Di sisi lain, “Bang, kau mau kemana sudah tampan begitu?” tanya Zahra yang melihat abangnya sudah tampan. Dia bertanya dengan mulutnya yang penuh dengan buah-buahan.
Azzam yang melihat itu tersenyum lalu mendekati adiknya itu dan mengambil satu buah lalu dia masukkan ke mulutnya, “Abang mau ke toko buku sebentar. Abang kan sudah mulai mengajar mulai minggu depan. Jadi abang harus mempersiapkan semuanya dengan baik. Jadi abang mau beli buku sebentar. Kamu ada yang mau di titip?” tanya Azzam.
Zahra menggeleng, “Hum, gak deh. Gak ada. Lagian apa yang harus aku pesan kepada abang jika ke toko buku. Penulis favoritku saja belum merilis bukunya. Jadi gak usah.” Jawab Zahra dengan mulut yang penuh dengan buah.
“Makannya pelan-pelan dek. Nanti tersedak loh.” Ucap Azzam lembut yang hanya di balas dengan cengesan oleh adiknya itu.
“Ya sudah abang pergi dulu yaa. Kamu hati-hati di rumah. Jika ada yang mau kau pesan kau bisa menghubungi abang. Abang pamit. Assalamu’alaikum.” Pamit Azzam.
“Wa’alaikumsalam.” Balas Zahra lalu segera berpindah menuju ruang tv.
“Abang hati-hati juga di jalan” Teriak Zahra dari dalam rumah kepada Azzam yang sedang menghidupkan motornya. Azzam tersenyum mendengar teriakan adiknya itu.
Zahra adalah adiknya. Satu-satunya keluarga yang dia miliki setelah kedua orang tua mereka yang meninggal tiga tahun lalu dalam kecelakaan tunggal yang merenggut nyawa keduanya. Zahra walaupun saat itu sempat bersedih tapi dia bersyukur adiknya itu bisa bangkit dengan cepat dan dia tidak kehilangan keceriaannya. Tetap saja cerewet dan heboh. Dia mensyukuri hal itu karena mental adiknya tidak goyah walaupun mereka sudah yatim piatu.
Azzam selalu memenuhi semua kebutuhan adiknya itu. Tidak pernah dia tidak menuruti keinginan adiknya. Dia selalu menjadi ayah, ibu dan kakak untuk adiknya itu. Dia adalah seorang kakak yang mengayomi adiknya sehingga membuat Zahra sangat bergantung kepada kakaknya itu.
***
Sementara di mobil, Husna bingung harus membeli apa sebagai hadiah ulang tahun untuk ketua tingkatnya itu.
“Paman, boleh Husna bertanya?” izin Husna kepada sopirnya itu.
“Ehh … iya non silahkan.” Jawab paman Amat sopirnya.
“Panggil saja Husna paman. Gak usah pakai nona segala. Aku bukan majikan paman.” Ucap Husna yang tidak menyukai panggilan formal itu untuknya.
“Maaf non saya gak bisa.” Jawab paman Amat sungkan.
Husna pun menarik nafas kasar, “Ya sudah terserah paman saja. Di bilangin juga.” Ujar Husna.
“Ahh sudahlah. Husna mau tanya kira-kira hadiah yang cocok untuk anak cowok ketika ulang tahun itu apa paman?” tanya Husna kembali ke inti tujuannya bicara dengan sopirnya itu.
“Paman gak punya pengalaman tentang itu non. Tapi paman dengar dari anak paman jika dia membeli hadiah untuk teman cowoknya maka pasti barang-barang yang di sukai oleh cowoknya itu.” jawab paman Amat.
Husna yang mendengar itu pun mengangguk-ngangguk mencoba mengerti. Dia mengingat apa yang di sukai oleh ketua tingkatnya itu, “Paman kita ke toko buku.” Ucap Husna begitu dia mendapat ide hadiah apa yang cocok untuk ketua tingkatnya itu.
Paman Amat pun menurut dan segera melajukan mobil menuju toko buku terbesar di kota F itu. Begitu tiba Husna segera turun, “Paman tunggu di sini saja. Husna cuma sebentar kok.” ucap Husna lalu dia segera berlari masuk menuju toko buku.
Husna menuju jajaran buku yang menyediakan pengetahuan umum lalu dia tersenyum menemukan buku yang dia cari. Buku edisi terbatas. Dia pun mengambil buku itu dan hendak membawanya ke kasir tapi dia terhenti karena mendengar suara.
“Langit senja!” ucap seseorang. Husna yang mendengar itu segera melihat ke sumber suara dan matanya beradu dengan mata seorang pemuda bermata abu-abu.
Husna segera menundukkan pandangannya begitu juga dengan pemuda itu yang segera meletakkan kembali ke rak buku salah satu novel terkenal karya penulis favorit adiknya.
Husna segera menuju kasir dan melakukan pembayaran dan tidak lupa dia juga meminta agar buku itu di bungkus karena di gunakan sebagai hadiah, “Apa tidak perlu kartu ucapan nona?” tanya pegawai toko buku itu.
“Emm, selamat ulang tahun saja.” jawab Husna cepat. Pegawai toko buku itu pun mengangguk lalu menuliskan kata itu di kartu ucapannya.
Setelah pesanannya di bungkus dia pun segera membayar dan segera keluar toko buku itu dan segera naik mobilnya yang tidak lama segera melaju meninggalkan toko buku.
Tidak lama pemuda yang tadi berpandangan mata dengan Husna yang tidak lain adalah Azzam itu pun segera menghampiri kasir dan membayar tiga buku yang di belinya, “Apa anda juga menyukai karya penulis Langit Senja?” tanya pegawai toko buku itu melihat salah satu buku yang di beli Azzam adalah sebuah novel.
“Ahh bukan. Itu pesanan adik saya.” jawab Azzam cepat.
Pegawai toko buku itu pun mengangguk mengerti, “Ohiya tuan. Penulis Langit Senja itu akan merilis buku barunya bulan depan. Tidak sabar menunggunya. Pasti keren itu. Saya juga salah satu fansnya tuan. Saya sangat penasaran dengan wajah penulisnya itu tapi dia sangat misterius.” Ujar pegawai toko buku itu curhat.
Azzam yang mendengar itu pun hanya mengangguk-ngangguk saja lalu segera membayar buku yang dia beli dan dia pun segera keluar dari toko buku itu.
“Langit Senja? Apa dia semisterius itu?” Gumam Azzam penasaran.
Itu buku kedua yang dia miliki hasil karya Langit Senja penulis favorit adiknya. Dia tak sengaja membaca sekilas novel adiknya lalu dia tertarik karena tulisannya yang sangat indah dan rapi.
Dia pun mencoba membeli satu novel karya Langit Senja yang memang tersisa satu saja di toko buku karena setiap toko buku selalu kehabisan stok. Dan kali ini adalah novel kedua yang dia beli dan sama seperti sebelumnya dia pun tinggal menemukan satu saja. Untung judul novelnya berbeda dengan judul novel yang sebelumnya di abaca.
***
Husna di mobil terdiam dan dia masih mengingat pemuda yang dia temui di toko buku itu. Pemuda dengan mata abu-abunya yang sangat tampan, “Astagfirullah. Ada apa denganku.” gumam Husna.
“Dia mirip dengan seseorang. Mata abu-abunya itu mengingatkanku pada seseorang. Tapi aku yakin mereka orang berbeda. Tidak mungkin dia. Dia sudah tiada.” Batin Husna meneteskan air matanya tapi langsung dia hapus agar tidak di lihat oleh pamat amat.
Tapi secepat apapun Husna menghapus air matanya paman Amat sudah melihatnya. Nona mudanya itu memang sangat pendiam dan bicara seperlunya saja. Dia penasaran apa yang membuat nona mudanya itu berubah.
“Kita langsung ke mall nona?” tanya paman Amat.
Husna mengangguk, “Iya paman.” Jawab Husna pendek.
Setelah itu Husna mengalihkan pandangannya kearah luar, “Siapa dia? Siapa pemuda itu?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Happyy
💪🏼💪🏼
2023-08-24
0