Aluna menjatuhkan roti bakar yang baru saja ia gigit setengahnya. Menatap berita di televisi yang menampakkan sosok Gabriel dengan sorang gadis yang wajahnya tidak begitu jelas. Tampak dirangkul oleh Gabriel keluar dari salon ternama.
Berita gosip malam dengan judul "Teman kencan Gabriel yang baru" itu benar-benar mengejutkan gadis itu.
Oh sungguh?! Teman kencan? Apa mereka hanya tahu memberitakan sesuatu tanpa fakta yang jelas. Harusnya berita itu berjudul, "tahanan Gabriel yang baru."
Sebuah hal yang patut disukuri Aluna menunduk ketika keluar dari dalam salon karena malu dengan riasannya. Dan tampaknya si paparazzi mengambil foto itu dari jauh.
Aluna melangkah dengan tidak sabaran keluar dari kamar Gabriel, pria gila itu memaksa Aluna untuk tidur di kamarnya. Pernah sekali Aluna nekat tidur disofa ruang tamu, dan ketika bangun ia sudah berada diatas tempat tidur didalam dekapan Gabriel, atau ketika ia terbangun tengah malam dan pindah tidur keatas sofa kamar Gabriel ia tetap saja kembali terbangun diatas tempat tidur mewah pria itu.
Seolah Gabriel tidak dapat tidur tanpa mendekapnya. Aluna tidak bisa kabur, dengan tidak tahu malu pengawal Gabriel selalu menunggu lima belas menit sebelum jam kuliah berakhir didepan pintu kelasnya.
Untung saja ia mahasiswa tingkat akhir sehingga sebentar lagi ia akan lulus, yah sebentar lagi ia akan mendapatkan uang sendiri dan menyewa kontrakan baru.
Berikan satu kata sialan pada Gabriel yang membakar rumah kontrakan Aluna beserta benda-benda didalamnya. Dan satu lagi untuk tidak membiarkan Aluna bekerja paruh waktu ditoko bunga tempat biasanya ia bekerja.
Mungkin saja ia sudah dipecat sekarang, ini sudah minggu kedua lebih beberapa hari Aluna tinggal dirumah mewah Gabriel. Aluna bebas mengitari rumah bebas kemana saja asalkan tetap berada didalam rumah itu. Dia seperti tahanan yang dipenjara disebuah sel emas.
Meski berkilau dan mahal tetap saja mengurung. Terkadang Aluna berpikir juga mungkin ia tidak dipecat. Pemilik toko bunga itu adalah seorang pria penjilat yang bersikap sok baik kepadanya. Meski Aluna tidak tahu mengapa, tapi sikap baik yang dipaksakan oleh pria itu begitu kentara. Seolah pria itu sedang berusaha menarik perhatian seseorang melalui Aluna.
Aluna keluar langsung berhadapan dengan salah seoarang Body Guard Gabriel yang berdiri tegak dengan wajah datar.
"Diamana Gabriel?" Aluna bertanya dengan wajah tidak sabaran. Ia tidak mau ini tersebar luas. Aluna tidak mau.
"Tuan Gabriel diruang kerjanya," sahut pria itu dengan nada datar. Aluna memutar bola matanya. Mungkin mereka sudah terbiasa menatap tembok sehingga ekspresinya sama seperti tembok.
Ruang kerja Gabriel terdapat dilantai dasar rumah ini, berada didekat halaman belakang dengan nuansa taman buatan. Sebuah pilihan yang bagus karena dengan begitu ia tidak akan begitu stres dengan pekerjaannya. Ugh, kenapa Aluna harus berpikir sampai sejauh itu.
"Gabriel!" seru Aluna memaksa masuk menemukan Gabriel yang tengah bersantai membalikkan kursinya membelakangi meja kerja, menatap taman buatan melalui jendela bening dan besar.
Gabriel memutar kursinya dengan santai, menatap Aluna dengan tatapan tanpa beban. "Tidak perlu berteriak, Aluna. Aku tidak tuli."
Aluna mendengus, bagaimana pria itu bisa begitu santai? Aluna yakin seratus persen pria itu tahu mengenai gosip di televisi itu.
"Kau pasti tahu mengenai berita di televisi, kenapa kau membiarkannya?" Aluna melipat tangannya menatap Gabriel dengan pandangan tidak suka. Oh, bagaimana ia bisa seberani ini? Terlalu kesal kah?
"Mendekatlah Aluna, kau terlalu jauh berdiri." Aluna mendadak gugup, menatap Gabriel dengan tidak setuju. Dengan jarak sejauh ini Aluna dapat menghindari kemarahan Gabriel dengan mudah. Ia dapat mencapai pintu dengan mudah dari jarak ini.
"Tidak mau? Harus kah aku yang kesana?" Gabriel ingin tertawa, kemana perginya Aluna yang pemberani beberapa detik yang lalu? Kenapa yang berdiri disana kini malah sosok yang menatapnya ragu dan tidak yakin.
Tangannya masi terlipat namun tidak menunjukan keangkuhan sama sekali. Gabriel bangkit dari kursinya, mendadak berdiri didepan Aluna yang entah memikirkan apa, mungkin menyesal atas tindakan mendadak beraninya itu.
Dengan sekali hentakan tubuh Aluna sudah benar-benar dekat dengan tubuhnya, Gabriel mengelus bahu Aluna turun hingga tangan gadis itu yang kini berada dikedua sisi tubuhnya.
Gabriel mengangkat Aluna dalam gendongannya, membuka kedua kaki Aluna untuk melingkari tubuhnya. Membawa gadis itu bersamanya kembali duduk dikursi meja kerjanya.
Aluna bergerak sedikit tidak nyaman, berada diatas pangkuan Gabriel dengan kedua kakinya yang mengantung dikedua sisi berbeda.
"Apa yang ingin kau katakan?" Gabriel merapikan beberapa helai rambut Aluna yang menutupi wajah gadis itu. Mengelus wajah gadis yang membuatnya gila sejak pertama kali bertemu.
"Kau pasti tahu mengenai berita di televisi, kenapa kau membiarkannya?" Aluna mencicit takut, menundukan wajahnya dengan takut.
Gabriel menarik lembut rambut Aluna, hanya agar gadis itu mendongak menatapnya. "Kenapa aku harus mencegahnya?"
Aluna terdiam, kenapa Gabriel malah balik bertanya kepadanya. "Aku tidak nyaman dengan berita itu Gabriel, aku tidak mau."
"Kenapa?" nada suara Gabriel berubah tajam, menatap sang gadis dengan tatapan tajamnya. Membuat tubuh gadis dipangkuannya bergetar takut.
"Biarkan saja berita itu Aluna, biarkan semua orang tahu bahwa gadis ini adalah milik Gabriel Ivanovich, dan mereka pasti mengerti menyentuhmu artinya mati." Gabriel mengelus punggung Aluna dengan lembut, menunduk mengecup bibir Aluna singkat.
"Tidak akan ada yang peduli kau suka atau tidak, termasuk aku."
Aluna terdiam. Gabriel benar, dia tidak suka atau menolakpun siapa yang akan mendengar? Reputasi Gabriel yang menguasai berbagai hal sudah tersebar luas. Apapun yang diinginkan Gabriel selalu ia dapatkan. Entah karena apa.
Mungin uangnya, wajahnya atau segala yang ia miliki.
Aluna tidak berdaya menghadapi kekuasaan Gabriel. Gabriel yang sanggup membunuh tanpa perasaan berdosa kenapa tidak dapat mengendalikan kehidupan Aluan yang serba kekurangan.
Bahkan Aluna tidak dapat berbuat apa-apa saat Gabriel membawa tubuhnya duduk diatas pangkuan pria itu.
"Menyadari semuanya percuma?" Gabriel mendorong kepala Aluna bersandar pada bahunya. Menbaca lanjut email dari sekertarisnya yang sempat tertunda.
"Jangan memikirkan hal yang tidak akan bisa kau lakukan Aluna." Gabriel mengecup bahu Aluna yang terekspos karena bagian bahu dari bajunya turun, kemudian menggigit pelan disana. Meninggalkan bekas memerah kecil dibahu putih Aluna.
"Lari dariku contohnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Linggar
sadis tapi romantis...suka
2021-07-23
0
mentari pagi
keren bgt....suka....
2021-05-24
1
YaNaa Putra Umagap
aku suka banget dengan pemakaian kata yg di ucapkan Gabriel....
gak alay dan terkesan pas , untuk karakter Gabriel.....
2021-05-07
2