Entah karna apa Kenan merasa tidurnya sangat nyenyak hingga pagi menjelang, dirinya sudah terbangun sedari tadi tapi ia tidak ingin beranjak, jangankan untuk beranjak ia bahkan ia enggan untuk sekedar membuka mata, ini terlalu nyaman dengan semua ini.
Agrhhh...
Tiba-tiba saja Shafana berteriak, saat ia pertama kali membuka mata yang ada di hadapannya adalah wajah orang yang paling di hindarinya sedari dulu, yang siallnya pria itu kini menjadi suaminya.
"Kau memperkosahku!" Kenan menoyor kepala istrinya.
"Kau memfitnah suamimu sendiri?, jika aku ingin aku sudah melakukannya sejak semalam tapi aku tidak tertarik olehmu."
"Ya kau benar," pada akhirnya Fana sudah mulai terbiasa oleh perkataan pedas suaminya.
"Segera lah bersiap hari ini kita pindah ke rumahku."
"Pindah?"
"Ya pindah, kau pikir kita akan selamanya tinggal di sini."
"Ya memang itu yang ku pikirkan, nengapa kita tak tinggal di sini saja?"
"Jarak rumah Ayah ke kantorku lumayan jauh, lagi pula aku tidak leluasa."
"Leluasa? jangan katakan jika kau akan menyiksaku di rumahmu?"
"Ya jika kau membantah setiap kata yang keluar dari mulutku aku akan menyiksamu dengan sangat kejam!" Kenan melayangkan ancaman untuk istrinya.
Bukannya merasa takut atau waspada justru Fana merasa tertantang denan ucapan suaminya.
"Lakukan saja jika kau berani."
"Kau pikir aku takut!?!"
"Jika kau melakukan hal tak layak padaku aku bisa menggugatmu atau mempidanakanmu, satu hal yang harus kau ketahui, aku bukan tipe istri yang hanya akan menangis meratapi nasib di saat ketidak adilan menyapaku, aku akan menegakan keadilan setidaknya untuk kesejatrahan hidupku dari ulah suami derhaka sepertimu." Fana segera bergegas mandi sebelum suaminya mengamuk padanya.
Setelah sarapan dua mobil beriringan untuk mengantar Fana, Ayah dan adiknya turut mengantar kepergian dirinya. Fana semobil dengan suaminya sedangkan Ayah dan Shifa semobil dengan kedua mertuanya.
"Culun wajahmu sudah jelek jangan di tekuk begitu, mataku sakit saat melihatmu, kau akan tinggal di rumah suamimu bukan akan menghabiskan sisa umurmu di penjara jadi jangan terlalu terlihat menyedihkan."
"Seandainya bisa aku lebih memilih untuk tinggal di penjara, dibandingkan harus tinggal dirumahmu."
Cekit...
Kenan langsung menginjak rem,
"Kau sadar apa yang kau katakan? "
"Aku sangat sadar."
"Jika Mama mertuamu mengetahui kau mengatakan ini dia akan sangat sedih, dasar tidak tau di untung, seharusnya kau merasa beruntung karna aku yang menjadi suamimu."
"Mama tidak akan tau jika kau tutup mulut. " ucapnya tak acuh, bagi Fana tak ada gunanya berbasa-basi atau bersikaf baik di hadapan pria itu.
Kenan menggelengkan kepala dan kembali melanjutkan mobilnya.
Shafana hanya menatap sendu sekelilingnya.
"Ayah, aku merasa telah di buang di tempat ini," pada akhirnya Fana menghambur memeluk tubuh ayahnya, ia menumpahkan air matanya di pelukan pria yang sudah membesarkannya seorang diri.
"Ayah sama sekali tidak membuangmu, kau di sini untuk melanjutkan hidupmu, pintu rumah kita selalu terbuka untukmu Nak, kapanpun kau mau kau boleh pulang Nak, hiduplah dengan bahagia." Ayah Rendy mengurai pelukan putrinya.
Kacamata yang di kenakan Fana nampak mengembun setelah tangisannya mulai mereda, Mama Lily menghampiri menantunya dan menggenggam lembut kedua tangan istri dari anaknya.
"Sayang mulai dari kemarin saat putraku menjadikan kau sebagai istrinya sejak saat itu pula dirimu adalah putri kami juga, Mama berjanji akan memperlakukanmu dengan sangat baik, ini rumahmu lakukan apapun yang kau inginkan jangan merasa sungkan sedikitpun."
Saat malam menjelang dimana Ayah dan adiknya sudah kembali pulang, Fana membuntuti langkah suaminya menuju sebuah kamar di lantai dua, kamar yang begitu luas dan begitu rapi dengan ranjang yang sangat besar, luas kamar itu hampir setara dengan separuh luas keseluruhan rumah ayahnya.
"Jangan banyak tingkah, ingat! disini kau hanya menumpang, jangan mengadukan apapun pada Mamaku atau kau akan sengsara."
Fana hanya terdiam, memandang suaminya yang mulai hilang di telan pintu kamar mandi.
Pakaian ganti ia dan suaminya Fana persiapkan.
Kenan keluar dengan bertelanjang dada, dililitkannya handuk di pinggangnya hanya sebatas lutut. Entah mengapa setiap Fana melihat itu darahnya sedikit berdesir.
"Mandilah! baumu sungguh tak sedap, ku pikir kekurangan dirimu hanya Culun dan buruk rupa ternyata kau juga sangat bau rasanya aku ingin pinsan saja mencium aroma tubuhmu." Bau? padahal tidak sama sekali yang ada Fana sangat wangi dengan aroma yang menenangkan.
"Aku pikir lebih baik aku tidak mandi, akan sangat menyenangkanku jika aku melihatmu pingsan karna ulahku." Fana malah dengan sengaja merebahkan tubuhnya di ranjang empuk suaminya.
"Shafana Moza jangan menbuatku hilang kesabaran aku bisa saja membunuhmu saat ini juga." Kenan menarik kasar tangan Fana sampai tubuhnya terjatuh di atas lantai mamer kamar.
Dugh.. "Awhhh" Fana berteriak bertepatan dengan Mama Lily yang melintasi kamar putranya.
Karna pintu kamar tidak tertutup rapat mertuanya mendengar teriakan Fana, dan tanpa permisi memasuki kamar anak dan menantunya.
"Ada apa sayang?" Mama Lily mengulum senyum dengan wajah yang mulai merona. "Ini masih sore terlalu dini untuk melakukannya Ken!." Menyadari Putranya hanya mengenakan handuk saja.
"Melakukan apa?" Kenan hanya mengerutkan kening penuh tanya.
"Sepertinya Kenan sudah tidak tahan Ma!" Fana menangkap lebih dulu maksud Mama mertuanya.
"Ya, Kenan memang tidak sabar ingin menghabisi menantu Mama, emh lebih tepatnya membunuh dia!" Kenan segera meralat ucapannya yang terdengar ambigu.
"Mama salah paham."
"Papa cucumu akan segera hadir!" Teriak nya. "Lanjutkan Mama tidak akan mengganggu, jangan lupa pintunya di kunci, jika kau ingin menambah durasi tanyakan Papamu resepnya, dia sangan lihai dalam hal itu." Ya Tuhan sejak kapan Mamanya jadi semesum itu, tak habis pikir Kenan dengan prasangka Mamanya.
Shafana tertawa sampai terpingkal-pingkal setelah kepergian Mamanya, Puas hati ia sudah mengerjai suaminya.
"Kau bahagia?"
"Sangat."
Kenan mendekatkan dirinya pada wanita berstatus istrinya, Fana refleks mudur dan terpental keatas ranjang, Kenan segera mengunci tubuh istrinya di bawah kuasanya.
"Berani sekali kau mengerjai mertuamu." Kenan berada di atas tubuh wanita itu dengan masih setengah polos.
"A-aku... "
"Ken-..."
Kali ini Papa Kenan yang masuk tanpa permisi.
"Papa.. " Kenan mengerang kesal.
"Maaf.. Maaf, Papa tidak sengaja."
Kenan bangkit dari posisinya tadi
"Mulai sekarang ketuklah pintu saat memasuki kamarku! Ingat aku sudah menikah." Ucapan itu seakan mempertegas apa yang di lihat Papanya.
"Lanjutkan, Papa benar-benar tidak melihat apapun."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Rina Sari
🤣🤣🤣🤣🤣 papa mama bikin ngakak
2023-09-26
0
Dwi Setyaningrum
critanya hampir sama dg yg lain cm lupa judulnya,🤔tp ga mslh sih beda nama tokoh dan pekerjaan😁
2023-09-13
0
Shelly Tefa
ngakak 😭🤣🤣🤣🤣
2023-09-08
1