“Saya?”
Seketika ucapan Husna itu membuat seisi kelas tertawa. Baik tawa mengejek, sinis dan lucu karena ekspresi yang di berikan Husna.
“Sudah, jangan ribut. Jadi apa bisa?” tanya Azzam kembali.
Husna tidak mengangguk dan dia pun segera menjawab apa yang di minta oleh Azzam itu dengan satu paragraph yang singkat, padat dan mudah di mengerti. Jelas sekali bahwa dia terlihat sangat cerdas. Dia memang terkenal misterius tapi cerdas.
“Baiklah. Kesimpulan yang sangat bagus. Terima kasih!” ucap Azzam tersenyum.
“Ohiya, apa masih ada yang ingin kalian tanyakan lagi sebelum saya tutup pembelajaran kita hari ini?” tanya Azzam.
“Apa pak Azzam akan jadi dosen pembimbing juga?” tanya salah satu gadis.
“Dosen pembimbing? Sepertinya iya tapi kemungkinan saya hanya akan mengambil beberapa mahasiswa saja. Saya masih baru di sini.” Ucap Azzam.
“Jika bapak ingin menjadi dosen pembimbing. Saya saja pak.” Ujar salah seorang gadis lagi yang langsung mendapat gelak riuh dari teman-teman lain.
“Namanya juga usaha ya kan. Siapa tahu aja pak Azzam khilaf dan memilih saya jadi mahasiswa bimbingannya. Hum, jadi calon istri juga gak apa-apa kan. Bisa jadi novel yang keren tuh kan dengan judul berawal dari dosen pembimbing berakhir jadi suami.” Ucap gadis itu lagi.
“Makin halu yaa.” Timpal yang lain.
“Belum tentu juga pak Azzam memilihmu.” Timpal satunya lagi.
Azzam pun hanya tersenyum tipis mendengar gurauan beberapa mahasiswi di kelas itu. Tapi satu hal yang pasti matanya melirik seseorang yang terlihat tidak peduli dengan keberadaannya. Sangat menarik dan dia merasa terganggu akan hal itu.
“Sudah. Jangan ribut lagi. Untuk pembagiannya akan di atur oleh prodi. Kita lihat saja nanti.” Ucap Azzam mencoba menghentikan keributan yang sudah terjadi itu.
“Okay, jam mata kuliah saya hampir habis. Kita cukupkan sampai di sini dan sampai berjumpa di pengajuan judul penelitian kalian jika kita berjodoh.” Ucap Azzam tersenyum.
Azzam pun segera berlalu dari kelas itu begitu selesai menutup kelasnya hari itu. Tapi sebelum dia keluar dari pintu dia melirik Husna sekilas lalu melangkah keluar, “Na, aku merasa bahwa pak Azzam itu melirik ke arahmu.” Ucap Andita berbisik.
“Perasaanmu saja Dita.” Balas Husna datar karena tidak merasa sama sekali dan dia fokus merapikan catatannya.
“Sepertinya begitu.” Ucap Andita mengangguk.
Sementara teman-teman gadis mereka yang lain jangan tanya pada kemana. Mereka mengekori Azzam. Ada yang melihat dari jauh sampai Azzam masuk ke gedung fakultas. Ada juga yang nekat mendekati Azzam atau sekedar menyapanya. Bahkan ada yang terang-terangan meminta nomor ponsel Azzam yang tentu saja di tolak Azzam secara halus karena masalah ini di luar jam kuliah.
“Wah, kenapa kelasnya hanya satu jam saja sih. Mana hanya satu kali masuk juga.”
“Kau benar. Jika dosennya setampan dan semuda itu. Aku beta walaupun seharian di kelasnya dan menatap wajah tampannya itu.”
“Yah, tanpa perlu makan pun sudah bisa.”
“Halu kalian.” ucap Gilang melempar kertas kepada gadis-gadis itu.
“Ck, ketua tingkat. Apa kau iri karena kami yang memujamu ini beralih memuja pak Azzam?” tanya gadis itu.
“Untuk apa coba aku iri. Aku justru bersyukur kalian sudah punya idola baru. Aku sudah tidak pusing dari repot mengurusi kalian lagi.” Balas Gilang.
Para gadis itu pun tertawa melihat respon Gilang yang menurut mereka lucu.
***
Sementara Husna selepas dia selesai merapikan catatannya dan menyimpannya di dalam tas. Dia segera berdiri dari tempat duduknya dan hendak pergi tapi di tahan oleh Andita.
“Ada apa?” tanya Husna melirik Andita.
“Apa kau akan pulang?” tanya Andita. Sebenernya itu pertanyaan yang tidak butuh jawaban karena terlihat sekali Husna memang akan pulang. Apalagi memang hari ini sudah tidak ada mata kuliah lagi di tambah dengan kebiasaan Husna yang memang selalu pulang jika sudah tidak ada yang harus dia kerjakan di kampus. Kerjaan di kampus di sini dalam tanda kutip pembelajaran yaa karena Husna tidak ikut organisasi apapun. Kecuali jika ikut lomba dia sering berpartisipasi dalam hal itu, dalam tanda kutip lagi lomba yang bersifat individu.
Sekali lagi Husna tidak menyukai hal yang berbau kelompok. Bukan apa-apa tapi menurutnya jika berkelompok itu hanya merugikan waktu. Biasanya bukan bekerja kelompok malah gosip sana sini. Itu lah yang paling Husna tidak suka dalam kerja kelompok. Dia selalu menghindar jika kerja kelompok dan selalu saja mengambil bagiannya lalu segera mengirimkannya lebih cepat agar teman-temannya melanjutkannya.
Sekali lagi Husna bukan orang yang tidak bisa bersosialisasi hanya saja dia menutup dirinya dari hal-hal yang menurutnya kurang bermanfaat dan hanya merugikan waktu saja. Dia memang semisterius itu dengan teman-temannya itu. Tidak ada yang akrab satu pun walau itu Andita sekali pun.
Husna mengangkat keningnya mendengar pertanyaan Andita itu, “Apakah butuh jawaban?” tanya Husna balik.
Andita tersenyum, “Aku tahu pertanyaanku memang tidak butuh jawaban hanya saja aku menanyakan itu dengan harapan siapa tahu saja ada perubahan.” Ujar Andita.
Husna pun tersenyum, “Ini adalah diriku Dita. Aku sudah seperti ini dan untuk mengubahnya sepertinya akan jadi sesuatu yang sulit.” Ucap Husna.
“Aku pamit yaa! Aku pulang. Kamu juga hati-hati.” Sambung Husna.
Andita pun mengangguk, “Baiklah. Hum, kita turun bareng saja. Aku juga mau pulang.” Ucap Andita.
Husna pun mengangguk lalu kedua gadis itu segera turun bersama menuju parkiran di mana kendaraan mereka berada. Husna segera mengambil vespa kesayangannya dan Andita mengambil sepeda motor peninggalan ayahnya. Kedua gadis itu pun segera berpisah di sana menuju tujuan masing-masing.
“Sepertinya anjing peliharaanmu itu semakin dekat dengan si misterius itu.” ucap Kirana sinis kepada Ratna yang melihat kepergian Husna dan Andita.
“Aku belum memberikan pelajaran padanya. Aku masih memberinya waktu. Tunggu saja dia akan kembali padaku. Anjing peliharaanku harus kembali bukan.” Balas Ratna lalu dia melangkah turun untuk segera pulang juga.
“Semoga saja kau tidak terlambat. Semangat untukmu.” Ucap Kania menepuk bahu Ratna lalu dia segera melenggang pergi menuju mobil mereka bersama Kirana.
Ratna yang mendengar ucapan Kirana dan Kania itu pun mendesis, “Kalian meremehkanku.Tunggu saja kalian akan lihat Dita akan kembali padaku lagi.” Ujar Ratna kesal.
Dia pun segera menuju mobilnya, “Kania, dari pada kau sibuk memperingati aku. Lebih baik kau fokus pada kekasihmu itu yang kini sepertinya sudah mulai berpaling dan lupa punya kekasih.” Ujar Ratna lalu menutup jendela mobilnya dan meninggalkan Kania dan Kirana yang kesal.
“Mereka pikir mereka siapa bisa memprovokasiku begitu. Aku adalah Ratna, aku lah sutradaranya. Tidak ada yang bisa mengendalikan aku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Happyy
👊🏼👊🏼👊🏼
2023-08-26
0
Devi Sihotang Sihotang
sombong kau ratna... kena karma kau
2023-07-02
0