Bagaimana jika ada pria tampan,pengusaha tanpan,muda yang datang kepadamu dan mengaku sebagai tunanganmu?
Apa kamu akan senang atau senang?,bukankah kamu dapat merencanakan sesuatu?jika begitu.
Dan jawabanya bisa dilihat kejadian pagi ini,mereka tengah sarapan tidak ada suara selain dentingan sendok yang bersautan.
Sudah dua hari dari kejadia tempo hari.
Setelah selesai sarapan Xia membereskan piring kotor dan membersihkannya,dirumah itu tidak ada pelayan jadi harus melakukan semuanya sendiri.
Dan Azkara merasa tak enak jadi ia berinisiatif untuk membantu"biar saya bantu nona"
"Tidak!"tolak xia mentah-mentah.
"Saya memaksa nona,biar saya yang mengerjakannya nona bisa kembali duduk"Azkara merebut paksa piring kotor dari tangan Xia.
"Sudah turuti saja,kan enak dapat pelayan gratis"cibir Yura yang masih duduk ditempatnya semula.
Azkara melemparkan tatapan tajam tidak terima,namun yang ditatap acuh tak acuh.
Sejak pertemuan pertama sampai sekarang menjadi tom end jery,selalu berdebat setiap bertemu,bahkan Afra dibuat heran dengan tingkah asisten pribadinya itu,sikapnya yang tenang hilang didepan wanita bernama Yura itu.
"Saya bantu"
"Tidak perlu nona"sepertinya Azkara perlu kerja keras lagi dan lagi walau tentang urusan sepele.
"Saya tidak mau menambah pekerjaan"
Azkara diam tidak mengerti dengan perkataan nonanya itu,namun sebuah suara menyadarkannya.
"Magsudnya,dia tidak mau membereskan pecahan piring yang kau pecahkan nantinya,itu sama saja dengan menambah pekerjaan dan membuang-buang waktu,belum lagi dia harus rugi,karna piring yang kau pecahkan"jelas Yura sebari tersenyum lebar,ya ia senang bisa membuat pria itu jengkel.
Azkara terdiam ia tidak percaya dengan penjelasan Yura ia lebih baik menanyakannya langsung ke orangnya,ia hanya menatap meminta jawaban tanpa bersuara.
"Jadi manekin,biar saya yang melakukannya "ucap Xia menyadarkan keterdiaman Azkara.
"Tidak perlu nona,biar saya saja,sepertinya anda perlu waktu untuk mengenal tuan,jadi gunakan waktu anda nona"lirih Azkara membuat Xia diam.
Ia menganguk dan tidak mempermasalahkan tentang piring kotor itu lagi.
Walaupun ia belum mengiakan atau menolak permintaan Azkara namun ia hanya mengikuti alurnya saja.
Xia duduk didepan Afra yang sedari tadi hanya menyimak,ya bukan gugup hanya saja ia bingung harus bagaimana.
Keheningan terjadi membuat Yura melirik mereka dengan tajam"oh ayolah apa kalian hanya akan saling pandang saja,ck"ingin sekali Yura berteriak seperti itu namun ia sedang dimode nurut seperti kucing peliharaan.
"Keadaanmu?"tanya Xia membubarkan keheningan.
Azkara yang sedang mencuci piring melirik kearah mereka begitu juga Yura yang berada di satu meja dengan Afra dan Xia.
"Baik" jawab Afra sebari tersenyum.
"Kakimu?"
"Belum ada perubahan"
Pertanyaan beserta jawaban singkat, membuat Azkara dan Yura saling pandang dan menghela nafas kasar"huhuhu kenapa aku ditakdirkan menyaksikan dua gunung es menjalin hubungan"teriak batin mereka.
"Kontrol?"
"Besok"jawab Afra lalu berpikir sejenak"apa kamu mau mengantar kukesana?"tanya Afra ragu-ragu.
"Oke"
"Hentikan obrolan alien kalian"teriak tertahan dari Yura dalam hati,ia menggebrak meja dan pergi.
Membuat Afra dan Xia terpelonjak kaget.
Azkara merasa beruntung bisa menyelesaikan dengan cepat,ia ingin kabur dari pasangan aneh ini,ia berharap bisa menghilang dari sana,Azkara melewati mereka sebari menggaruk lehernya yang tidak gatal sampai diujung antara dapur dan ruang tamu.
"Pasangan serasi"guman Azkara frustasi.
.
.
.
Dibelahan bumi di sebrang sana,seorang pria tengah frustasi,berkali-kali ia mengacak rambutnya acak-acakan.
"Sialan,pekerjaan ku sangat menumpuk,ingin rasanya aku menghilang"guman pria itu membuat asistennya terkekeh.
Sudah beberapa hari Rain diberikan tiga tumpukan dokumen menjulang keatas,yang harus ia kerjakan,sebenarnya ini perkejaan Ken namun karna kesehatannya,Rain dipaksa Vihan untuk menghendel sementara waktu.
"Xia kau bedebah sialan"geram Rain,ia yakin apa yang ia alami adalah rencana gadis itu.
"Tuan muda,anda jangan berkata seperti itu,bagaimana jika nona mendengarnya,dinding punya telinga "ucap Emre asisten pribadi Rain selama empat tahun ini.
"Biarkan saja,aku akan membalas gadis itu"
Dilain tempat Xia sudah bersin ia menggosok hidupnya dengan telunjuk beberapakali.
"Kau sakit?"tanya Yura yang duduk disamping Xia.
"Rain sedang mengutuk ku"
"Hhh kau sepertinya yakin sekali"
"Aku yang membuatnya terkurung dikantor kakak"jawab jujur Xia.
"Wah kau terencana sepertinya"
"Ya seperti biasa"jawab sombong "ia
"Cih,sombongnya kumat,kapan kita mengirim barang itu?"tanya Yura raut wajahnya menjadi dingin.
"Malam ini,seperti biasa"
"Oke,mmm kau sudah tau bukan?"
"Kita akan pergi bersama pengawal bayangan,kalian dengarkan?,jangan membuat pergerakan mencurigakan"ucap Xia namun bukan untuk Yura karna pandangannya mengarah ke suatu tempat yang gelap dipojok ruang tamu.
Sosok dikegelapan itu mengangukan kepala entah orang yang ia magsud melihatnya atau tidak.
"Aku pikir paman benar-benar mengirim lima pengawal elite saja"ucap Yura yang baru menyadari magsud Xia.
Xia menghela nafas jengah"pria posesif"
"Wajar,paman hanya tidak mau kehilanganmu lagi,huh semoga dia tidak luluh dengan ancaman ibu,hukuman ku belum beres bisa bertambah"
"Ancaman dobel kill"ucap Xia sebari terkekeh.
"Apa kau yakin pria itu hilang ingatan?"
"Ayolah jangan buat aku penasaran,bagaimana jika aku mati malam ini dan masih penasaran,jiwa ku tidak akan tenang"grutu Yura atas keterdiaman Xia.
.
.
.
Seperti yang dikatakan Xia dan Yura,
Seseorang tengah mendapat balasan atas tindakan kedua wanita itu,siapa yang melakukan siapa yang harus bertanggung jawab,teriaknya dalam hati mungkin.
"Kau bisa santai bukan?,mereka hanya jalan-jalan,oh ayolah ini musim liburan,biarkan mereka bersenang-senang"ucapnya sebari terus menghindari sabetan pedang yang terus mengayun kearahnya.
Pria itu tidak ada niatan untuk membalas hanya menghindar dan menghindar.
"Kembalikan kedua putriku bedebah!"ucap seorang wanita yang masih mengayunkan pedangnya mengebu-gebu kearah pria yang sedari tadi hanya menghindar.
"Mereka akan pulang sendiri,woy tua bangka kendalikan istrimu ini"teriak pria itu kearah pria yang tengah duduk disofa dengan santai tanpa melakukan apapun selain melihat pergerakan mereka,ia juga tidak ada niatan untuk melerai.
"Tebas saja kepalanya sayang,biar dia tidak bisa menggunakan mulutnya lagi"
"Kau bedebah sialan Fred,hentikan dramamu ini sevca,aku punya alasan mengijinkan mereka"geram Vihan sebari masih menghindar.
"Apa?"pekik Sevca.
"Kita bisa bicara sambil duduk,kakiku pegel"Vihan mundur beberapa langkah saat pedang melintas di udara mendekati bagian lehernya,untuk repleknya sangat baik.
Wanita bernama Sevca itu melemparkan pedangnya ke sembarang arah setelah hampir melepaskan kepala Vihan dari tempatnya.
"Cepat katakan bedebah"geram wanita itu lalu mendaratkan bokongnya disofa disamping sang suami,ia menegak habis air dalam gelas yang diberikan suaminya.
Vihan memutar matanya malas sekali harus berhadapan dengan ratu drama.
.
.
"Honey"ucap wanita paruh baya yang cantik tidak ada kerutan diwajahnya,padahal siempunya tidak suka dengan namanya perawatan wajah.
Wanita itu mengecup seluruh wajah seorang anak laki-laki,sampai siempunya cekikikan karna merasa geli.
"Nenek geli"protesnya dengan nada menggemaskan.
Wanita itu menjadi terkekeh gemas atas tingkah sang cucu dan kembali mengecup pipinya sekali lagi.
"Ibu kapan datang?"tanya seorang wanita dengan wajah cantik,rambut panjang digerai,menunjukan pesonanya tersendiri,menghampiri mereka.
"Baru saja ibu sampai,ibu sedang marah kau tau nak?"
"Aku tau ibu,ibu marah karna dua gadis itu pergi"sevca mengangguk membenarkan ucapan menantunya.
Ya setelah mendengar penjelasan pria tak masuk akal itu,Sevca semakin marah dan memutuskan menenangkan diri dengan menemui cucunya.
"Ibu tau aku juga marah,namun mendengar alasan ayah membuatku percaya,semua akan baik-baik saja,ayah pasti sudah memikirkan semuanya secara matang,hanya tinggal menunggu gadis-gadis itu bertindak"ucap Amyna mencoba menenangkan hati sang ibu.
Walau hatinya pernah ragu namun sang suami yang menjelaskan alasan ayah mertuanya itu membuatnya sedikit tenang.
"Ibu hanya menghawatirkan dia,bagaimana jika dia pergi meninggalkan kita?"lirih Sevca sendu.
"Itu tidak akan terjadi bu,dia sudah membentuk pemikirannya sendiri,dia pergi bukan lari namun sedang memikirkan cara kembali"
"Benar nenek,jika nenek hawatir bagaimana kalo kita telepon saja mereka?"ucap Xiaz dengan suara kekanakannya,anak itu baru berusia empat tahun.
"Iaz benar bu,kita telepon saja mereka"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments