Aluna menatap keluar jendela, menggigit bibirnya dengan pelan, pikirannya bercabang kemana-mana. Berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Tangannya memegang cangkir mungil berisi coklat hangat. Mata gadis itu terpejam. Mengembuskan nafasnya dengan berat tampak sedikit tertekan.
Apa yang harus dia lakukan?
Haruskah dia percaya pada Gabriel?
Haruskah dia menerima Gabriel? Apa yang harus Aluna lakukan?
Gadis itu takut, dia ketakutan. Dia bawah bayangan Gabriel yang mempesona Aluna hanya takut jatuh cinta pada pria itu.
Aluna takut ketika ia mempercayai Gabriel, Aluna langsung terjun bebas kedalam pesona Gabriel yang membutakan. Aluna tidak mau disakiti.
Aluna manusia normal. Ia benci rasa sakit, dan rasa sakit yang diberikan Gabriel adalah salah satu yang paling ia benci.
Menyeruput gelasnya lagi.
Aluna menatap cangkirnya yang akhirnya kosong, menghela nafas pelan kemudian melangkah keluar menyimpan gelas kotor itu.
Rumah Gabriel dingin, sejuk dan hening. Tidak ada orang selain Aluna. Para pekerja rumah akan kembali nanti sore, dan para pengawal ada diluar berjaga.
Aluna menatap ruangan diujung sana, ingatan gadis itu berputar ketika Gabriel menyiksa gadis itu disana. Perlahan Aluna mendekat, menyentuh pintu itu dengan pelan.
Aluna menyentuh gagang pintu, terkunci ....
Tentu saja, apa yang membuat Aluna berpikir Gabriel akan membiarkan pintu ini tidak terkunci.
Nafas gadis itu terdengar lelah. Kepalanya menyandar pada pintu dengan Frustasi ....
"Apa yang harus ku lakukan Gabriel?"
---
"Bagaimana menurutmu?"
"Apa yang ingin aku pikirkan? Aku hanya sedikit bangga. Tak ku sangka anak kecil sialan itu akan sesukses ini."
"Apa? Dia memang anak orang kaya? Secara ajaib saja dia bisa berada dirumah itu bersama istrimu."
"Istri? Cuihhh, j*l*ng itu tidak akan kuanggap sebagai istriku. Dia tidak berguna."
"Terserah saja, apa yang akan kau lakukan? Setelah tau anak itu berhasil hidup."
"Apa kau yakin dia hidup, aku yakin setelah pertunjukan ku dan IBU nya, pasti sedikit membekas di otaknya."
"Kau b"ji*gan!"
____
Pria itu terengah pelan, nafasnya memburu dengan bersemangat. Matanya berkilat penuh nafsu gila, senyum miring dengan beberapa bercak darah di pipinya.
Dia terlihat seperti monster. Monster gila dengan seonggok manusia tidak berdaya ditangannya.
Langkahnya oleng tampak tidak seimbang, rambut panjang itu ia jadikan tali untuk menyeret gadis tak berdaya dilantai.
Bekas sayatan, bekas tusukan dan pukulan menghiasi tubuh itu dengan sadis. Darahnya terus saja merembes keluar, membuat jejak seretan dilantai tampak sangat jelas.
"Aluna." satu nama terucap dari bibirnya yang melengkung dengan sadis.
Satu bayangan yang terus berputar di otaknya. Membayangkan gadis malang yang ia seret adalah Aluna. Menyalurkan hasrat membunuhnya pada gadis malang itu.
Gabriel Frustasi dia tidak puas, hanya Aluna yang dia inginkan. Tapi dalam lubuk hatinya ia sadar Aluna akan mati jika ia siksa. Dan Gabriel akan lebih menggila jika itu benar terjadi.
4 tahun ia habiskan didalam rumah sakit jiwa sudah sangat menyebalkan. Gabriel dihantui oleh pertunjukan gelap yang takkan pernah ia lupakan.
Gabriel membanting gadis itu dengan kasar keatas sebuah tempat tidur kecil ukuran satu orang.
"Bagaimana dengan jari Ibumu? Apa kau mau menyentuhnya?"
Gabriel menghempaskan kepalanya kekanan ketika sebesit bayangan muncul. Dengan sadis Gabriel memutuskan tiga jari dari sang gadis.
Kemudian bayangan jeritan melengking berputar di otaknya tepat bersamaan dengan jeritan gadis malang yang tampak sudah lelah berteriak.
"Aku tidak dengar, kau tidak mengulangnya." Gabriel berujar tampak pucat dengan wajah pias dan keringat.
"Ti ... ga .... je-jeritan ... T-tiga ... ta-ta-ngisan."
Gadis itu putus asa dalam rasa takut. Menyadari kata yang terus ia ulang terus membuatnya tersadar. Dan berkali-kali bertahan dari pingsan.
Gabriel tidak puas, gadis itu bukan Aluna. Dia tidak akan puas.
Tangan Gabriel mengambil pisau besar secara acak kemudian menancapkannya secara acak pada tubuh gadis itu hingga benar-benar tidak bernafas.
Berteriak, setelah perbuatan tidak manusiawi itu Gabriel menjerit frustasi. Dia ingin jeritan Aluna.
Tapi hatinya tidak, nafsu mendorong tapi hati Gabriel menolak. Hati Gabriel menjerit ketika melihat ekspresi Aluna yang ketakutan ketika menatapnya.
Gabriel terluka, tapi otaknya sudah rusak terlalu parah.
Yang coba ia lakukan hanya menahan nafsu nya, yang ia coba lakukan hanya tidak melukai Aluna lagi.
Kenapa sulit sekali?!
\_\_\_\_\_
Aluna hampir menjerit ketika pintu terbanting dengan kuat. Gaun tidur berwarna putih yang tengah ia rapikan terkibar pelan.
"Gab-riel?" suara Aluna bergetar, menatap penampilan Gabriel saat ini Aluna ketakutan setengah mati.
Gadis itu mundur ketika Gabriel maju mengulurkan tangannya.
Sekejap Aluna melihat luka dimata Gabriel. Namun Aluna terus mundur ketika Gabriel maju mendekat.
Luka itu semakin tampak jelas dimatanya. "Aluna." suara Gabriel bergetar tampak lemah dan putus asa.
"Kenapa kau menjauhi ku?"
Aluna membisu tak mampu menjawab pertanyaan Gabriel. Yang mampu ia lakukan hanya mundur menjauhi Gabriel.
"Apa kau takut aku ... melukaimu?" suara Gabriel melemah, tampak diam beberapa saat.
"Apa karena pisau ini." Gabriel mengeluarkan pisau dari dalam lengan jasnya. Pisau perak dengan noda darah itu ia lempar asal kelantai.
"Atau karena pisau ini?" Gabriel mengeluarkan pisau lain dari kerah kemejanya.
Pisau-pisau lain menyusul untuk terbanting ke lantai.
Kemudian Gabriel membuka Jasnya, membanting jas itu kelantai, suara berdering terdengar.
Ada berapa pisau yang pria itu bawa didalam pakaiannya?
"Sudah, tidak ada lagi Aluna. Aku tidak akan bisa melukaimu. "
"Aku takkan melukaimu Aluna."
Aluna terpojok diujung tembok. Kemeja Gabriel juga bernoda darah. Apa yang dilakukan pria itu tadi?
Gabriel mendekat. Dalam sekali tarikan Aluna berada didalam pelukan Gabriel.
"Aku tidak bisa berhenti sekarang. Tidak sekaligus."
Gabriel berbisik, perlahan merosot turun bersama Aluna. Memutar posisi mereka membuat Gabriel bersandar dilantai dengan lemas dan Aluna berada didalam pelukan dan pangkuannya.
"Jadi kumohon, maukah kau bersabar?"
Mereka berhadapan Gabriel menyandarkan keningnya ke kening Aluna.
"Tidak akan mudah tapi aku akan mencoba."
Gabriel putus asa, dia kalah. Dia kalah.
"Satu; patuhi perintah
Dua; tidak ada bantahan
Tiga ; pasrah
Empat; Tidak ada kontak fisik dengan pria lain
Lima; meminta ijin
Tujuh; pelanggaran artinya hukuman
Delapan; hukumanmu bergantung keinginanku"
Aluna terdiam, peraturan Gabriel, Aluna bahkan hafal setiap isinya.
"Dan yang keenam~,"
Entah mengapa jantung Aluna berdetak dengan keras, menanti ucapan Gabriel.
"Taklukan Aku."
Suara Gabriel pelan namun masih dapat didengar oleh Aluna. Senyum kecil muncul diwajah rupawan Gabriel. Membuat jantung Aluna semakin berteriak kencang didalam sana.
"Dan kau melaksanakan peraturan itu dengan baik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
mentari pagi
taklukan...Aluna....
2021-05-24
1
atmaranii
aq pnasaran knp gbriel terobsesi bgs ma aluna
2021-04-06
2
Vera Chaniago
aku g mudeng sama alur nya... seriusan...!!!
ada ap dgn Aluna sampe Gabriel terobsesi sama aluna??
2021-02-22
3