Hal pertama yang dirasakan ketika membuka matanya adalah rasa perih diperutnya. Mata gadis itu mengerjap kemudian terbuka. Memandang langit-langit kamar berusaha mengumpulkan kesadarannya.
Tubuhnya menggeliat, menatap sekeliling. Ini kamar Gabriel, dia sudah kembali kedalam kamar berwarna coklat itu lagi, dalam pelukan pria yang sama lagi.
Aluna meringis, merasakan perih pada perutnya. Wajahnya menunduk menatap pakaiannya yang telah berganti. Ini kemeja Gabriel semalam. Ada bekas darahnya disana.
"Kau sudah bangun." suara Gabriel membuat Aluna mendongak. Menatap Gabriel yang menatapnya dengan mata yang tampak baru saja terbuka. Menyorotnya dengan berbeda.
Aluna mengangguk kemudian kembali menunduk, menyembunyikan kepalanya. Membuat Gabriel semakin merapatkan pelukan mereka.
Bermenit-menit berlalu, hingga Aluna merasakan tubuh Gabriel melepaskan dekapannya. Menarik Aluna dengan lembut bangkit dari tidurnya. Gabriel menarik Aluna duduk dipinggir kasur, pria itu berlutut didepannya. Melepaskan kancing kemejanya yang dipakai Aluna sampai perut.
Memperlihatkan perban yang melilit perut gadis itu.
Tangannya bergerak mengelus perban itu dengan sedikit tekanan membuat Aluna meringis pedih. Bibir pria itu bergerak mencup perban dengan sedikit lama.
"Kau tahu aku takkan minta maaf," ujar Gabriel menatap Aluna. Membiarkan wajah gadis itu memerah bersemu.
"Bersihkan tubuhmu, pelan-pelan saja. Mungkin akan sedikit perih. Kita akan sarapan diluar pagi ini." Gabriel melangkah keluar kamar meninggalkan Aluna yang termangu bingung berbuat apa sendirian dikamar.
Langkah kaki Aluna membawa gadis itu masuk kedalam kamar mandi.
Gabriel selalu menakjubkan ketika tidak sekejam biasanya, pria itu akan terlihat luar biasa dengan sikap lembut dan wajah tampannya. Akan benar-benar terlihat seperti seorang manusia.
••°°••
Aluna muncul dengan gaun hijau muda selutut dengan mantel abu-abu membungkus tubuhnya. Diluar masih cukup dingin meski matahari sudah menampakan wujudnya.
Aluna mengikuti Gabriel masuk kedalam mobilnya, mobil abu-abu dengan atap rendah. Tampak begitu nyaman dan mewah.
Membawa mereka kesebuah cafe dengan kesan hangat lengkap dengan beberapa hiasan ornamen kayu.
Aluna duduk didepan Gabriel, sama-sama sibuk menyantap sarapan mereka. "Kau ada kegiatan hari ini?" suara Gabriel lebih dahulu memecah keheningan diantara mereka.
Aluna menggeleng sebagai respon, dia tidak ada jadwal kuliah hari ini. Ya artinya dia akan bingung harus melakukan apa.
"Temani aku di kantor." Aluna mendongak menatap Gabriel yang memfokuskan pasangannya pada Aluna.
"Hari ini aku juga tidak memiliki jadwal pertemuan. Jadi kemungkinan besar aku hanya akan duduk seharian membaca beberapa kertas menyebalkan." lanjut Gabriel dengan penjelasan. Tampak tidak menerima bantahan seolah matanya berkata JANGAN MENOLAK DAN MEMBUATKU MENYIKSAMU LAGI.
Dan tentu saja Aluna lebih mencari jalan aman, menemani Gabriel lebih baik dari siksaannya. Perih diperut Aluna masih terasa sampai sekarang. Lagi pula, dia tidak tahu harus melakukan apa hari ini.
"Jadi?"
"Baiklah, aku akan menemanimu." Aluna mengangguk, menatap mata Gabriel dengan senyum tipis.
Sarapan mereka habis, Gabriel melangkah keluar disusul Aluna, melewati beberapa toko kecil untuk sampai diparkiran.
Mata Aluna mendadak berbinar, menatap seekor kucing lucu berbulu tebal yang terlihat dari jendela. Tampak begitu imut dan lucu. Aluna menyukai kucing, sejak kecil kucing adalah hewan kesukaannya.
"Kau ingin memilikinya?" Aluna tersentak, menatap Gabriel yang juga menatap kearah kucing tersebut.
Entahlah, Aluna sangat ingin. Tapi ayolah, itu bukan kucing kampung. Lihatlah bulunya yang tebal dan putih. Mungkin termasuk kucing Anggora atau semacamnya.
"Tidak kurasa," ujar Aluna tampak tidak yakin, dan siapapun dapat menebak bahwa gadis itu menginginkannya. Aluna menggeleng melanjutkan perjalanan mereka.
Gabriel mengambil handpone-nya. Menukis beberapa kata kemudian memasukan kembali handphonenya kedalam saku celananya.
Melangkah menyusul Aluna yang belum terlalu jauh.
Mobil Gabriel sudah menunggu, siap mengantar Gabriel menuju tumpukan kertas menyebalkan dan penting dalam satu waktu.
Mobil itu bergerak, mampir menuju bank sebentar. Entah apa yang dilakukan Gabriel disana. Kemudian baru kekantor.
Apa yang harus Aluna katakan, kantor pusat perusahaan Gabriel adalah kantor besar dengan tulisan sambutan Enterlance dengan tulisan indah. Dan 76 lantai. Sebuah bangunan tinggi yang begitu menjulang dan mempesona.
Ruangan Gabriel berada dilantai teratas, entahlah mungkin untuk menunjukan dialah pemimpin teratas.
Dimulai dari tingkat terbawah, para pegawai menunduk hormat menyapanya yang dibalas Gabriel dengan senyum kecil. Para pegawai wanita mondar-mandir dengan high heel yang berbunyi ketika menyentuh lantai.
Mereka menaiki lift menuju lantai atas, sedikit menakutkan bagi Aluna terlebih lantai 76 tidak hanya berjarak 1M dari tanah.
Begitu pintu terbuka, Aluna menatap ruangan Gabriel yang dicat dengan warna abu-abu, jendela besar dibelakang meja kerjanya dan beberapa sofa yang disusun di pojok ruangan.
Serta dua kursi yang tampak nyaman bertengger didepan meja kerjanya.
"Meeeoooonggg."
Aluna menoleh dengan sedikit terkejut, menatap kucing lucu yang muncul dibalik meja kerja Gabriel.
"Oh My God, Gabriel its cute." Aluna menutup mulutnya terkejut. Menatap hadiah Gabriel dengan mata berbinar.
"Terlambat mengucapkan kejutan?" tanya Gabriel dengan senyum membuat Aluna membalas senyuman pria itu dengan tidak kalah lebar.
"Tidak ada pelukan terimakasih." tanpa berpikir Aluna menerjang Gabriel dengan sebuah pelukan. Membuat pria itu membalas dengan tidak kalah erat.
Aluna melepas pelukan dengan wajah bingung, membiarkan Gabriel yang menatapnya tersenyum. Mengetahui gadis itu salah tingkah didepannya.
"Duduk lah disofa," ujar Gabriel, Aluna mengangguk menurut. Mengendong kucing lucu itu kepangkuannya. Mengelus kucing yang tampaknya sudah jinak dan benar-benar manja.
Gabriel tidak pernah menyangka apa yang terjadi padanya ketika bersama Aluna. Rasanya ribuan kali lebih menyenangkan ketika melihat gadis itu tertawa dan tersenyum dibandingkan melihat gadis itu tersiksa.
Entah karena apa Gabriel tidak pernah tega berbuat lebih kepada Aluna. Beberapa goresan saja gadis ditubuh gadis itu membuat Gabriel merasa tidak rela. Meski terkadang sisi lainnya yang haus akan darah mendominasi.
Gabriel sepenuhnya sadar kondisi mentalnya tidak stabil. Dia gila, sejak kejadian gila bertahun-tahun yang lalu.
Traumanya membakar kewarasannya. Traumanya menarik pria itu kedasar hitam penuh jeritan. Membuat orang-orang berteriak selalu menjadi siksaan yang entah mengapa mulai ia nikmati.
Dan gadis itu datang bersama sebuah senyuman tanpa dosa. Membawa dirinya kehadapan Gabriel yang membutuhkannya.
Gabriel membutuhkan Aluna. Membutuhkan gadis itu. Dalam jeritan atau tawa. Baik setuju ataupun tidak.
Gabriel menatap Gadis itu yang tampak asik dengan hewan peliharaan barunya. Memangku wajahnya dengan sebelah tangan. Tanpa sadar tersenyum puas ketika Aluna menunjukan wajah bahagianya.
Memperhatikan wajah gadis itu dengan teliti, rambut coklat, mata biru, pipi tirus dan senyum menawan.
Banyak gadis yang lebih cantik, tapi hanya Aluna yang memiliki sesuatu yang Gabriel butuhkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Wanti agustin
cinta memang sperti itu kan...sulit untuk dmengerti😄
2021-03-10
1
Dea Dhanzell
mungkin krn aluna mirip ibunya ya??
2020-11-25
1
No Name
Semangat terus bikin lanjutannya thor..🔥🔥 udah saya like dan rate 5 mampir juga ya ke karya perdana saya CATATAN ISI HATI. Bantu vote juga ya mari saling support. Terima kasih....😊😊
2020-05-29
2