Sarah berbaring miring membiarkan air matanya jatuh semakin deras. Setelah perdebatan dengan ibunya. Walaupun ia telah mengeluarakan amarah dan mengungkit masalah status yang menyakitkan, ibu yang melahirkannya ini masih saja tak perduli, bahkan meninggalkannya sendiri di kamar, saat ia masih membutuhkan kehangatan dan kasih sayang dari rasa tak berdaya oleh sakit yang di deranya. Namun itu tak dia dapatkan.
Krek ... Suara pintu kamar terbuka membuat gadis ini dengan cepat mengusap pipi mulusnya menghilangkan jejak air mata di sana.
"Ibu Odah!" Sarah berbalik lalu bangun untuk duduk menyambut wanita yang dibelakangnya ini ada putra kesayangnya berdiri.
"Aduh ... Ara sayang bagaimana keadaan kamu? Mana yang sakit nak?" tanya Ibu Odah duduk di pinggir tempat tidur, wajahnya tersirat kecemasan. Ia memegang lengan Ara sambil matanya memeriksa setiap inci tubuh gadis cantik ini dengan mendetail.
"Ara ngak apa-apa kok bu, Ara kan anak yang kuat." Sarah tersenyum lembut setidaknya ia merasa tenang ada ibu lain yang begitu perhatian padanya.
"Apa masih sakit Ra?" tanya Bian berdiri di belakang ibunya sambil menunjuk kepala Sarah.
"Ngak Ian."
"Kasian banget anak ibu, untung bukan muka cantik kamu yang kena sayang." Ibu Odah meraba wajah Sarah sambil memetesakan air mata kesedihan untuk Sarah tak sanggup melihat gadis yang sudah di anggap putrinya ini terluka.
"Maaf Ra, harusnya aku lindungi kamu." Bian tertunduk merasa bersalah.
"Ngak apa-apa udah jangan menyalahkan diri kamu lagi. Aku baik-baik aja." Sarah tersenyum pada Bian menyiratkan bahwa tidak terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan pada dirinya.
Sarah memegang tangan Ibu Bian menjelaskan apa yang terjadi. "Bu jangan marah yah sama Bian. Dia ngak salah, aku yang yang meminta bantuan padanya. Ini salahku, dia jadi mendapatkan masalah dengan Arsen," jelas Sarah karenanya Bian mendapatkan masalah dan ia menebak pemuda ini pasti di telah di marahi habis-habisan oleh ibunya karena telah memukul Arsen kerena seperti biasa Ibu odah akan selalu memarahi Bian jika putranya itu berkelahi.
"Marah?" Ibu Bian mengernyitkan dahi mendengar ucapan Sarah lalu tersenyum lembut membelai bahu gadis ini. "Untuk apa ibu marah. Ibu malah senang Ra! untuk pertama kali dia bikin ibu bangga. Akhirnya dia berguna Ra," ucap ibu Bian santai.
Sarah terbelalak ternyata dia salah, wanita ini tak menyalahlah putranya. Ia malah bangga dengan sikap anak yang menurutnya berandalan ini.
"Ibu, tega deh," protes Bian melipat tangan di dada memasang wajah cemberut, lagi-lagi ibunya merecokinya.
"Ibu ngak marah?" Sarah mengulang pertanyaan menatap keheranan.
" Ya ngak sayang, ibu malah senang dia menghajar tuan Arsen. Enak aja dia pukul anak kesayangan ibu dengan botol minuman, coba ibu juga ada di sana, ibu timpuk balik dia Ra pakai botol," ucap Ibu Bian bersemangat tak terima Sarah mendapatkan perlakuan seperti itu walaupun dari anak majikannya.
Enak aja dia nyakitin calon mantuku, harusnya Bian juga timpuk balik tuh anak. Bian payah banget sih, kenapa cuma di bikin babak belur. Batin Ibu Bian memukul kepalan tangganya dengan gemas.
"Ibu ngak takut dalam masalah, Arsen akan menuntut Bian atas kejadian ini dan mungkin ibu akan di pecat dari pekerjaan ini." Sarah mengingatkan.
"Ara sayang, jangan di fikirkan. Ibu ngak apa-apa di pecat. Kamu tahukan ibu sayang banget sama kamu seperti anak ibu. Ibu juga ngak rela kamu di giniin."
"Ibu, Ara benar-benar minta maaf." Air mata Sarah keluar seketika merasa terharu dengan pernyataan ibu Bian. Terasa lucu saat dua orang asing begitu menyanginya dan perhatian sedangkan yang memiliki hubungan darah dengannya tak memperhatikannya.
"Jangan menangis sayang." Ibu odah menagukup wajah gadis ini menghapus air matanya. " Lagi pula Ra, kalau di pecat gampang aja, ibu tinggal rubah aja nama belakangnya Bian jadi nama bapaknya terus dapat warisan deh kami, Ra" canda ibu Bian mencoba merecoki putranya, seperti biasa karena Sarah selalu tersenyum melihatnya dan Bian, agar gadis ini kembali tersenyum dan benar saja Sarah mulai menarik sudut bibirnya.
"Ibu kok main ganti nama Bian sih, aku ngak mau." kembali pemuda ini protes mengerucutkan bibirnya.
"Biar bisa klaim warisan punya bapak kamu Ian."
"Tapi ngak ganti nama juga dong bu."
"Berbakti Ian, mau jadi dapat warisan ngak? Bian Sarimin!" goda ibu Bian.
"Ngak!" ucapnya ketus memalingkan wajahnya.
Sarah kembali tersenyum melihat perdebatan ibu dan anak ini. Kebersamaan mereka bisa membuat Sarah melupakan semua kesedihannya. Sarah menatap wajah Bian yang masih bicara dengan ibunya. Inilah Bian yang ia kenal anak bandel di mata ibunya yang hanya akan diam jika ibunya merecokinya dan semakin manja. Bukan yang semalam Bian yang berubah mengerikkan ketikan marah melihat orang yang disayangi tersakiti.
***
Arsen bersandar di puncak tempat tidur, setelah tadi ia mengendap-mengendap mengintip kamar Sarah ia mulai memikirkan tindakan apa yang akan di lakukannya untuk anak pelayan itu. Sebenarnya ia masih sangat kesal, tak terima dengan perlakuan kurang ajar anak pelayan itu. Namun setelah melihat keadaan saudara tirinya, ia berubah tak tega hati kecilnya mulai mengakui jika dialah yang bersalah walaupun terasa berat untuk mengakui.
"Ar ini waktunya kamu minum obat." Suara Erina membuyarkan lamunan. Ia menatap ke arah pintu, ibu tirinya masuk bersama dengan pelayan.
Arsen mendengus membuang pandangannya, apa yang dia dengar tadi di kamar Sarah membuatnya semakin bertambah benci pada wanita ini.
"Arsen ada yang ingin ibu bicarakan, masalah anak pelayan itu," ucap Erina memperhatikan anak tirinya menenggak air putih setelah memasukkan obat ke dalam mulutnya.
"Katakan cepat!" ucap Arsen ketus memberikan gelas pada pelayan yang berdiri di sampingnya.
"Ibu minta kamu jangan perpanjang masalah ini ya, maafkan anak pelayan itu," pinta Erina mencoba menyelamatkan nasib sahabat putrinya.
"Kenapa aku harus mendengarkanmu!" bentak Arsen yang memang tak pernah bicara lembut pada ibu tirinya.
"Ibu akan diam saja dengan perlakuanmu yang melukai Sarah tapi jangan menuntut anak Bi odah itu."
Arsen melipat tangan di dada menyeringai melihat ibu tirinya. "Aku melukai putrimu dan kau bilang hanya akan diam saja. Ibu macam apa kau! Mana ada ibu sepertimu yang hanya diam melihat anaknya terluka!" Arsen menatap sinis. Setelah apa yang dilihat semakin membuatnya yakin jika ibu tirinya ini tidak akan pernah tulus menyayanginya, hanya berpura-pura untuk mendapatkan perhatian dan simpati. Anak kandungnya saja tak bisa ia cintai apalagi dia yang hanya anak tiri itu pikirnya.
Erina hanya diam mendengar ucapan Arsen. Arsen bangun dari duduk kemudian turun dari tempat tidur.
"Mau kemana Ar?" tanya Erina mencoba membantu Arsen berdiri.
"Minggir aku mau pulang ke rumah mamaku. Sudah seminggu aku di rumah ini. Kini gilaranku di rumah mamaku," jelas Arsen yang hidupnya berpindah-pindah. Ia senang seminggu di neraka ini telah berlalu, baginya melihat ibu tiri bahagia bersama papanya adalah siksaan yang harus lalui, dia benar-benar tak betah tinggal di rumah papanya dan setidaknya ia bisa pulang sekarang bermanja dengan ibu kandungnya.
"Tapi Ar kondisi kamu masih lemah."
"Jangan sok perhatian padaku, Ini semua karenamu andai kau tidak pernah hadir di kehidupan papaku, aku tak harus hidup berpindah-pindah seperti ini. Rumah tangga orang tuaku pasti masih utuh. Tidak seperti sekarang aku bagaikan boneka yang jadi rebutan seminggu di rumah ini, seminggu di sana," hardik Arsen menyalahkan nasibnya pada Erina. Kali ini dia yang meluapkan isi hatinya tentang pernikahan ini. Namun Erina hanya diam tak mampu berkata-kata membiarkan Arsen menyalahkan semua padanya
Arsen Akan berangkat menuju rumah mamanya selama seminggu dia akan tinggal di sana dan rumah Hutama akan tenang selama seminggu karena jika pemuda ini ada semuanya menjadi tegang karena sikap arogannya.
Erina masih berada di kamar berdiri memperhatikan punggung Arsen yang semakin menjauh pergi meninggalakannya tanpa membahas masalah anak pelayan itu. Pemuda tampan yang wajahnya telihat lebam ini lalu keluar kamar namun saat membuka handle pintu Arsen berbalik menatap ibu tirinya.
"Aku akan melupakkan kejadian ini. Aku tidak akan menuntut anak pelayan itu," ucap Arsen datar kemudian keluar dari kamar. Mengambil keputusan yang bearti dia mengaku bersalah setelah melihat keadaan saudara tirinya.
Erina menarik napas lega, setidaknya Bian aman sekarang. Bi Odah pun tak perlu kehilangan pekerjaannya.
.
.
.
.
Like, coment, Vote....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
CEMEN KALI LO, MNGKIN LO TAKUT DUEL MA BIAN YG LBH JAGO BELADIRI DRI LO..
PALING MLAS SBNARNYA KLO BCA CRITA, TOKOH UTAMA NYA GK BSA BELADIRI, TAUNYA BASKET DOANK.. MSH KEREN ASKA SITIANG LISTRIK YG JAGO BELADIRI.. MAUNYA SI ARSEN ADA DUEL DGN BIAN, TPI DGN KONDISI ARSEN YG NORMAL, BKN MABUK.. MAU TAU, JAGO SIAPA...? ARSEN ATAU BIAN..
2023-06-27
0
PusatKecantikanBeauty
seru & bagus alurya
2022-04-25
1
🌹phîâ♏ķhûñýíĺ🕊🕊
hadeehh ada2 aja itu mak odah😂😂😂😂
2021-06-07
0