Malam telah berganti pagi, setiap insan telah siap untuk memulai hari dengan penuh semangat. Suasana pagi yang cerah Wisnu, Erina dan Arsen duduk di meja makan menikmati sarapan pagi tanpa saling berbicara. Hanya suara dentingan sendok yang terdengar.
"Papa akan keluar negeri hari ini, minggu depan papa baru kembali. Kamu baik-baik ya!" jelas Winsu mencoba memecah kebisuan di antara mereka.
"Emm." Arsen hanya memasang wajah malas, menikmati sarapannya. Memang seperti inilah dia sangat jengah jika berada dia antara papa dan mama tirinya.
"Minggu depan kamu ulang tahun dan kamu akan merayakannya di sini," lanjut Wisnu.
"Ngapain sih di rayain kaya anak kecil aja. Membosankan yang datang juga Ar ngak kenal cuma kolega bisnis kalian," tolak Arsen.
"Kamu harus sering-sering muncul ke public, kami akan memperkenalkan kamu jadi penerus kami."
Wisnu menatap Arsen dengan lekat mencoba bicara serius ada sesuatu hal penting yang ingin dia katakan terkait pesan ibunya Wina.
"Ar, papa dengar keluarga mama kamu mau jodohin kamu dengan anak koleganya," terang Wisnu sebenarnya ia telah di perintahkan oleh mantan istrinya untuk membujuk Asren menerima calon jodoh pilihannya.
"Di jodohkan!" sosor Arsen mengernyitkan dahinya. pemuda ini meletakkan sendok dengan kasar selera makannya tiba-tiba menghilang mendengar rencana orang tuanya. Emosinya mulai naik.
"Namanya Susan anak pemilik perusahaan besar, bergerak di bidang pertambangan," jelas Wisnu sedangkan Erina yang yang duduk di sebelahnya hanya diam tak tak ingin ikut campur masalah ayah dan anak ini.
"Aku ngak mau di jodohin, belajarlah dari kesalahan kalian! Bagaimana rasanya menikah dengan perjodohan," sindir Arsen mengingatkan orang tuanya yang penikahan perjodohannya gagal.
"Ar, papa ngak akan maksa kamu, kamu boleh pilih siapa pun gadis yang kau sukai, tapi ingat mama kamu! apa kamu bisa meyakinkannya." Wisnu mengingatkan sifat ibu kandung Arsen yang keras dan tak bisa di bantah.
Arsen berdiri hendak meninggalkan papanya, kali ini kembali akan keluar dari rumah dengan kesal.
"Sampai kapan pun aku ngak akan menerima perjodohan ini. Dan lihatlah dengan baik aku ini hasil kesalahan kalian." Arsen berlalu pergi meninggalkan meja makan dengan emosi yang meluap-luap dan kekecewaan.
***
Arsen telah berada di kampus, seperti biasa ia akan duduk di kantin menunggu sahabatnya Gerald. Niat orang tuanya masih terniang-niang di fikiran membuat suasana hatinya sedang galau. Bagaimana pun ia tak ingin menikah dengan gadis yang tidak dicintai. Ia belajar dari kesalahan orang tuanya yang rumah tangganya kandas karena menikah tanpa cinta. Dan dialah yang terkena imbas menjadi anak broken home di perebutkan hak asuh tak ada yang perduli isi hati dan perasaannya.
"Woi," teriak pemuda itu tepat di kuping Arsen yang termenung membuatnya terjengkit kaget. Gerald lalu duduk di samping sahabatnya.
"Ngelamun apaan sih?" Pemuda ini tersenyum kemudian membuka ranselnya lalu memberikan sesuatu pada Arsen.
"Kenapa tuh muka ditekuk? Ini kameramu, aku kembalikan!" Gerald meletakkan kamera di meja hadapan Arsen. Pemuda ini mendengus memutar bola mata jengah melihat barang yang kemarin sangat spesial sekarang menjadi tak berharga lagi di matanya.
"Ambillah, buatmu aja. Aku udah malas bekas cewek gila itu," ucanya ketus masih tak terima dengan perbuatan saudara tirinya.
Gerald tersenyum tipis melihat wajah sahabatnya. "Ngambek ya? kaya cewek pms, lagi dapet ya?" goda Gerald melihat wajah kesal Arsen. " Ia, ntar aku ganti nih kamera, kenapa sih sebel banget sama Sarah!" Gerald mendorong tubuh Arsen dengan bahunya mencoba menggoda sahabatnya. Sebenarnya merasa aneh kenapa Arsen sangat membenci Sarah padahal menurut mereka tak saling kenal.
"Ngak perlu menggantinya, ambil aja malas banget, kalau ngak mau buang aja tuh kamera. Udah ngak usah bahas anak itu lagi bikin aku tambah kesel aja."
Gerald mengendikkan bahunya, kemudian kembali mengembalikan kamera itu ke dalam ranselnya senyum kemenangan terbit di wajahnya. Lumayan dapat rejeki kamera bagus, beli di luar negeri lagi dari tuan pemarah ini, bagus juga kalau dia benci sama Sarah, bagaimana kalau mobil mewahnya aku suruh Sarah memegangnya mana tahu dibuang juga tuh mobil, kan lumayan mulung-mulung deh aku. Itu fikirnya.
"Emang kenapa bro?" tanya Gerald melihat Arsen yang sedang galau.
Arsen menarik napas berat akan mengutarakan keresahaanya. "Orang tuaku mau ngejodohin aku dengan anak temannya," ucapnya tak bersemangat.
Gerald tersenyum remeh melipat tangan di dada ia merasa menang beberapa kali ia mengatakan pada Arsen jika mereka hanya akan terima dijodohkan.
"Tuh kan, aku hilang apa? kita ini pasti nikah karena pernikahan bisnis, jadi kamu ngak bisa nolak."
"Aku ngak mau menikah bisnis apalagi aku tidak mengenalnya." kekeh Arsen dengan pendiriannya menatap tajam.
"Ar, kita ngak mungkin menolak atau menghindar, orang tua kita punya kekuasaan untuk mengatur semuanya, mereka hanya bilang satu kalimat keramatnya, aku cabut semua fasilitas yang kami berikan padamu. Trus kelar deh hidup kita. Akhirnya kita cuma bisa terima nasib, kan kita ngak bisa hidup susah," jelas Gerald panjang lebar.
"Emang anak siapa Ar? siapa nama gadis itu? bapaknya punya perusahaan apa?" tanya Gerald penasaran. Ia tahu sahabatnya ini pasti akan di jodohkan dengan anak pemilik perusahaan besar yang sepadan dengannya.
"Aku lupa, siapa nama perempuan itu? Gara-gara kesal aku jadi tak mengingatnya dengan baik-baik." Arsen berdecak kesal.
"Ayo ingat coba ingat, aku sangat penasaran dengan siapa pilihan orang tuamu?" desak Gerald sangat ingin tahu raut wajah penasaraan terus tercetak di wajahnya.
"Kenapa kau jadi ingin tahu sekali gadis itu!" bentak pemuda ini pada sahabatnya, bukannya memikirkan perjodohan ini malah penasaran dengan gadis itu.
"Ya ialah aku sangat ingin tahu, aku ingin seberapa tinggi level gadis itu. Ayo Ar coba ingat siapa nama dan perusaahaanya." Gerald terus saja memaksa Arsen untuk mengingat nama gadis itu.
Arsen menatap jengah pada sahabatnya lalu mencoba berpikir Gerald tak akan berhenti mengoceh jika ia belum mengobati rasa penasarannya.
"Aduh ... siapa sih nama tuh cewek. Susah banet di ingat," Arsen memicingkan matanya mencoba mengingat, sekilas samar ia mulai sedikit terbayang.
"Namanya kalau ngak salah kaya nama boneka," ucapnya dengan ragu-ragu, terus befikir.
"Barbie," tebak Gerald. Namun Arsen hanya menggeleng tanda bukan itu namanya. "Hello kitty, Winne the pooh, teddy bear," tebak Gerald dengan semangat seperti sedang mengikuti perlombaan namun setiap ia menebak Arsen selalu menggeleng tanda bahwa ia salah.
"Boneka chuky bukan?" ucapnya mulai putus asa.
Arsen kemudian memukul kepala sahabatnya dengan keras tak terima. "Aduh .... " Gerald mengusap kepalanya.
"Kalau nebak tuh yang benar, itu kan boneka setan, ia masa aku di jodohin sama pemilik nama itu," hardik Arsen.
"Trus siapa? coba ingat baik-baik! yang lebih detil jangan nama boneka, kan boneka banyak," protes Gerald.
Ahhh, Arsen mulai frustasi mengingat nama menjambak rambutnya. Gerald tak akan berhenti menyuruhnya mengingat gadis itu.
"Siapa sih nama itu cewek! Perempuan itu pasti pelit deh. Susah banget ingat namanya," gerutu Arsen.
"Ar kamu tahu dia? Kok kamu bisa bilang dia pelit," sambung Gerald.
"Ya ialah, kata pembatu di rumah, ibu Odah kalau ada orang yang susah namanya di ingat itu berarti dia pelit," jelas Arsen teringat kata pelayan yang sangat akrab dengannya.
Gerald tersenyum sinis, memutar bola matanya mendengar kesimpulan sok tahu sahabatnya.
"Ya elah, Ar kalau daya ingat kamu yang jadi patokan orang pelit, itu berarti semua cewek pelit. Kamu kan ngak pernah ingat nama cewe dan itu berarti cuma aku dan orang sekelilingmu yang ngak pelit," ucapnya tertunduk tak bersemangat.
"Sialan kau," umpat Arsen merasa tak terima daya ingatnya menjadi permasalahan. "Aku ingat keluarganya bergerak di bidang pertambangan," ucap Arsen sedikit bisa mengingat kata papanya
Gerald mengangguk mulai mengerti siapa yang akan di jodohkan dengan sahabatnya.
"Biar aku tebak namanya Susan kan?" tebak Gerald membuat Asren membelalak ternyata sahabatnya tahu gadis itu.
"Ya benar, akhirnya ... kenapa kau bisa tahu?" Arsen menarik napas lega setidaknya pemuda di sampingnya ini tak memaksannya mengingat lagi.
"Hebat juga keluargamu, cepat banget bergerak. Sebenarnya orang tuaku juga ingin mendekati keluargan perempuan itu," tutur Gerald.
"Ar kalau kamu jadi sama dia, udah ngak tahu gimana lagi kekayaanmu, bisa-bisa kamu keringatan di lap bukan pakai tisu tapi uang," canda Gerald membuat Arsen mencebikkan bibirnya, memutar bola mata malas.
"Ya udah ambil aja, aku juga ngak mau, untuk kamu aja," tawar Arsen.
"Ngak ah, kamu saja. Aku masih penasaran dengan Sarah. Siapa tahu itu cewek anak pengusaha. Minimal anak pejabat deh, aku akan perjuangin dia di depan orang tuaku. Sepertinya aku mulai menyukainya." Gerald mengakui perasaannya dan berharap bisa memperkenalkan Sarah sebagai gadis pilihannya di depan keluarga.
"Percuma berhenti mengejar cewek gila itu, ngak ada gunanya. Buang-buang waktu, banyak cewek yang jauh lebih baik dari dia," jelas Arsen sangat tahu Gerald tidak akan mungkin bisa mendapatkan saudara tirinya apalagi dengan asal usulnya yang tak jelas serta derajat mereka berbeda.
Arsen dan Gerald terus membahas masalah perjodohan dan masa depan mereka sebagai pewaris, sesekali pembicaaan mereka tertuju pada misteri siapa Sarah karena Gerald pemuda tampan ini mulai menyukai saudara tiri tuan Arsen.
.
.
.
.
Like ,coment, vote...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Bzaa
pantesan orang kaya makin kaya, orang semuanya gak keluar dr circle mereka
2023-10-06
0
Maulina Kasih
wah jangan2 visual susan nanti si mbak kim jiwon😂
2021-04-01
0
ALL_
ngakak euy seruu ceritanya sampe sakit perut bacanya...👍
2021-01-25
1