6. Ironi

Hal paling ironis yang dirasakan oleh Aluna adalah ketika bangun dari tidur lelapnya dan menyadari ia tertidur dalam pelukan pria paling ingin ia hindari didunia.

Tubuh mereka berdempet erat, seperti lem, tangan Gabriel yang memeluk pinggang serta tangannya yang sebelah lagi menjadi bantalan kepala Aluna.

Mata pria itu terpejam erat, garis-garis kejam dari wajahnya menghilang. Bulu mata panjang dan lurus miliknya menyelimuti mata yang terpejam itu. Dia selalu tampak seperti pria baik-baik saat tidur. Mempesona, Gabriel selalu mempesona. Jika saja sifatnya tidak sekejam malam tadi, Aluna sudah sejak lama terlempar kedalam pesona maskulin seorang Gabriel.

Gabriel mempesona dengan aura misterius dan gelapnya. Wajahnya tampan dengan rahang tegas dan suara serak namun tegas. Beberapa kali menjadi model majalah karena kesuksesan dan wajah rupawannya. Siapapun akan langsung jatuh hati, dia digilai dan dicintai, namun sisi gelapnya tenggelam, bersembunyi dibalik pesona kuatnya.

Jauh didalam hingga tak terjangkau siapapun, dan Aluna selalu bertanya. Mengapa Gabriel menunjukan sisi gelap itu padanya. Peraturan yang diberikan Gabriel sejak pertama kali mengklaim Aluna sebagai miliknya dulu, mengikat dengan cara yang aneh.

Ada delapan buah peraturan, namun peraturan nomor enam tidak pernah ia beritahu. Gabriel tidak pernah membahasnya. Aluna penasaran, terapi tidak pernah bertanya. Bersama Gabriel membuatnya harus berkali-kali lebih hati-hati.

Aluna menunduk begitu melihat gerakan. Tidak nyaman dari kelopak mata Gabriel, tubuhnya merinding merasakan sorotan intens dipuncak kepalanya. Terasa begitu dalam dan membuat Aluna sedikit tidak nyaman oleh sensasinya.

Mata Aluna terpejam, mencoba berpura-pura tidur tidak ingin paginya diawali dengan buruk, berhadapan dengan Gabriel.

Tubuh Gabriel begerak mencari posisi nyaman, menarik Aluna semakin dekat dengannya. Menarik tubuh Aluna agar semakin menempel. Reflek tangan Aluna menahan dada Gabriel yang bergerak semakin menempel dengan tubuhnya. Membuat kedua telapak tangannya menempel didada Gabriel menjadi celah diantara mereka.

Aluna menghitung detik demi detik. Menunggu Gabriel bergerak bangun. Aluna tahu Gabriel sudah bangun. Gabriel memiliki kebiasaan aneh. Ia akan mendekap Aluna cukup lama dipagi hari. Aluna dapat merasakan dagu Gabriel yang berada diatas kepalanya.

"Kau memiliki kuliah pagi?" hening sesaat begitu suara serak Gabriel terdengar. Memecah keheningan yang tercipta cukup lama diantara mereka.

"Tidak ada," balas Aluna seadanya. Oh ya kuliahnya. Buku-bukunya, pakaian-pakaiannya. Entah apa yang harus dilakukan gadis itu sekarang. Tidak ada tempat tinggal, ah jangan dulu pikirkan itu. Baju lain selain yang ia kenakan saja ia tidak punya. Entah pergi mengenakan apa ia nanti, baju yang pakai saat ini sudah ia pakai dua hari.

"Hari ini kita akan berbelanja," Gabriel berujar santai, memainkan helaian rambut Aluna, seakan tidak ada masalah yang pernah terjadi seakan hal yang terjadi semalam itu hanya bayangan semata.

Aluna mengangguk saja, dia bisa apa? Menolakpun tidak mungkin didengar oleh Gabriel. Pria itu keras kepala dengan perkataan yang harus dituruti.

-}{-

Mata Aluna membulat, menyusuri satu demi satu tas belanja didepannya. Menatap Adolf pelayan pribadi Gabriel dengan tatapan tak percaya dan meminta penjelasan.

"Tuan Gabriel memiliki pertemuan mendadak dengan salah satu mitra usaha dari Singapore." jelas Adolf berhenti sejenak menatap ekspresi Aluna dengan datar. "Jadi dia menyerahkan urusan belanja kepada saya."

Dahi Aluna menyengit, dua jam saja dia tidak bertemu pria itu, dan sekarang pria itu sudah pergi entah kemana dengan bisnisnya. Gabriel yang gila bekerja. Siapa yang tidak tahu? Memegang perusahaan dalam usia muda, 24 tahun membuatnya begitu terkenal dan sensasional.

"Lalu pakaian ini?" Aluna menunjuk belasan tas belanja itu dengan tidak yakin. Aluna rasanya ingin menangis menatap merek yang terpampang pada kertas belanja. Oh, yang benar saja. Merek salah satu butik mewah.

Bukan terharu, hanya saja melihat harganya Aluna harus banyak berpikir bagaiamana cara mengembalikan uang itu nantinya. Aluna tentu saja tidak ingin selamanya tinggal bersama Gabriel.

"Sebaiknya Anda bersiap Nona, kuliah Anda akan segera dimulai," ujar Adolf mengingatkan. Memasang mimik wajah datar, menatap Aluna tanpa emosi.

Meski didalam otaknya ada beribu pikiran yang ingin ia ungkapkan. Mengenai sang Tuan yang ia cintai dan sayangi layaknya anak dan  saudara sendiri. Mengenai seorang gadis yang menarik perhatian sang Tuan sejak awal bertemu.

Mungkin gadis itu lupa, mungkin dia tidak ingat. Mungkin meski diingatkan dia tidak akan pernah mengingatnya lagi.

Rasa iba dan syukur karena Tuannya menemukan gadis itu. Rasa sukur karena meski ia tidak tahu bagaimana sang Tuan tidak pernah jatuh kedalam kegelapan yang masih mengikatnya ketika mendekap gadis itu.

Adolf juga tidak mengerti apa yang dimiliki gadis itu. Tapi dia tahu gadis itu memiliki nyawa yang selalu terancam ketika berada didalam dekapan Gabriel. Gabriel dengan emosi gila, trauma yang mungkin akan membuat orang bunuh diri ketika mengingat apa yang terjadi.

Adolf masih dapat mengingat bagaiamana ia menatap Gabriel dengan potongan-potongan penuh darah sedang menyanyikan lagu tidur untuk dirinya sendiri.

"Tuan Gabriel meminta saya mengantar Anda, sebaiknya Anda segera bersiap agar saya dapat menyusul Tuan Gabriel secepatnya."

Aluna sangat tahu itu adalah sindiran agar ia lebih cepat bersiap-siap. Bibirnya mencebik sebelum masuk kedalam kamar Gabriel, membiarkan beberapa pelayan yang sedari tadi memegang tas belanja itu mengikutinya.

Setelah seluruh pelayan keluar yang dilakukan Aluna pertama kali adalah mengeluarkan seluruh isi tas belanja itu. Membandingkan harga-harga pakaian itu. Mencari yang paling murah. Meskipun ukuran murah saat ini benar-benar tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Pilihan Aluna jatuh pada dress selutut berwarna merah muda. Pakaian paling murah yang hanya berbeda beberapa dolar saja.

Pakaian itu bagus seperti harganya, lembut dan nyaman. Memberi kesan manis pada diri Aluna. Tanpa polesan bedak lipstick atau apapun, cukup satu baju saja. Aluan tidak ingin  terlalu banyak berutang pada pria bernama Gabriel.

Aluna bahkan tidak mau repot-repot membongkar tas belanja berisi make-up. Dia tidak ingin cari masalah ingat?

Aluna melangkah keluar, langsung berpasangan dengan Adolf yang tengah menunggunya. Aluna mengangguk hormat. Adolf bangkit berjalan mendahului Aluna, "mari nona."

Aluna mengikutinya, masuk kedalam salah satu mobil mewah di bagasi mobil milik Gabriel. Orang kaya memang tidak puas hanya dengan satu barang yang sebenarnya memiliki fungsi sama saja. Aluna menatap jajaran mobil yang terparkir dengan rapi.

Getaran pada tas kecil membuat Aluna menuduk merogoh tas kecil dipangkuannya yang dibelikan Gabriel juga. Menatap ponsel jadul yang berhasil selamat dari resiko terbakar karena Aluna yang tidak melepaskannya.

"Jangan kemana-mana malan ini, kita akan makan malam bersama mitra bisnisku."

Aluna cukup tahu siapa yang mengiriminya pesan, siapapun dapat menebak siapa yang mengiriminya pesan.

Tentu saja pria itu, Gabriel.

Terpopuler

Comments

YaNaa Putra Umagap

YaNaa Putra Umagap

apa ada flashdback pertemuan pertama mereka .....

2021-05-07

1

Ahzu

Ahzu

sultan mah bebas eay...

2021-03-07

1

Shaskia Devi

Shaskia Devi

horang kaya 😂

2021-01-01

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!