Satria berusaha melepaskan diri dari Andini, namun tenaganya kalah jauh dengan hantu Andini,
Matanya menatap Andini yang wajahnya terlihat semakin menyeramkan begitu ia menyeringai,
"Tidak... kau bukan Andini... kau bukan Andini..."
Satria berusaha mengucapkannya, namun suaranya kini seolah tercekat di kerongkongan,
Rasanya, saat ini ia sungguh tersiksa, tak sanggup ia menahan sakit dan juga ia pun mulai tak bisa bernafas,
Andini tiba-tiba menjerit, suaranya melengking keras hingga terdengar ke seluruh penjuru rumah,
Bersamaan dengan itu nyawa di dalam tubuh Satria seolah tercabut, luar biasa sakitnya hingga Satria pun berteriak,
"Ris... Adikmu... adikmu kenapa?"
Ibu di lantai satu yang akhirnya memutuskan bersembunyi bersama Kak Risa di kamar untuk tamu terlihat pucat pasi,
Kak Risa yang juga mendengar suara Satria pun tak kalah ketakutannya,
Tubuhnya gemetaran, mulutnya terkunci tak berani bicara apapun, tak berani mengeluarkan kalimat apapun,
"Ki... kita harus minta tolong Ris... Ibu ti... tidak mau mati Ris,"
Kata Ibu,
Kak Risa menoleh ke arah Ibunya yang berada di sampingnya terlihat akan menangis,
Namun, belum lagi Kak Risa bicara, tiba-tiba saja terdengar suara di luar kamar seperti seseorang mengetuk-ngetuk pintu dengan pelan,
Tok...
Tok...
Tok...
Suara ketukan yang sangat pelan itu membuat Ibu dan Kak Risa seketika menatap pintu kamar yang telah mereka kunci,
Keduanya tampak begitu gemetaran, ketakutan yang teramat sangat tergambar jelas pada raut wajah-wajah mereka,
"Kak Risaaaa... Ibuuuu..."
Kali ini terdengar suara perempuan memanggil mereka berdua,
Suaranya pelaaan,
Seiring dengan itu, kamar di mana Ibu dan Kak Risa bersembunyi entah kenapa tiba-tiba menjadi terasa begitu dingin,
Angin yang entah masuk dari mana tiba-tiba saja seperti membawa aroma bunga kantil, daun pandan dan juga kemenyan,
"Riis... Risa... Ap... apa itu An... Andini?"
Ibu bertanya dengan suara berbisik-bisik, tangannya menarik ujung baju tidur Kak Risa, dan memeganginya dengan kuat,
Kak Risa yang sangat tegang tak juga berani mengeluarkan suara, ia kini sibuk membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya,
Hingga...
Klek...
klek...
klek...
Handle pintu tiba-tiba bergerak sendiri, seperti ada yang berusaha ingin membuka pintu,
Awalnya pelan saja, namun lama-lama handle pintu itu bergerak sangat cepat, membuat Kak Risa seketika berdiri dan Ibu juga jadi ikut berdiri,
Keduanya berlari ke sudut ruangan, ketakutan tak tahu harus bagaimana,
"Ini semua gara-gara kamu Ris, kamu membuat perempuan bernama Andini itu jadi gantung diri,"
Kata Ibu bergumam-gumam menyalahkan Kak Risa,
Merasa disalahkan, Kak Risa jelas kali ini tidak terima,
Bagaimanapun mereka melakukannya bersama-sama, jadi tidak adil jika hanya Kak Risa yang disalahkan,
"Ibu juga ikut memaki-maki dia, kenapa hanya aku yang salah?"
Kak Risa marah,
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba terdengar kembali jeritan perempuan melengking keras,
Dan kaca jendela ruangan kamar pecah berhamburan,
Kak Risa dan Ibu bahkan sampai terkena pecahan-pecahan kacanya, membuat mereka mengerang karena beberapa pecahan yang menggores dan juga menancap di kulit tangan dan bahkan wajah,
Sekali lagi lengkingan panjang suara perempuan menjerit terdengar kembali, yang di mana kali ini pintu kamar tersebut seolah terdorong dari luar hingga terbuka dengan keras,
Brak!!
Kak Risa dan Ibu menatap takut ke arah pintu yang terbuka dan kini tampak perempuan berdiri mengambang di sana,
Perempuan itu menggendong sesosok bayi berlumuran darah,
"Hah... tidaaak... tidaaaak..."
Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya, takut luar biasa ia melihat sosok perempuan berwajah Andini yang kini menyeringai ke arahnya,
"Ibu... Ibu..."
Suara Andini terdengar lembut, namun tetap saja menakutkan,
"Ayo caci maki aku lagi... apa kalian masih bisa melakukannya?"
Andini melayang pelan ke dalam kamar, ia menatap tajam Ibu dan Kak Risa yang terlihat berada di sudut ruangan,
"Ampuun Andiniii... ampuuun... Ibu mohon, maafkan kami... maafkan kamiii,"
Ibu seketika bersimpuh, membuat Andini tertawa cekikikan,
"Aku datang untuk mengajak kalian bersamaku, agar kita semua berkumpul, hihihihi... hihihihi..."
Andini cekikikan, suaranya terdengar memenuhi seluruh kamar,
"Tidak... jangan ajak kami... tidak Andini, alam kita berbeda,"
Kak Risa terlihat menggelengkan kepalanya,
Andini melayang ke arahnya, ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Kak Risa,
Tangan Andini yang kini jari-jemarinya terlihat kukunya panjang dan runcing itupun menggores kembali kulit wajah Kak Risa yang selama ini selalu mendapatkan perawatan terbaik,
"Tapi aku ingin kalian ikut, hihihi..."
Suara Andini pelan dan lirih,
Wajahnya kini didekatkan pada wajah Kak Risa, membuat Kak Risa gemetaran luar biasa,
Dan...
"Ah!"
Tiba-tiba Kak Risa merasakan tangan Andini turun ke leher dan kemudian mencekiknya dengan kuat,
Tak hanya itu, Andini juga mengangkat tubuh Kak Risa ke atas sambil tetap mencekiknya dengan satu tangannya,
"Ah... ampuun... ampuun..."
Kak Risa berusaha mengucapkannya, namun Andini jelas sudah tak ingin mengampuni siapapun,
"Hidupku hancur karena kalian, di alamku yang baru aku kesepian, aku butuh teman... dan kalian yang harus menemaniku..."
Kata Andini dengan mata yang mulai mengeluarkan air mata bercampur darah,
Ia menguatkan cekikannya, membuat Kak Risa kelojotan karena kehabisan nafas,
Sementara itu, Ibu yang saat itu melihat Kak Risa meregang nyawa di tangan Andini, tampak lemas tak bisa apa-apa,
Ia bersimpuh di lantai sambil menangis ketakutan,
Andini melempar tubuh Kak Risa keluar kamar, terhempas jauh menabrak dinding hingga kepalanya pecah,
Andini lantas berganti menyerang Ibunya Satria,
Perempuan yang seharusnya akan menjadi Ibu mertuanya, Nenek dari anaknya,
Andini menjambak perempuan malang itu, lalu menghempaskannya keluar dari jendela yang kacanya telah pecah,
Tubuh Ibu terlempar keluar, menabrak pohon besar yang tumbuh di halaman rumah Satria yang megah,
Andini menjerit, suaranya begitu keras melengking,
Ia merasakan kepalanya berputar-putar, pusing dan berat,
Suara-suara yang terus membisikan agar ia membunuh Satria dan keluarganya pun kini pelahan mulai menghilang,
Andini melayang keluar dari sana melalui jendela yang rusak, ia melayang ke atas pohon dan duduk di salah satu dahan pohon menatap kosong rumah Satria yang kini pemiliknya telah terbunuh,
Ia tertawa cekikikan, meski hatinya ingin menolak melakukan hal jahat, namun nyatanya kini dirinya telah bukan lagi manusia,
Ia sekarang hanyalah arwah penasaran, yang mati bunuh diri membawa sakit hati yang terlalu dalam.
Keesokan harinya, seluruh kecamatan gempar oleh berita keluarga kaya pemilik pabrik terbunuh secara mengenaskan,
Para karyawan pabrik pun berbondong-bondong ke rumah bos besar, termasuk juga Panji,
Kabar duka itupun didengar pula oleh keluarga Andini, termasuk juga berita tentang kematian Satria dan keluarganya tersebut yang dianggap tidak wajar yang mungkin diakibatkan oleh pembalasan arwah Andini.
Berita itu begitu gencar terdengar ke sepenjuru pelosok kecamatan, bahkan hingga keluar kecamatan lain,
Ketakutan atas arwah Andini yang dikabarkan gentayangan seolah menjadi teror yang tak berkesudahan, hingga kemudian cerita itu turun temurun sampai di tahun-tahun berikutnya.
Dan... SELESAI.
Tulisan itu tertulis begitu besar di layar bioskop, menandakan film Horor Arwah Penasaran Andini yang sudah ditunggu-tunggu oleh banyak fans film horror telah berakhir,
Semua penonton menghela nafas, seiring dengan lampu ruangan bioskop yang menyala,
"Wah Andini, ati-ati kamu Din, namanya sama kayak hantu,"
Kata teman-temannya sambil tertawa pada gadis manis yang duduk paling sudut,
"Huuum, yang ada kalian yang awas, kalau aku mati lalu jadi arwah penasaran, hahaha..."
Andini tergelak renyah,
Namun tiba-tiba, dari belakangnya terasa ada yang meniup...
Fiuuuuuh...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Adilahazkiyalabiba 28092016
et dh,,,kirain dah ahah ah
2023-11-28
0
Hanum Anindya
lah kok bioskop sih! 😂😂😂😂
pokoknya lanjutan dong kak,
2023-02-25
1
Hanum Anindya
sekarang malah menyalahkan satu sama lain bukannya introfeksi diri.
2023-02-25
0