Arsen telah rapi hendak bersiap menuju kampus. Hari ini kampus mengadakan pertandingan basket antar sesama mahasiswa dan ia harus datang tepat waktu. Arsen menatap jam di pergelangan tangan. Mempercepat langkahnya turun ke lantai bawah. Sejak semalam ia telah berada di rumah papanya. Dan selama seminggu dia akan berada di rumah ini.
"Pagi, pa," sapa Arsen tersenyum tipis pada lelaki yang duduk di meja makan, telah dari menunggu untuk sarapan bersama. Namun wajahnya seketika berubah datar melihat ibu tiri yang ada di samping papanya juga tersenyum padanya.
"Pagi, Ar. Sini sarapan," ajak Wisnu menatap putra kesayangannya. Ini hari pertama ia bertemu putranya setelah seminggu tak bertemu dan hanya bersua melalui telepon.
"Ar sarapan di kampus aja pa, lagi buru-buru. Hari ini ada pertandingan basket," tolak Arsen berdiri di samping papanya.
"Ayo sarapan sedikit saja. Nanti kamu lemas jika tidak ada asupan makanan," ucap Erina tersenyum bersikap lembut pada Arsen, namun pemuda ini mendengus.
"Jangan sok khawatir padaku. Aku ngak butuh perhatianmu, urus saja putrimu," sembur Arsen menatap sinis.
"Ar hentikan." Suara wisnu meninggi. Ia tahu Arsen pasti akan memulai ocehan kekesalan pada istrinya.
"Memang seperti itu, dia itu hanya berpura-pura perhatian untuk mendapatkan hatiku. Apa papa liat? dia perhatian juga pada anak kandungnya. Dia bahkan rela tak mengakui anaknya demi menjadi bagian dari keluarga ini, sekarang ia berpura-pura baik, tapi sayangnya aku tak akan tersentuh," geram pemuda tampan ini.
"Arsen!" bentak Wisnu bangun dari duduknya.
Arsen tahu hubungan Erina dan anak kandungnya. Ia tahu Erina membiarkan Sarah tidur di kamar pelayan sedangkan dia di kelilingi kemewahan. Sebab itulah ia menganggap Erina ibu yang kejam, ibu mana yang tega membiarkan anaknya hidup bersama pelayan, padahal ia tinggal di rumah mewah dan apalagi Erina malah lebih perhatian dan sayang pada anak tirinya. Itulah Arsen merasa perhatian yang berikan oleh Erina hanya kebohongan belaka, kasih sayang itu tak tulus.
"Mas sudah." Erina juga berdiri menenangkan Wisnu.
Arsen menatap tajam tersenyum sinis pada ibu tirinya lalu pergi, meninggalkan tempat itu dengan penuh amarah. Lagi-lagi semangatnya menjalani hari hilang akibat perdebatan ini.
Dari kejauhan sepasang mata memperhatikan kemarahan Arsen. Dia adalah Sarah selama tiga tahun. Ia selalu berdiri di tempat ini melihat ibunya di hina oleh tuan jutek itu. Tak ada yang bisa ia lakukan selain hanya diam, berkali-kali ia meminta ibunya untuk pergi dari rumah ini. Namun tak di idahkan oleh ibunya. Sama seperti Arsen, Sarah juga menyimpan kekecewaan dengan pernikahan ini. Ingin rasanya ia pergi namun tak tega meninggalkan Erina sendirian menerima semuanya. Bagaimana pun hanya ibunya yang dimiliki di dunia ini, walaupun semenjak Erina masuk di rumah ini perhatian ibunya berkurang padanya. Dan malah sibuk mengambil perhatian serta menyayangi anak tiri yang tak menganggapnya.
Arsen keluar dari rumah dengan wajah sangat kesal, kejadian tadi telah menyita banyak waktunya. Sekarang ia sudah hampir terlambat.
"Mana kunci mobil itu?" tanyanya pada pembantu yang mengurusi mobil yang berjajar di garasi dia menunjuk mobil berwarna putih. Ia bersikap dingin berdiri di depan garasi mobil. Kali ini ia akan mengendarai super car yang akan melaju kencang agar ia cepat sampai di kampus.
Pembantu itu tertunduk, tubuhnya bergetar melihat sikap Arsen yang terlihat marah.
"Maaf tuan, mobil itu..."
"Aku mau pakai mobil itu!" potong Arsen suaranya meninggi. Tak ingin di bantah.
Lelaki itu lalu memberikan kunci mobil yang di minta oleh tuannya tanpa kata-kata lagi, Arsen berjalan ke arah mobil yang di inginkan, lalu membuka pintu mobil sebelum masuk ia melihat Sarah yang berdiri di depan gerbang rumah bersiap juga untuk berangkat menuju kampus. Tapi Sarah hanya menggunakan sepeda motor ia tak ingin menggunakan fasilitas dan kemewahan milik keluarga ini, cukup hanya tinggal dan sekolah yang ia dapatkan dan tak ingin memiliki hutang budi. Sesaat pandangan mereka bertemu tatapan kilat dan penuh kebencian terlihat pada dua wajah bersaudara ini. Arsen masuk ke dalam mobil lalu melaju kencang melewati Sarah yang masih berdiri di samping motornya.
Sarah menghembuskan napas kasar menatap sejenak mobil Arsen yang melaluinya, berjalan menuju lelaki yang tertunduk dan terlihat ketakutan, ia khawatir lelaki ini juga terkena amukan Arsen.
"Ada apa pak?" tanya Sarah penasaran.
"Begini nona Sarah, mobil yang di pakai tuan Arsen belum di isi bahan bakar. Saya tidak menyangka tuan akan mengendarai mobil itu," jelas lelaki ini memikirkan nasibnya. Arsen pasti akan memarahinya bahkan akan memecatnya nanti.
Kedua sudut bibir Sarah tertarik membentuk senyuman mendengar penjelas pembantu itu.
Oh ... Baguslah kalau begitu, itu berarti mobil itu akan mogok jadi tuan sombong itu akan semakin kesal. Batin sarah merasa puas mendengar kesialan yang akan di terima saudara tirinya.
"Baiklah pak saya pergi dulu," pamit Sarah.
***
Arsen mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi agar tak terlambat serta sampai di kampus tepat waktu. Namun telah setengah perjalanan kendaraannya tiba-tiba terhenti dengan sendirinya dan benar saja mobil itu mogok.
"Ah...kenapa dengan mobil ini. Sial mogok lagi aku sudah terlambat," umpat Arsen memukul stir dengan dengan keras. Setelah bertengkar di pagi hari sekarang ia menerima kesialan dengan mobilnya yang mogok.
"Aduh, aku sudah sangat terlambat, tinggal sepuluh menit lagi perlombaan dimulai," keluh Arsen keluar dari kendaraan mewahnya, kembali menatap pada jam tangannya.
"Kenapa hari ini sial sekali, pagi-pagi bertengkar, sekarang mobil mogok, terlambat datang ke kampus. Ah... ini gara-gara pembatu bodoh itu kenapa ia tak bilang mobilnya bermasalah," gerutu Arsen menendang mobilnya dengan kesal lalu meraup wajahnya sangat frustasi.
"Apa yang harus kulakukan. Waktuku sisa sepuluh menit menyuruh orang menjemput juga ngak bisa, pasti masih lama, naik kendaraan umum atau online juga aku ngak biasa, ikut menumpang. ih ngeri...lagi pula aku kan ngak tahu caranya" Arsen bergidik ngeri membayangkan jika ia harus menaiki kendaraan umum seumur hidup ia tak pernah mencobanya dan nasehat ibunya juga tertanam di benaknya untuk menjauhi orang asing.
Arsen merogoh ponsel yang berada di saku celana dengan terpaksa ia akan menelepon pelayan, memerintahkan untuk mengantarkan mobil lain untuknya dan harus rela datang terlambat dari pada harus mengendarai kendaraan umum. Pemuda ini menaruh ponsel di telinga namun menatap pada kejauhan, Ia memicingkan mata memperjelas pandangan melihat saudara tirinya sedang mengendarai sepeda motor dan akan berpapasan dengannya.
Melihat Sarah mengendarai motor Arsen menebak jika saudara tirinya itu juga akan pasti akan pergi ke kampus. Otaknya berpikir dengan keras menimbang apa dia harus ikut menumpang di motor Sarah agar tidak terlambat atau membiarkan lewat pergi meninggalkannya. Menunggu pelayan mengantarkan mobil yang lain.
Kendaraan Sarah semakin mendekat.
"Apa aku harus menumpang pada anak tiri itu?" Itu pikirnya. "Ahh...ngak mungkin aku ikut dengannya, aku lebih baik terlambat dari pada harus bersamanya. Sial... Ini semua gara-gara ibunya coba saja tadi dia tak membuatku kesal, waktuku tak akan terbuang banyak" gerutu Arsen menahan harga dirinya tak akan meminta bantuan pada gadis itu.
Tinggal beberapa meter lagi motor Sarah melaluinya.
"Tapi ini pertandingan penting, Gerald pasti mengoceh tanpa henti jika aku terlambat. Bagaimana ini? aku ikut dengannya atau tidak" umpat Arsen menendang udara belum menemukan keputusan.
"Baiklah, masa bodoh dia anak siapa? Aku harus sampai dengan cepat," batin Arsen tak peduli lagi ia harus sampai tepat waktu. Hingga akhirnya nekat menyetop kendaraan Sarah.
"Hei stop!" paksa Arsen berdiri di tengah jalan sambil merentangkan tangannya untuk menghentikan Sarah dan motornya. Ia memutuskan untuk ikut bersama gadis ini.
Sarah menghentikan kendaraannya sebab pemuda ini berdiri menjulang menghalangi perjalanannya.
"Minggir dari sini, jangan menghalangi jalanku," ucap Sarah dengan ketus.
"Hei, anak tiri kau mau ke kampuskan? aku ikut," paksa Arsen membuang pandangannya, juga memasang wajah sama jengahnya dengan Sarah. Ia terpaksa membuang harga dirinya.
"Ngak akan! minggir dari jalanku!" bentak Sarah.
"Anak tiri, aku terpaksa ikut cuma ada pertandingan, jika tidak. Aku juga ngak akan mau naik motor bututmu ini," Hina Arsen memanggil Sarah dengan sebutan anak tiri.
"Ngak," tolak Sarah masih kekeh dengan pendapatnya tak akan memberikan tumpang pada lelaki pemarah yang suka menghina, berbuat sesuka hati.
Tanpa kata-kata dan tak memperdulikan penolakan. Arsen lalu naik di motor Sarah, duduk di belakang siap untuk di bonceng membuat Sarah menjadi kesal, ia tak akan memberi tumpangan pada pemuda ini.
"Turun dari motorku! Siapa juga yang akan memboncengmu. Motorku tidak tak bisa menerima orang sombong sepertimu. Bannya akan kempes karena tidak kuat menahan beban berat kesombonganmu itu," hardik Sarah mulai emosi tuan jutek ini berbuat seenaknya.
Arsen mendengus memutar bola mata jengah mendengar ocehan Sarah.
"Ayo jalan cepat, aku sudah terlambat atau kau mau aku adukan pada ibumu bahwa kau tidak memberikan tumpangan pada anak tiri kesayangannya ini" Arsen menyeringai mengancam Sarah dengan ancaman yang mematikan. Ia tahu Erina lebih memperhatikan pemuda ini dari pada anak kandungnya sendiri.
Sarah berdecak kesal kehabisan kata-kata untuk melawan tuan angkuh ini, dan benar adanya ibunya memang telah mati-matian merebut perhatian Arsen hingga terlupa pada anak kandungnya sendiri.
Sarah hanya bisa pasrah membiarkan Arsen menumpang padanya sebab jika Arsen mengaduh pada ibu tentang sikapnya menolak Arsen dapat dipastikan ia akan menerima kemarahan dari Erina. Ibu yang lebih memperhatikan perasaan anak tirinya dari daripada anak kandungnya sendiri.
.
.
.
.Like, coment, vote ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Wulan Syafitri
sarah nya anak kandung gak sih
2022-03-17
0
Bzaa
duhhhh.... ibu yg doraka ini mah😁
2021-09-02
0
Novia Via
trnyata erina sama wisnu sama2 egois.
gk prdulu kalau mreka brsatu bnyk org yg trluka
2021-06-03
0