"Mau ke mana Nji?"
Tanya Bapaknya yang tengah duduk di bale-bale depan rumah,
Bale-bale yang beralas tikar macam milik Babehnya Si Doel itu di sampingnya juga ada meja kecil tempat asbak dan segelas kopi hitam,
"Mau ke rumah Andini Pak, tadi siang sudah janji mau datang ikut mendoakan Andini,"
Kata Panji,
"Halah, orang bunuh diri kok didoakan, tidak akan berpengaruh, dia sudah jadi syetan, mana boleh manusia mendoakan syetan Nji,"
Kata Bapak,
Panji yang mendengarnya tampak menghela nafas, rasanya entah sudah berapa kali dalam satu hari ini ia mendengar kalimat yang sama seperti yang diucapkan Bapaknya,
Andini mati bunuh diri maka akan jadi syetan, dia sudah termasuk syetan, dan tidak boleh lagi didoakan,
Ah tapi, bagi Panji, segala sesuatu yang gaib adalah rahasia Tuhan, tak ada yang bisa memastikan sebetulnya apa yang terjadi pada Andini,
Jika toh ia kini jadi hantu atau syetan atau prakayangan atau lelembut namanya, bagi Panji ia tetaplah teman baiknya yang bernasib malang,
Panji merasa tak bisa membantu Andini dalam bentuk apapun, dan hanyalah doa yang kini bisa Panji lakukan untuknya,
"Lebih baik istirahat saja, besok kau harus kerja, baru juga pulang sudah mau pergi lagi,"
Kata Bapak lagi,
Panji menatap langit yang kini begitu gelap tanpa bulan dan bintang,
Tampaknya mendung yang bergelayut sejak sore masih terus menaungi kampung tempat tinggalnya, dan kemungkinan besar malam ini hujan akan kembali turun deras,
"Andini itu teman Panji sejak masih sekolah dasar Pak, rasanya tidak tega jika Panji tidak ikut datang mendoakan,"
Ujar Panji,
"Iya, tapi kan itu kalau dia matinya normal, sekarang dia itu matinya saja sedang hamil, masih gadis kok hamil, sudah jelas dia gadis tidak bener sampai hamil begitu di luar nikah, ditambah kok bunuh diri juga,"
"Itu karena keluarga pacarnya Pak,"
Kata Panji,
"Ya tidak begitu, makanya Bapak selalu bilang pada kalian anak-anak Bapak, kalau suka pada orang, dekat dengan orang, harus lihat-lihat apakah kelas kalian sepadan atau tidak, jangan terlalu jauh bedanya, Bapak tidak ingin punya menantu kaya, karena terlalu jauh kelasnya nanti akan membuat kalian tidak lebih dari keset saja,"
"Pacar Andini nya mah baik Pak,"
Kata Panji,
Bapak yang semula duduk selonjoran di atas bale-bale kemudian membenahi duduknya, dibukanya penutup gelas kopi lalu menyeruput kopi hitam miliknya dari sana,
Kopi hitam yang sudah mulai dingin karena sudah sejak tadi disuguhkan isterinya,
"Pacaran semua juga akan manis, tapi yang namanya menikah itu bukan hanya kalian berdua saja, ada keluarga yang dilibatkan, dan tidak semua keluarga orang kaya bisa menerima menantu sembarangan, bahkan menurut Bapak, tidak ada keluarga orang kaya yang mau sembarangan mengambil menantu,"
Kata Bapak,
Panji terdiam, kali ini ia tak berani membantah karena apa yang dikatakan Bapaknya memang ada benarnya,
Ya, menikah bukan hanya tentang dua orang yang saling mencintai, tapi juga ini adalah tentang bagaimana dua keluarga besar bisa bertemu dan saling menerima satu sama lain,
"Untuk pembelajaran, jangan hanya bisa menyalahkan keluarga pacarnya Andini, mereka orang kaya sudah bukan rahasia punya standar sendiri,"
Ujar Bapak,
Panji kemudian berjalan ke arah bale-bale di mana Bapaknya duduk, tampak ia kemudian duduk di sebelah Bapak,
"Dulu Bapak juga begitu, bekerja di Jakarta, lalu sempat saling suka dengan anak orang kaya, tapi yang terjadi sudah jelas Bapak hanya mendapatkan penghinaan, Bapak pulang ke kampung dan memutuskan berdagang saja, Bapak bertahun-tahun menyimpan amarah pada mereka, tapi begitu kemudian menjadi orangtua, Bapak mulai mengerti betapa sebetulnya semua orangtua hanya ingin memastikan anaknya di masa depannya baik-baik saja,"
"Tapi anak orang kaya juga belum tentu bisa menjamin masa depannya pasti bagus,"
Kata Panji,
"Kalau mereka dalam kelas yang sama, mereka terbiasa dalam lingkup ruang yang sama, mereka kenal orang di kelas mereka, tahu bagaimana caranya menjalankan bisnis keluarga mereka, dan pastinya akan lebih meyakinkan bagi banyak orang kaya yang akan ikut berinvestasi dalam sebuah perusahaan saat menantu pemilik perusahaan itu juga orang-orang dari kelas mereka, untuk mereka yang memiliki kelas berbeda dengan kita, cukuplah bagi kita melihat mereka tidak sombong pada kita, mau berbagi dengan kita, dan mau memberikan pekerjaan pada kita adalah sebuah kebaikan, tidak perlu menuntut lebih,"
Panjang lebar Bapaknya Panji memberikan pengertian anaknya tentang bagaimana seharusnya orang-orang saling menjaga kelasnya, tak perlu menyebrang terlalu jauh agar tak sampai terbawa pusaran atau arus yang terlalu deras karena bukan ukurannya,
Panji menghela nafas, ia mulai merenungkan sosok Andini saat dulu ia masih hidup,
Saat ada seorang pemuda desa sebelah yang beberapa kali menyatakan cinta dan ditolak mentah-mentah oleh Andini,
Andini mengatakan pada Panji, bahwa ia memimpikan memiliki kisah cinta seperti di dalam drama Korea atau di dalam film-film TV,
Mendapatkan pacar tampan dan dari keluarga kaya, lalu ia menikah dan bahagia,
Mau apapun bisa tercapai tanpa susah payah, mau beli apapun bisa terbeli tanpa harus pusing memikirkan ada uang atau tidak,
Panji menghela nafas,
Sejak mendengar Andini mengatakan hal itu, Panji memang akhirnya mengurungkan niatnya untuk memiliki perasaan lebih pada Andini,
Ia tak lagi ingin menganggap Andini lebih dari seorang sahabat,
"Sudahlah, masuk saja sana ke kamarmu, istirahat, tidak usah pergi,"
Kata Bapak kemudian,
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba dua orang bapak-bapak yang masih memakai sarung dan memakai baju koko lewat di depan rumah Panji,
Keduanya menyapa Bapaknya Panji dan juga menyapa Panji,
"Dari mana Man?"
Tanya Bapak,
"Oh dari rumah Andini,"
Kata mereka berdua yang memasuki teras rumah Panji, bersalaman dengan Bapaknya Panji dan juga dengan Panji,
"Lho, ada yang datang ternyata,"
Kata Bapak,
"Pak,"
Panji tak enak mendengar kalimat sinis Bapak yang bagaimanapun tetap baginya itu tak etis dikatakan di depan orang lain yang hanya akan mendatangkan persepsi berbeda,
"Hanya beberapa saja Pak, kami datang karena tidak enak kenal baik dengan Pak Hasan, lagipula rasanya tidak tega melihat Pak Hasan mendapati anaknya meninggal dengan cara seperti itu,"
Kata salah satu dari dua orang tersebut,
Tampak Bapaknya Panji tersenyum, ia lantas terdengar memanggil Ibunya Panji,
"Bu... Buueee..."
Yang tak lama kemudian tampak dari pintu depan rumah melongok Ibunya Panji,
"Ada apa Pak?"
Tanya Ibunya Panji,
"Buatkan minum ini buat Soleh dan Lihun,"
Kata Bapak,
"Waduh jangan repot-repot pak, Bu,"
Kata kedua orang laki-laki itu,
"Ah tidak repot, sekalian saja duduk sambil temani aku ngopi,"
Ujar Bapak,
"Memangnya acara doanya sudah selesai Pak? Bukannya ini saja baru jam delapan,"
Kata Panji pada kedua orang laki-laki yang mampir ke rumahnya tersebut,
"Nah itulah Mas Panji, kami ini bubar sebelum masuk acara doa inti,"
Kata Lihun,
"Lho kenapa?"
Tanya Bapaknya Panji,
Lihun dan Soleh saling pandang, setelah itu baru kemudian memutuskan Soleh yang bercerita,
"Anu Pak... Itu, Mbak Indah, adiknya Mbak Andini, dia lari-lari dari ruang dalam, katanya ada Mbak Andini di atas genteng, di atas kamarnya manggil-manggil,"
Kata Soleh sambil bergidik,
Panji yang mendengarnya tentu saja terbelalak tak percaya,
"Ah masa Bang Soleh?"
Tapi Bapaknya Panji menabok pahanya sendiri,
"Sudah kubilang, kalau Andini itu pasti jadi syetan,"
Kata Bapaknya Panji.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Putrii Marfuah
Soleh Solihun malah ngrumpi.
bener sih, kudu realistis dalam hidup..emang gak semuanya orang hanya m Mandang harta dalam memilih pasangan. tapi lebih aman cari yg sepadan..walaupun jodoh rahasia tuhan.
harapan Andini tinggi, atau malah terlalu tinggi, siapalh resiko nya..KLO jatuh akan lebih sakit. gak kuat iman ya bundir jadinya...
2023-02-08
1
Karoh Mucharomah
anakku ikut lagi nih... ya namanya juga batu meninggal... arwahnya masih disekitar rumah...
2023-02-07
0
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
oalah andini plgan kmu blm tenang krn blm kesampaian ya
2023-02-05
0