Kedua detektif itu memacu kendaraan yang mereka naiki untuk kembali menuju ke kantor dimana resepsionis itu bekerja.
Setelah memarkirkan mobil, mereka kembali menuju ke lobii dan memeriksa keberadaan resepsionis itu. Namun ketika mereka sampai di sana, resepsionis itu sudah tidak berada di posisinya semula dan diganti oleh orang lain.
“Rekan kamu yang tadi di sini, sekarang ada dimana?“ tanya detektif Keiko kepada resepsionis satunya yang sejak tadi duduk dikursinya, saat dia sampai di meja resepsionis.
“Hilda, maksud anda?“ tanya resepsionis itu.
“Iya benar. Hilda, ada diman dia sekarang?“ tanya detektif Keiko.
“Jam kerjanya baru saja selesai beberapa menit lalu. Mungkin sekarang dia sedang berada di ruang ganti untuk bersiap pulang.“
“Jadi, ada dimana ruang ganti kalian?“ tanya detektif Egan menyelak.
“Ruang gantinya ada di bagian belakang sana, pak.“ Resepsionis itu pun menunjuk ke arah ruang ganti itu yang berada di bagian belakang ruang resepsionis tempatnya sedang bertugas, namun ternyata cukup jauh.
“Hanya perempuan yang boleh masuk pak,” tambah resepsionis itu saat melihat detektif Egan juga melangkah mengikuti detektif Keiko tepat di belakang.
“Baik kalau begitu. Saya akan menunggu di bagian luar ruang ganti dan berjanji tidak akan maauk ke dalam,” jawab detektif Egan yang masih meneruskan langkah kakinya mengikuti rekannya, detektif Keiko.
Detektif Egan dan Keiko terhenti langkahnya ketika mereka berada tepat di depan sebuah pintu berwarna kuning terang yang terdapat tulisan ruang ganti wanita bagian atasnya.
Detektif Keiko meletakan tangannya di handel pintu itu dan hampir membuka pintu itu namun sayup-sayup terdengar suara seseorang dari dalam ruangan itu yang sedang berbicara.
“Lebih baik kalau kamu ngga usah cari dia,” terdengar suara laki-laki walau tak terlalu kencang namun masih terdengar jelas.
“Tapi dia teman saya,” terdengar suara Hilda kali ini sama pelannya.
“Kamu harus merelakannya,” ujar suara itu lagi.
“Kenapa begitu? Kenapa saya harus merelakan dia?“ tanya Hilda penasaran.
“Aku dengar dia sudah tidak hidup lagi,” ujar suara itu lagi.
“Bohong, anda pasti berbohong,” kali ini suara Hilda jelas sekali terdengar bergetar walau dia sama sekali tidak menaikan volume suaranya.
Lalu kemudian terdengar tangis Hilda mulai meledak walau suaranya tetap tak terdengar kencang. Lalu detektif Keiko membuka pintu ruangan itu dan mendapati Hilda yang masih menangis di depan loker yang bertuliskan nama Tania. Namun saat detektif Keiko masuk keruangan itu, dia tak melihat siapa-siapa selain Hilda yang terlihat menutup wajah dengan kedua tangannya.
“Tadi siapa yang ada di sini?“ tanya detektif Keiko.
Namun mendapati pertanyaan itu, bukannya menjawab tapi Hilda justru menangis semakin kencang. Detektif Keiko memeluk Hilda berusaha menenangkannya.
“Apakah benar, kalau Tania sudah meninggal?“ Hilda bertanya sambil berusaha menguasai dirinya.
“Iya. Kami menemukan jasadnya beberapa hari lalu di sebuah bukit,” jawab detektif Keiko tanpa melepas pelukannya dari Hilda.
Hilda pun yang mendengar jawaban dari detektif Keiko seolah kehilangan seluruh kekuatannya dan semakin terduduk lemas dalampelukan detektif Keiko.
Setelah Hilda agak tenang, detektif Keiko berusaha meyakinkan Hilda untuk membantu pihak kepolisian guna menangkap siapa pembunuh Tania.
“Mari kita keluar. Kita temui rekan saya di luar dan kita ngobrol soal Tania,” ujar detektif Keiko.
Hilda menuruti permintaan detektif Keiko lalu mengumpulkan kekuatannya untuk berdiri dibantu detektif Keiko
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments