Sarah berbaring di kamar. Mengistirahatkan tubuh setelah melalui aktivitas yang melelahkan serta banyaknya rutinitas yang di jalani. Ia baru saja pulang dari kampus.
Krek... pintu kamar terbuka.
Gadis cantik ini pun mengarahkan pandangan pada pintu, menatap sesosok perempuan yang ternyata ibunya telah berdiri menjulang berjalan ke arahnya. Sarah lalu bangun dari pembaringan. Ia tahu ibunya pasti akan bicara penting dengannya.
"Ambil ini Ra," ucap ibu Sarah menyodorkan secarik kertas kemudian duduk di samping Sarah.
"Apa ini bu?" tanya Sarah mengernyitkan dahinya. Meraih kertas yang disodorkan ibunya kemudian membaca keterangan dalam kertas. Seketika raut wajah gadis cantik ini berubah kesal.
"Ibu sudah mendaftarkan kamu les piano," jelas ibu Sarah menatap wajah putrinya lekat.
"Bu, les lagi," protes gadis cantik ini mereemas kertas pemberian ibunya
"Ia, Sarah biar kamu punya banyak pengetahuan, biar kamu sepadan dengan anak-anak pengusaha lainnya. Ingat Sarah kamu ini dalam keluarga Hutama kamu harus memiliki banyak keahlian," jelas ibu Sarah.
"Bu, Sarah ngak mau," tolak Sarah dengan tegas, selama masuk ke dalam keluarga ini. Ibunya bersikeras menjadikan gadis cantik ini dengan banyak bakat agar level mereka naik dan bisa bergabung dengan kalangan atas.
"Ayolah Sarah kamu harus banyak belajar, agar kelak kamu mendapat pendamping yang mapan dan pantas untukmu," jelas ibu Sarah memaksa putrinya untuk menjadi layak berdampingan dengan lelaki mapan apalagi sekarang level ibunya telah bergabung dengan banyak pemilik perusahaan besar.
"Aku sudah belajar berbagai bahasa asing, acting, model, menari, serta banyak lagi dan terus belajar giat. Apa itu belum cukup? Sekarang alat musik. Itu semua ngak ada gunanya untukku. Ibu mau aku gila karena terlalu banyak belajar!" hardik Sarah mengungkapkan isi hati, air matanya tertahan di pelupuk mata.
"Jangan membantah ini juga demi kebaikan kamu, pelajari semua selagi ibu masih bisa membayar pendidikanmu." Paksa Erina kemudian beranjak meninggalkan Sarah yang masih tak terima dengan keputusan ibunya.
Sarah keluar dari kamar dengan mata berkaca-kaca hendak mengikuti ibunya meminta agar membatalkan dan mengurungkan niatnya. Namun baru keluar dari kamar ia melihat sesosok lelaki bersandar di dinding di samping pintu kamar sambil melipat tangan di dada.
"Hai Sarah!" sapa pemuda ini tersenyum lembut pada gadis yang terlihat sedang kacau di hadapannya.
"Bian!" sahut Sarah manja menahan air matanya, berjalan ke arah Bian seperti anak kecil yang akan mengaduh kemudian bergelayut pada pemuda itu.
Pemuda itu adalah Bian sahabat Sarah. Anak dari juru masak yang melayani keluarga Hutama. Semenjak Sarah datang hanya Bian tempatnya bersandar dan selalu mendampinginya.
"Sini Bian!" Sarah mengarahkan Bian untuk duduk di meja makan yang berada di dapur.
"Ada apa lagi?" tanya Bian duduk manis di tempanya siap mendengar keluh kesah gadis ini.
"Tunggu di sini!" titah Sarah berjalan menuju kulkas besar membukanya perlahan kemudian meraih 1 cup besar ice cream vanilla. Sarah pun menaruh ice cream itu ke hadapan Bian. Setelah mengulurkan sendok kepada pemuda ini, Sarah pun duduk.
Mata Bian berbinar melihat ice cream kesukaannya yang di sediakan Sarah yang memang spesial untuknya. Ia pun tanpa ragu lalu mulai menyendoknya ke dalam mulut.
"Kamu siap Ian? Jadi Biebie" tanya Sarah.
Bian kemudian mengangguk, lelaki pecinta makanan manis ini fokus pada ice yang ada di hadapannya. Kali ini akan menjadi boneka Biebie.
"Kenapa sih, Ian ibu aku tuh tega banget. Dia mati-matian nyuruh aku belajar ini, belajar itu. Semua ia lakukan agar aku selevel dengan gadis kaya lain. Aku lelah Ian, aku benci orang kaya. Mereka hanya bisa menghina dan merendahkan orang," keluh Sarah tertunduk mencengkeram kedua tangannya yang berada di atas meja. Ia mengeluarkan semua isi hatinya dan Bian hanya mendengarkan saja sambil memakan ice cream tugasnya hanya menjadi boneka yang hanya akan diam dan mendengarkan Sarah berkeluh kesah.
"Bian aku ngak habis fikir kenapa semenjak ibuku masuk ke dalam rumah keluarga ini, dia benar-benar berubah. Ia tak peduli lagi padaku dan lebih peduli dengan anak tirinya yang sombong itu. Aku lelah Ian, aku telah menunggu ibuku menyerah sampai kapan pun keluarga ini ngak akan bisa menerima kami. Tapi ia masih saja bertahan menghadapi anak tiri itu. Entah bagaimana lagi aku meyakinkan ibu agar pergi bersamaku. Dulu saat kami masih berdua walau pun hidup susah, ibu berjuang membiayai pendidikanku tapi ibu sangat menyayangiku. Sekarang aku seakan tak mengenalnya ia berubah menjadi lupa diri dan malah sibuk memperhatikan Arsen, tadi ia menghinaku tentang siapa ayah kandungku rasanya sangat sakit," keluh gadis ini kemudian menurut wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Bian terus menyendok ice cream ke mulutnya, menatap Sarah lekat. Tugasnya hanya menjadi boneka Sarah yang akan mendengarkan Sarah mengeluarkan keluh kesahnya. Itu yang selalu dia lakukan sebagai sahabat. Setiap gadis ini bersedih ia akan ada di samping Sarah memakan makanan manis kemudian mendengar ocehan Sarah hingga selesai.
Suasana hening, gadis ini tak mengoceh lagi. "Udah puas? Udah keluar semua belum?" tanya Bian mengalihkan perhatiannya dari makanan manis yang ada di hadapannya. Sekarang fokus pada Sarah.
Sarah mengangguk pelan dan telah merasa lebih baik sebab Bian telah mendengar ceritanya.
"Aku beri 30 detik untuk memaki," ucap Bian menatap jam yang melingkar ditangannya.
Sarah menarik nafas panjang. " Aku benci tuan angkuh, suka seenaknya, selalu menghina dan merendahkan orang. Ia sudah menghinaku, memangnya apa hakmu menghinaku anak haram, anak jin, anak tiri siapa ayahku itu bukan urusanmu dan kenapa ibuku lebih menyayangi anak itu dari pada aku" maki Sarah dengan berapi-api mengeluarkan kekesalannya pada Arsen seolah lelaki itu ada di hadapannya.
Mendengar Sarah memaki, Bian mengepalkan tangan tak terima dengan penghinaan yang di terima sahabatnya. Namun ia berusaha tenang demi gadis cantik yang terlihat menyedihkan ini.
"Sudah waktu memakimu habis," potong Bian menghentikan makian Sarah. "Sekarang menangis, aku memberimu waktu satu menit," jelas Bian menatap Sarah dan tanpa aba-aba lagi.
Hiks...hiks....Sarah tertunduk mulai menangis air mata yang dari tadi ia tahan tak dapat di bendung lagi. Ia menangis sejadi-jadinya agar kepedihan sedikit pergi dari hati, pemuda ini terus menatap Sarah. Tak beberapa lama Bian menatap jam tangannya.
"Sudah waktumu telah habis, satu menitmu telah berlalu, berhenti menangis," jelas Bian lalu menangkup wajah Sarah menghapus air matanya.
"Lagi Ian, tambah waktunya, satu menit kurang, aku masih mau menangis," jelas Sarah menyandarkan kepalanya di pundak Bian.
"Sudah jangan menangis lagi. Jangan pikirkan tuan sombong yang ngak penting itu. Kan ada aku yang sayang dan perhatian sama kamu. Masalah ibumu biarkan saja dia. Kan ada ibuku. Aku juga rasanya pengen nangis karena ibuku lebih menyayangimu dari pada aku," keluh Bian mengerucutkan bibirnya agar gadis ini tersenyum.
"Apaan sih Ian," protes Sarah mencubit pelan lengan Bian mulai tersenyum.
"Ia memang seperti itu, sekarang makantuh icecream, gantian kamu yang jadi boneka, aku juga mau mengeluh. Kenapa ibuku lebih sayang kamu dari pada aku?" canda Bian membuat gadis ini terkekeh suasana hatinya sedikit membaik.
Sarah sangat beruntung memiliki Bian di sampingnya setiap bersedih. Ia hanya akan memberikan Bian makanan manis dan pemuda itu akan berubah jadi boneka yang hanya akan mendengar semua isi hati Sarah dan dengan perlakuan itu bisa membuatnya tenang.
"Udah baikan?" tanya Bian.
Sesosok perempuan paruh baya masuk ke dalam dapur kemudian ikut bergabung dengan mereka.
"Ada apa ini?" tanya perempuan itu melihat wajah Sarah dan Bian. Perempuan ini adalah Odah juru masak terhandal yang di miliki keluarga Hutama ibu dari Bian.
"Biasa bu, Ibu Ara nyuruh Ara belajar lagi," jelas Bian merangkul bahu Sarah.
Odah mendekat berdiri di belakang Sarah mengelus rambut gadis ini dengan lembut. "Ih...benar-benar ibu kamu itu, keterlaluan dia pikir anaknya ini robot, apa-apa harus serba bisa." Odah berdecak kesal selama Sarah datang ke rumah ini ia telah melihat bagaimana gadis ini begitu tertekan dan selalu bersedih karena menuruti kemauan ibunya.
"Udah sayang jangan pedulikan omongan ibu kamu, ibu kamu memang keterlaluan. Awas aja dia. Liat aja besok ibu kasih pelajaran. Ibu akan balas perlakuannya untuk kamu sayang." Ancam Odah menenangkan gadis itu.
"Emang ibu mau apa?" tanya Bian penasaran pada ibunya yang terlihat kesal.
"Liat aja. Besok ibu akan masak sayur asem, ikan asin, sama sambal terasi," ucap Odah memicingkan matanya seakan merasakan juga sakit hati Sarah.
Sarah dan Bian yang penasaran dengan ide ibu tadi menjadi tersenyum lucu mendengar ocehan juru masak ini.
"Ibu kirain apaan! ngasih pelajaran kok gitu," protes Bian mendengus melihat semangat ibunya.
"Biar aja, ibu akan rusak dietnya. Dia kan ngak tahan dengan godaan itu, terus besok juga ibu akan masak rendang yang banyak. Semua makanan yang ia suka akan ibu buat," jelas Odah dengan berapi-api.
"Ibu." Sarah berdiri memeluk Ibu Odah, merasa terharu dengan perhatian perempuan ini.
"Kamu tenang aja sayang, ingat ada ibu Odah yang akan selalu sayang sama kamu, bahkan ibu lebih sayang kamu dari pada anak kandung ibu sendiri. Coba aja boleh di tukar tambah, Ara jadi anak ibu, Ibu kamu malahan dapat bonus lagi sepetak sawah peninggalan dari leluhur ibu, andai ibu kamu mau, kamu di tukar dengan Bian." Odah memeluk Sarah mengelus rambut gadis ini dengan penuh kasih sayang. Sarah terkekeh dengan oceh ibu Bian yang memeluknya erat
"Ibu," protes Bian memasang wajah cemberut tak terima ucapan ibunya.
"Kalian berdua ingat tak ada ibu yang tidak menyayangi anaknya mungkin caranya yang salah. Liat sisi positifnya mungkin ibumu ingin kelak Sarah menjadi gadis mandiri dan tangguh. Ngak kaya Bian cuma bisa bikin ibu ngomel aja tiap hari. Mau di kutuk sayang udah gede, dia udah ngabisin beras banyak," keluh Odah membuat Ara semakin terkekeh dalam pelukan hangat ibu Odah
"Ibu." Lagi-lagi Bian protes kemudian memeluk dua wanita itu, ikut bergabung dalam dekapan hangat mereka.
"Ia Ian, kamu itu lusa udah 23 tahun loh, tapi masih aja kaya anak kecil, jangan bergaul sama anak ngak jelas lagi." Omel ibu pada putra kesayangannya. Bian memang bergaul bebas layaknya seperti seorang bad boy membuat Odah menjadi kefikiran dengan pergaulan Bian.
"Bian sayang sayang ibu" Memeluk dua wanita itu.
Begitulah interaksi ketiganya di dapur rumah mewah ini. Bian dan Odah memang hanyalah pembantu tapi Sarah telah menganggap mereka keluarga begitu juga sebaliknya tak ada jarak di antara mereka, walaupun gadis cantik ini anak dari nyonya mereka.
.
.
.Like, coment, vote...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Bzaa
di masakin sayur asem, ikan asinnn dan sambel terasi, maknyuss
2021-09-02
0
Anya Bungaku
ibu koplak... ayo bi.. ancurin dietnya... wkwkwk...
2021-07-27
0
Marlein Sulistyo Maukar
kereen
2021-05-21
0