Yura memandang Xia penuh cemas,yura takut terjadi sesuatu pada Xia.
Apalagi tatapan Xia kosong,ia hanya menatap lurus,bahkan mungkin tempatnya saat ini tidak ia sadari.
Mereka berada dirumah,tidak terlalu besar namun juga tidak kecil,rumah ini dibeli Xia beberapa bulan lalu sebelum pergi ke negara ini.
Rumah ini juga sempat ditinggalinya,Ken dan Rain beberapa hari lalu.
Xia duduk disofa oversize tengah tatapan kosong,cairan bening menetes secara bertahan,namun tidak ada suara isak.
Yura menghela nafas panjang dan mengeluarkannya dengan kasar,ia bingung harus melakukan apa,namun ia tahu obat satu-satu untuk saat ini,hanya membiarkannya untuk tenang.
Suara bel pintu terdengar mau tidak mau,yura harus mengeceknyakan?.
Saat membuka pintu,matanya membola,ia bergegas menutup pintu dengan dirinya yang sudah di luar,ia membawa pergi orang itu untuk mengajaknya bicara dilain tempat.
"Apa yang anda lakukan nona!,kami ingin bertemu lara,kenapa anda malah membawa kami kemari?"kesal Alaran.
"Tuan,nyonya silahkan duduk dulu,saya akan mengatakan kenapa saya membawa kalian kemari,dan tolong tenangkan diri kalian terlebih dahulu"pintar Yura dengan sopan.
Mereka kini ada di sebuah kafe yang tidak jauh dari rumah.
"Saya akan memperkenalkan diri lebih dulu,nama saya yura arlia"ucapnya tanpa membawa marga keluarga,mereka sangat menyembunyikan marga keluarga yang menurut mereka merepotkan jika diketahui orang.
"Saya kakak sekaligus sahabat Xia,apa kalian punya masalah dengan Xia?"sambungnya thede poin.
"Siapa Xia?"tanya Alaran disertai rasa heran dari dirinya dan sang istri.
Sebabnya mereka ingin bertemu Lara,bukan membahas Xia,apalagi mereka tidak mengenalnya.
"Eh,magsud saya Lara,Xlara Zadrianka"Yura menggaruk lehernya canggung"dia benci dipanggil Lara jadi kami memanggilnya Xia,bisa jelaskan siapa kalian?."
"Kami rasa ini bukan urusan anda,kami hanya perlu bertemu Lara secara langsung dan bicara dengannya"ucapnya tegas sebari terdengar suara decitan kursi menandakan ia bergerak dari duduknya.
"Dia mengalami trauma"perkataan Yura berhasil membuat langkah Ananta dan Alaran tertegun,mereka kembali duduk dengan kening berkerut.
"Siapa yang anda magsud?"sebenarnya mereka tau lara memiki trauma dimasa kecilnya,namun seiring berjalannya waktu trauma itu terobati,apa kejadian hari itu mengembalikan trauma Lara?"
"Orang yang ingin kalian temui,siapa lagi,anda pikir saya orang yang suka berbelit-belit?,tentu saja jawabannya bukan,kalian cukup dengarkan perkataan saya,setelah itu terserah kalian mau melakukan apa"ucap Yura berubah menjadi dingin bahkan rasa sopan yang ia tunjukan sedikit menghilang.
"Setelah operasi ayahnya,Lara menghilang bukan?"tanya Yura memastikan.
Ananta dan Alaran serempak saling pandang dan mengangguk pelan dengan kesedihan.
"Satu tahun menghilang keluarganya menemukan Xia dirumah sakit,saat ditemui tatapannya kosong,bahkan ia tidak merespon apapun disekitarnya,Xia hanya memandang lurus dengan sorot mata kegelapan,kesedihan dan ketakutan,pria baik hati yang menemukannya mengatakan,Xia seperti itu sejak sadar dari komanya setelah ia menemukannya"yura menghela nafas sebari beraut wajah bersalah,sedih.
"Mereka membawa Xia untuk pengobatan,namun masih tidak mendapatkan hasil,setiap harinya sama,dan tubuh Xia semakin melemah dan kurus"Yura menghirup udara sedalam mungkin.
"Sepertinya aku akan menangis"pikir Yura sebari mengusap matanya yang berkaca-kaca.
"Mereka tidak menyerah walau kenyataan pahit selalu mereka dapati,tiba-tiba Xia mengatakan sesuatu aku haus,seperti menemukan oasis di padang pasir,begitulah hati mereka,sangat-sangat bahagia,butuh dua tahun untuk Xia seperti semula,namun masih saja terkadang traumanya menyerang"
"Saya hanya bisa bercerita sedikit,karna ini masalah pribadi tidak baik jika saya menceritakannya lebih detail,untuk selanjutnya terserah kalian"sambung Yura menutup kisah dan berjalan menjauh dari mereka.
Yura menatap mereka dari jendela kafe setelah diluar,tiba-tiba tatapan yang berubah menjadi tatapan mengejek.
"Pfffft, Xia harus membuatkan piala Oscar untukku"keketnya sebari menahan tawa.
Setelah mendengar cerita dari wanita bernama Yura,Ananta dan Alaran menjadi terdiam otak mereka blang,mereka disadarkan oleh anak buah yang sedari tadi bersama mereka.
"Maaf tuan,jika kita tidak segera ke bandara maka kita akan ketinggalan pesawat"ucap pengawalnya dengan susah payah mengatakan hal itu.
Alaran yang sadar lebih dulu menjawab"kau benar,siapkan pesawat pribadi saja!"
"Baik tuan"ucapnya undur diri dengan menundukan kepala sebelum pergi sebagai tanda hormat.
Alaran menyadarkan istrinya dari lamunan dengan mengusap wajahnya yang basah karna air mata,ananta terus menangis saat mendengarkan cerita.
Tangis Ananta semakin menjadi"ini salah ku,ini semua salahku"ucapnya bergetar sebari menangis dan alaran memeluknya untuk menenangkan.
"Semua gara-gara aku!"
.
.
.
Yura sudah sampai dirumah saat masuk rumah,ia benar-benar tidak tahan lagi,
"Hhhhhhhh"yura sudah tidak tahan untuk tidak tertawa,namun ia juga merasa bersalah karna bercerita diluar sekenario,tapi bukan masalah besar,toh Xia tidak akan tau ia bicara melebihi digit.
"Anda gila?"tanya Xia yang sudah sadar dari lamunannya,ia tersadar beberapa menit lalu.
"Enak aja,orang secantik aku masa gila"
"Orang gila ga mandang fisik"cibir xia.
"Is,diamlah,kau sudah baikan?"tanya Yura sebari mendekati Xia.
"Hmmm"
"Baguslah,aku takut kau lepas kendali dan aku jadi tumbalnya,oh tidak masa depan indahku tidak akan merasakan kehadiran diriku"
"Berisik"pekik Xia.
"Biarin"Yura mendaratkan bokongnya disamping Xia"kau harus berterimakasi padaku!"
"Untuk?"
"Untuk orang-orang tadi,aku sudah membereskan mereka"Xia menatap Yura dengan memincingkan matanya membuat Yura langsung melanjutkan ucapannya.
"Jangan nuduh!"Yura tahu raut wajah Xia sedang menuduhnya"aku tidak membunuh mereka,hanya main sutradara dan aktor saja"
"Akan aku persembahkan piala Oscar untuk mu"ucap xia lalu berdiri menuju kamarnya dilantai dua.
Rumah sederhana itu memiliki dua lantai,lantai dua hanya berisi dua kamar dan dibawah ruang-ruang lainnya.
"Makasih"ucap yura kegirangan,namun detik selanjutnya ia merasa heran.
"Kenapa aku yang berterima kasih,harusnyakan dia,ah"gumannya sebari menepuk jidat.
.
.
.
Disisi lain di sebuah ruangan bernuansa hitam,seorang pria tengah duduk di kursi rodanya dengan memangku benda pipih yang disebut leptop.
Mata sipit bermanik biru jernih,hidungnya yang mancung,bibir tipis dan sedikit bulu halus dibagian dagu dan kumis,bahunya juga lebar nyaman untuk bersandar.
Pria itu terus fokus menatap leptop sampai ketukan terdengar dari luar.
"Masuk!"
"Maaf tuan ada informasi terbaru tentang nona Lara"ucapan anak buahnya itu membuatnya terdiam dan mengalihkan pandangannya menatap anak buahnya.
"Saya sudah menemukannya tuan"wajahnya menjadi berbinar,bibirnya tertarik menjadi garisan manis untuk dipandang,raut wajahnya yang dingin menghilang saat itu juga.
"Namun"sambung Azkara melanjutkan laporannya,membuat afra kesal.
"Kamu sudah bosan bekerja ternyata"ucap afra dengan raut wajah yang kembali dingin.
"Maaf tuan,bukan seperti itu"
Ucapannya terhenti karna suara atasannya"diam"
"Maaf tuan"ucapnya menunduk lalu kembali bersuara"tuan dan nyonya besar lebih dulu menemukan mereka saat di bandara,mereka sempat berbincang namun nona meninggalkan tuan dan nyonya dengan marah,dan tuan dan nyonya mengejar mereka"
"Dimana mereka sekarang?"
"Dirumah nona Lara tuan"jawab Azkara,selama seminggu ini kediaman Lara itu terus diawasi anak buahnya,untuk mendapatkan informasi.
Tanpa bicara lagi Afra menggerakan kursi rodanya dengan susah payah,melihat hal itu Azkara langsung membantu mendorongnya dari belakang"saya bantu tuan"
"10 cambukan untuk keterlambatan itu"ucap dingin Afra.
"Baik tuan"
"Aku pantas mendapatkannya"pikir Azkara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments