah membuat hatinya berkecamuk. Saat ini ia tak ingin bertemu dengan saudara tirinya itu, entah mengapa rasanya tak mampu berdiri di depan Sarah.
“Ini bukan cinta, ini benci, ini benci, ini benci.” Kembali Arsen meyakinkan hatinya sebelum melangkah masuk.
Arsen masuk ke dalam rumah mewah dan megah itu, wajahnya berubah dingin saat kedua manik matanya tertuju pada perempuan yang berdiri menghampiri.
“Ar, kamu sudah datang?” sambut Erina bersikap manis pada anak tirinya, setelah insiden perkelahian di butik dengan Sarah kemarin. Ia kembali ingin mengambil perhatian Arsen.
Arsen hanya berlalu memasang wajah jengah melihat ibu tirinya bersikap baik seolah lupa dengan kejadian kemarin.
“Ar maafin ibu ya! Ibu ngak bisa menahan diri jika udah berhadapan dengan mama kamu,” ucap Erina dengan penuh penyesalan memang tak memperdulikan apa pun jika sudah bertemu dengan rival abadinya dan Arsen juga sudah tahu itu dengan benar.
“Ar maafin Sarah ya! Dia sudah nyakitin kamu! Kamu ngak apa-apakan?” tanya Erina suaranya tampak cemas membuat Arsen yang berjalan di depan Erina memutar bola mata jengah dengan kepura-puraan ibu tirinya. Pemuda ini terus melangkah tak memperhatikan Erina yang mengekorinya memgharapkan maaf. Saat ini tak ingin melayani ibu tirinya.
Arsen terus berlalu tak menggubris satu pun kata Erina. Ia hanya terus memikirkan perasaannya pada Sarah.” Ini bukan cinta.” Hanya itu yang terus tergumam di dalam hatinya memantapkan perasaan jika ini bukan cinta.
“Ar ibu mohon, atau kamu ingin ibu memanggil Sarah untuk meminta maaf secara langsung padamu ... “ Erina memberi saran.
“Jangan!” sambar Arsen berteriak panik, mendengar ucapan ibu tirinya. Seketika ia menghentikan langkah kaki berbalik, memperlihatkan raut wajah yang berubah cemas.
Erina tersentak mendengar suara Arsen yang meninggi. Memperhatikan gaya yang seketika berubah menjadi salah tingkah.
Arsen menelan ludahnya dengan susah payah membayangkan ia akan berhadapan dengan Sarah. “Jan ... jangan bawa dia padaku.” Suara Arsen terbata.
“Aku sudah melupakan kejadian itu, sekarang aku mau ke kamar,” tegas Arsen mempercepat langkahnya menuju kamar menghindari ibu tirinya. Erina menatap heran pada Asren yang seperti berlari ketakutan setelah mendengar nama Sarah.
*****
Arsen menarik napas lega setelah berhasil masuk dan menutup pintu kamarnya. Itu artinya berhasil menghindar bertemu Sarah. Pemuda ini kemudian berjalan gontai melepaskan tas ranselnya dengan kasar ke lantai, lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjang king size miliknya. Pemuda ini berbaring terlentang menatap langit-langit kamar sambil termenung.
“Ini sudah tidak benar kenapa aku takut bertemu dengannya. Cintakah itu?”
Arsen terus bertanya-tanya dalam hati, kemudian teringat sesuatu. Pemuda tampan ini merogoh saku celana lalu mencari keterangan yang di maksud oleh Gerald untuk memastikan isi hatinya.
Setelah beberapa saat menekuri layar ponselnya. Arsen meremas benda berbentuk persegi itu seakan tak terima dengan informasi yang ia dapatkan. Pemuda ini membuang ponselnya dengan kasar di tempat tidur lalu menutup matanya sambil menarik rambutnya dengan sebelah tangan merasa sangat frustrasi.
“Walaupun hanya dia gadis terakhir dibumi ini, aku tidak akan jatuh cinta padanya!” Arsen terkenang dengan sumpah yang telah ia ucapkan. Bagaimana ia tak hampir gila di buat oleh perasannya, jika memang itu cinta. Sikap angkuh yang dulu sering ia tunjukkan pada Sarah dan selalu menghina, seolah menjadi bumerang dan karma untuknya karena sering mempermainkan gadis ini.
“Tidak Arsen, Ini benci, dia musuhmu. Informasi itu pasti omong kosong.” Arsen membuka matanya mencoba kembali bersemangat. “aku harus meningkatkan kebenciaanku ini. Aku harus lebih banyak lagi menghinanya, bertengkar dan mengerjainya.” Arsen Bangun dari berbaringnya. Seringai dan tatapan licik menghiasi wajah tampannya saat ia telah menemukan cara untuk menyelesaikan perasaannya.
Arsen kemudian bangkit hendak bertemu dengan Sarah untuk menjalankan misinya, ia telah berencana untuk mengerjai gadis itu agar tak mengganggu pikirannya. Sekaligus meyakinkan dirinya jika ia tak pernah menyukai Sarah. Ia akan gencar menyerang musuhnya itu. Kini ia telah mengibarkan bendera perang pada Sarah.
*****
Hari besar merayakan pertambahan usia Arsen akan di gelar beberapa hari lagi, seluruh penghuni rumah Hutama mulai bersiap tak terkecuali Sarah dan ibu Odah yang juga ikut mempersiapkan acara. Dua perempuan itu berada di dapur asyik bercengkeraman sambil berbincang menyiapakan daftar menu masakan yang akan di hidangkan di acara besar nanti.
Sarah duduk berdampingan dengan ibu Odah. Gadis cantik ini memegang pulen dan buku kecil, mencatat semua menu yang di ucapkan oleh juru masak handal yang ada di rumah ini.
"Catat lagi Ra. Tomyam, sapi lada hitam, udang asam manis." Ibu Odah menyebut menu yang akan di persiapkan nanti. Sambil berfikir pandangan perempuan ini tertuju pada satu benda.
“ibu setelah udang asam manis makanan apa lagi?” tanya Sarah tubuhnya membungkuk menulis semua yang di ucapkan oleh ibu Odah.
Mendengar pertanyaan tidak di idah Sarah pun mendonggak menatap apa yang membuat perhatian ibu odah teralihkan. Sarah mengernyitkan dahinya menatap perempuan yang ada di sampingnya, terdiam fokus menatap kotak persegi yang tergantung di dinding. Sebuah tv yang berada di dapur memang khusus untuk menjadi hibuaran pelayan yang ada di rumah Hutama.
Sarah menghela nafas menggelengkan kepala pelan melihat ibu Odah menonton dengan air mata yang menetes membasahi pipinya.
“Ibu ... Ibu nangis ya?” tanya Sarah tersenyum tipis melihat kelakuan ibu Odah yang sangat menghayati sinetron kesukaanya.
“Ia. Ra, akhirnya ia dapat pinjaman dari rentenir, buat berobat ibunya yang sakit parah di rumah sakit,” ucap ibu Odah terisak menghapus air matanya.
“Bu ... sudah. Jangan nangis,” Sarah memegang tangan menenangkan, ibu yang sangat hobi menonton tv itu. Namun perempuan itu masih fokus menatap tv yang ada di depannya.
“Ya ampun ... uangnya masukin di tas atau di kantongin jangan di hitung di tengah jalan ntar pasti di palak preman deh,” teriak ibu pada benda persegi itu seolah adengan itu ada di hadapannya.
“Sudah dong bu, jangan teriak,” ucap Sarah mengingatkan.
“Kesel ibu Ra, baru dapat pinjaman dengan susah payah sudah mau dia ambil lagi. Pasti nanti preman datang, terus ngambil uangnya dengan paksa, hilang lagi kan itu uang! Tambah masalah saja. Dia juga sih ngapain ngitung uang di jalanan,” oceh ibu Odah menebak alur cerita dari sinetron yang ia tonton.
“Ibu pernah nonton ini? Kok malah, di tonton lagi sih bu, kalau sudah tahu ceritannya,” ucap Sarah menatap aneh pada ibu penggila sinetron.
“Belum Ra, tapi semua cerita sinetron seperti itu, liat premannya udah datangkan," tukas Ibu Odah mengucap dengan bangga ketika layar di tv menampilkan adegan sesuai dengan tebakannya.
“Kalau tahu kenapa menangis bu?”
“Sedih Ra, dia harus bayar utang, sama bunganya padahal ia ngak pakai uang itu.” Ibu Odah kembali mengusap pipinya yang basah karena air mata membuat Sarah hanya tersenyum lucu.
“Sudah bu jangan di tonton lagi. Apalagi yang perlu Ara catat menu makanan untuk ulang tahun Arsen?” tanya Sarah.
Ibu Odah berhenti menatap tv, mengalihkan perhatiannya pada Sarah kembali berdiskusi.
“Menu makan untuk pencuci mulut, apa ya Ra yang enak?” tanya perempuan ini berfikir.
Sarah mengendikan bahunya tak mau ikut berpikir, untuk persiapan acara spesial pemuda menyebalkan itu. Ia duduk bersama ibu Odah hanya untuk membantunya menulis menu makanan, bukan untuk ikut pusing memikirkan acara pemuda menyebalkan itu.
“Kok tanya Ara bu,” protes Sarah memasang wajah tak bersemangat. ”kalau Ara sih nyaranin bikin cendol aja bu,” ucap Sarah dengan santai lalu menyeringai.
“husst ... masa cendol sih Ra makanan pencuci mulutnya. Ini itu acara orang kaya sayang, anak sultan,” protes ibu Odah.
Sarah dan ibu Odah saling bertatapan lalu kompak tertawa dengan keras. Arsen yang telah berada di dapur dan ingin menemui sarah untuk menjalankan misinya mengerjai gadis itu. Seketika terdiam berdiri mematung melihat tawa Sarah, tanpa sadar ia juga menarik sudut bibirnya terpukau, untuk kedua kaliannya kembali melihat Wajah Sarah tertawa lepas, sangat cantik membuat jantungnya kembali berdetak dengan kencang dan napasnya terasa sesak.
Arsen terus terdiam di tempat menikmati wajah Sarah tiba-tiba perhatian ibu Odah yang masih bercanda dengan Sarah tertuju pada Arsen dengan cepat perempuan ini berhenti tertawa kemudian berdiri memberi hormat pada Arsen.
“Tuan Arsen. Ada apa Anda kemari?” sapa perempuan ini melihat majikannya dari kejauhan.
Sarah mendengus memutar bola mata malas melihat pemuda menyebalkan ini berada di dapur. Ibu Odah kemudian mendekat pada anak majikannya itu.
“Ti ... dak apa-apa.” Arsen membalikkan badannya saat bertemu pandang dengan Sarah nyalinya untuk mengerjai musuhnya seketika menghilang. Rasa canggung jika bertemu Sarah kembali ia rasakan. Ia hendak meninggalkan tempat itu.
“Tunggu Tuan! Apa Anda butuh sesuatu?” Panggil ibu Odah saat melihat Arsen menjauh. Ia tak pernah melihat tuannya menginjakan kaki ke dapur. Sebab itulah perempuan ini merasa ada sesuatu yang penting yang akan di lakukan pemuda ini.
Langkah Arsen terhenti saat ia merasa ibu Odah mengikutinya. Ia tak bisa menghindari situasi ini dan menghadapinya.
Apa yang kau lakukan Arsen kau tidak boleh lari, kau harus menghadapi musuhmu. Ingat kau kau harus bertengkar dengannya, buat dia kesal dan kalian saling membenci perasaanmu ini hanya benci. Gumam Arsen.
Arsen berbalik berjalan menuju meja makan tempat Sarah duduk hendak melancarkan aksinya membuat musuhnya kesal akan dirinya lalu mereka bertengkar seperti biasa.
“Ibu Odah aku ingin makan,” ucap Arsen menatap Sarah dengan tajam begitu pun dengan Saran menatap pemuda ini, seolah ia kembali akan menyerangnya, namun ia masih berpikir jernih ini rumah Hutama, ibunya pasti akan kembali membela Arsen.
“Baiklah tuan saya akan menyiapkan makanan untuk tuan.”
“Tidak ibu Odah, aku ingin anak tiri ini yang akan memasak untukku,” ucap Arsen dengan penekanan serta seringai jahat di wajahnya. Memulai serangannya tehadap musuh.
Sarah dan ibu Odah membulatkan matanya tak percaya dengan ucapan Arsen. Seketika emosi Sarah naik. “Kau mau kucekik lagi, menyuruhku memasak untukmu, memangnya aku pelayanmu,” bentak Sarah ia tahu pemuda ini pasti akan balas dendam dengan apa yang telah ia lakukan kemarin.
“Kalau ngak mau, aku akan melaporkanmu pada ada ibu tiriku!” Seperti biasa Arsen akan menggunakan perhatian palsu ibu tirinya untuk menekan Sarah.
“Aku tidak mau,” tolak Sarah dengan ketus memalingkan wajahnya.
“Aku tunggu di kamarku dalam tiga puluh menit kamu ngak mengantarkan makanan itu ke kamarku aku akan melaporkanmu pada ibu tiriku.” Arsen meninggalkan tempat itu Senyum penuh kemenangan tercetak di wajah setelah melihat wajah merah padam musuhnya.
“Hei, aku tidak mau melakukan itu, aku akan memasukkan racun di makanmu.” Sarah berdiri berteriak tak terima dengan perintah Arsen.
Arsen terus berjalan meninggalkan Sarah tanpa memperdulikan gadis ini.
Kita liat saja anak tiri aku akan terus mengerjaimu habis-habisan akan kubuktikan jika ini bukan cinta tapi benci. Seru juga jika ia aku jadikan pelayankku di rumah ini. Batin Arsen terus tersenyum penuh kenangan. Batin Arsen.
Perang antara Sarah dan Arsen akan kembali di mulai. Akankah Arsen menyadari perasaannya pada Sarah.
.
.
.
.like, coment, vote...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Coco
Nanti jadi bucin loh
2023-07-27
0
Rara Kusumadewi
yang ada tambah cinta...arsen..semakin banyak berinteraksi..kmu tuh gmna....
2023-07-05
0
Bzaa
ibu odah ternyata satu server dengan daku.. 😆😁,
2021-09-03
0