Arwah Penasaran Andini
Tangan Andini tergetar, saat mengalungkan tali yang ia ikat di dahan pohon Mangga di belakang rumahnya,
Matanya yang terasa panas karena terlalu banyak menangis beberapa hari ini kini mengawasi sekitar yang terlihat sepi,
Jam dua dini hari, di tambah gerimis turun rintik-rintik, tentu saja siapa yang mau keluar rumah di saat cuaca seperti itu,
Andini pelahan kakinya berjinjit, tampaknya tekadnya memang telah bulat untuk mengakhiri semuanya,
Ia tak bisa menahan malu dan kedepannya tentu ia akan lebih malu lagi jika tetap hidup,
Andini tampak meneteskan air matanya lagi, tatkala kembali terngiang caci maki dan sumpah sarapah dari keluarga sang kekasih hati,
Sungguh hati Andini tercabik-cabik karenanya, belum lagi rasa malu yang teramat di depan semua teman-teman kerjanya,
Tak kuasa rasa menahan sakit hati dan takut kelak akan semakin membuat malu Ayahnya, maka Andini memutuskan untuk mengakhiri semuanya saja,
Mengakhiri hidupnya yang merana, berharap setelah ini ia akan bisa tidur saja dengan tenang, tanpa harus memikirkan apapun, tanpa harus terbebani oleh apapun lagi,
"Mas Satria, maafkan aku, aku pergi lebih dulu,"
Lirih Andini seolah berbisik pada malam, berharap angin yang berhembus pelahan akan menyampaikan kalimatnya yang terakhir itu pada sang kekasih hati,
Andini, jam dua pagi lebih dua puluh menit, akhirnya menggantung dirinya, mengakhiri hidupnya dengan cara yang menyakitkan,
Auuuuu...
Lolongan panjang anjing hutan terdengar sayup-sayup, bersama dengan itu terdengar pula sorak sorai ramai suara seperti manusia yang menyambut idolanya,
Andini yang semula merasakan lehernya tercekik sampai kelojotan dan akhirnya meregang nyawa, kini pelahan membuka matanya dan terkejut luar biasa manakala melihat banyak sekali makhluk di sekitar tempatnya bergelantungan di pohon Mangga,
Kebun belakang rumahnya yang semula sepi dan hanya pepohonan saja yang terlihat, kini tampak dipenuhi mahluk yang sama sekali belum pernah Andini lihat,
Mereka seperti manusia, tapi penampakan mereka tidak sempurna,
Ada yang matanya bolong, ada yang lidahnya terjulur ke bawah, ada yang mukanya rata, ada yang bahkan tak ada kepalanya,
Andini saking takutnya menjerit,
"Aaaaaaaaa!"
Jeritan Andini itu membuat mereka malah tertawa terbahak-bahak, seolah menertawakan ketakutan Andini,
Andini melepas tali yang mengikat lehernya, berlari sekuat tenaga masuk ke rumahnya,
Sepi, tak ada Ayahnya,
"Ayah... ayah..."
Andini memanggil Ayahnya, tapi tak ada jawaban,
Andini pun berganti memanggil adiknya,
"Indaaah... Indaaaah..."
Andini memanggil Indah adiknya, namun sama pula tak ada jawaban dari sang adik,
Saat Andini masuk ke dalam kamar Indah pun, adiknya yang baru kelas satu SMA itu pun tak ada di kamarnya,
Ah tidak! Kemana semua orang? Ke mna mereka?
Andini begitu panik, ia lari ke sana ke mari,
"Andiniiii... andiniiii, keluarlah, kita sekarang teman, kita sekarang temaaan..."
Suara-suara itu terdengar ramai di luar rumah, berselang-seling dengan suara tawa dan juga cekikikan yang menakutkan,
Andini menutup telinganya, ia lari ke sudut rumah, dan berjongkok di sana,
"Pergiiiii... pergiiiii..."
Teriak Andini dengan kedua tangan menutupi telinganya,
...****************...
Ngiuuuung... ngiuuuung... ngiuuuuung...
Terdengar sirine ambulance dan juga sirine mobil polisi memasuki perkampungan di mana Andini tinggal,
Banyak orang memenuhi halaman rumah Andini, sementara di dalam rumah, tampak Ayahnya Andini yang syok karena pagi ini menemukan anak sulungnya gantung diri terduduk lemah di atas kursi ruang tengah rumah,
Wajahnya begitu sedih dan tatapan matanya terlihat kosong,
Tak berbeda jauh dengan sang Ayah, Indah adiknya Andini di kamarnya menangis histeris,
Rasanya tentu tak bisa dipercaya kakaknya mengakhiri hidupnya begitu saja dengan cara gantung diri,
Meskipun Indah tahu beberapa hari ini sang kakak terus menangis dan mengurung diri sejak memutuskan keluar kerja, tapi tak terbayang kakaknya juga akan gantung diri,
Entah apa sebetulnya yang terjadi pada sang kakak hingga ia nekat mengakhiri hidupnya,
"Sudah nak Indah, sabar... sabar..."
Beberapa ibu yang merupakan tetangga dari rumah Andini tampak mencoba menenangkan Indah yang masih histeris menangisi kakaknya,
"Mbak Andiniiii... Kenapa... kenapa mbak Andini senekat ini..."
Tangis Indah,
Beberapa polisi tampak masuk ke dalam rumah, termasuk petugas dari Rumah Sakit,
Mereka mengurus jenazah Andini yang masih tergantung di pohon Mangga dengan posisi mata melotot dan lidah terjulur,
Ayah Andini meskipun dalam keadaan lemas tampak memaksakan diri mengiringi bapak-bapak polisi ke kebun belakang rumahnya, di mana jenazah anaknya berada,
Begitupun beberapa laki-laki yang merupakan tetangga dan juga yang masih saudara dengan keluarga Andini ikut menemani Ayahnya Andini,
"Permisi... permisi..."
Seorang laki-laki muda yang baru datang menggunakan motor tampak menyeruak kerumunan,
Warga yang memenuhi pelataran rumah Andini pun memberikan jalan untuk si laki-laki muda tersebut,
Bersamaan dengan itu Indah yang keluar dari kamar masih sambil menangis ditemani beberapa ibu yang menyangga tubuh Indah agar tak jatuh tampak berpapasan dengan si laki-laki muda,
"Mas Panji..."
Indah menyapa teman kakaknya,
Laki-laki muda yang tampak memakai seragam sebuah pabrik yang ada di daerah itu tampak mendekati Indah, adik teman baiknya,
"Benarkah?"
Panji rasanya menyebutkan Andini gantung diri saja lidahnya kelu,
Indah meneteskan air matanya,
Panji tertunduk lemah, mendapati Indah ekspresinya demikian saja ia sudah paham jika kabar yang ia dengar adalah benar adanya,
"Sebetulnya ada apa Mas? Kenapa Mbak Andini senekat ini... Kenapa Mas Panjiii... Kenapaaaaa..."
Indah histeris lagi, sambil menghambur ke arah Panji, memukul-mukul dada laki-laki muda itu sebelum akhirnya pingsan.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
iraya
aq telaaaaat🫣🫣baru baca euy🫣🫣👩⚖️
2023-02-18
0
Putrii Marfuah
awal2 dah bundir aja...bikin penasaran..JD keinget rumah dila
2023-02-08
0
𝕃α²¹ℓ 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
mampir lgi sambil nungguin nenek maryati
2023-02-02
1