"Mereka orang-orang yang tuan,nyonya dan tuan besar,cari selama ini,nona Xlara Zadrianka,tuan Liam Kenrika dan tuan muda Rain Husbana,meraka disini sebagai turis. "
"Cari sampai dapat,saya tidak mau mereka hilang lagi!"
"Baik tuan,saya sudah mengetahui dimana mereka tinggal selama dinegara ini"jawab Azkara penuh hormat atas perintah bos besarnya itu.
"Namun"Azkara mengatakannya dengan ragu-ragu"maaf tuan jika saya lancang"ucapnya untuk memastikan apa yang keluar dari mulutnya tidak menyinggung.
"Katakan!"
"Sepertinya ada orang hebat dibelakang mereka,maaf sekali lagi jika saya lancang,tapi informasi tentang keluarga Abana dan keberadaan mereka sangat tertutup,tuan,bahkan beberapa menit yang lalu saya melihat empat orang,seperti pengawal berada di lorong ruang inap tuan Liam."cap Azkara setelah berpikir panjang,karna tidak mungkin jika keluarga biasa mendapat penjagaan yang begitu ketat,dan juga informasi yang sangat tertutup.
Maringgai juga berpikir demikian empat tahun,mencari keberadaan keluarga itu,namun nihil ia tidak menemukan apapun sejejak semut pun tidak, keluarga Amlias bukanlah keluarga sembarangan,hanya tinggal menjentikkan jari mereka akan mendapat apa yang mereka inginkan.
Tapi mendapat informasi keluarga itu bagaikan mencari jarum ditumpukan jerami,sulit,sangat sulit,mereka bagaikan dibawa oleh sekumpulan badai tanpa jejak.
Maringgai dan keluarga pernah merelakan mereka,mereka pikir keluarga itu sudah mati karna tidak ada informasi kecil apapun tentang mereka,namun maringgai masih mencari.
Berharap dan hanya bisa berharap.
Saat harapan itu muncul bahkan hanya secerca tidak akan ia biarkan pergi.
Maringgai duduk diranjang rumah sakit dengan map ditangannya,maringai menaikan sebelah halisnya,dan bibirnya terangkat,namun pandangannya tidak lepas dari selembaran ditangannya"Sudah dipastikan?"
"Sudah tuan,selain di lorong saya juga melihat dua orang didepan pintu,dan saya juga melihat enam orang keluar dari ruangan tuan ken,empat dari mereka pihak rumah sakit,dan dua orang lainnya tidak diketahui,saya memiliki foto mereka"ucap Azkara sebari memberikan ponsel miliknya kesang tuan.
Azkara mengambil potret itu dengan hati-hati,dengan kewaspadaan,jika diketahui ia bisa celaka,mengetahui enam orang yang mungkin anak buah orang-orang itu.
Maringgai meneliti wajah diponsel Azkara,sosok mereka tertutup masker,sampai sebuah suara memecah keheningan.
"Mereka bukan lara dan rain?."
Maringgai menggelengkan kepalanya sebagai jawaban bukan,lalu memperlihatkan kedua wajah pria paruh baya diponsel Azkara.
Wanita paruh baya itu mengambil ponsel dari sang anak,ia menelisik wajah mereka,dan bibir pinknya mulai terangkat.
"Beritau daddymu,mungkin dia mengenal salah satu dari mereka"
"Tidak!"tolak Maringgai dengan tegas"dia akan merusak semuanya."
"Tidak akan,setidaknya kabar ini bisa sedikit melegakan sesak didadanya,kehawatirannya bisa berkurang,hanya daddymu yang bisa melakukannya."bujuk ananta agnesia amlias secara lembut.
"Hanya dia,mungkin mereka mau bertemu kita,ibu ingin meminta maaf pada mereka,jangan egois!"sambungnya tanpa sadar air mata turun membasahi pipinya.
Maringgai mengusap pipi sang ibu penuh kasih dengan masih menunjukan raut datarnya"baiklah,tapi jika tidak berhasil,kalian harus setuju dengan rencana ku!"
Ananta mengangguk sebari mencoba tenang.
"Kirim foto itu!"perintah Maringgai sebari mengembalikan ponsel kepemiliknya.
"Baik tuan" jawab maringgai setelah menerima kembali ponselnya dan melakukan tugasnya.
"Maaf tuan ada yang harus saya sampaikan lagi tentang keluarga nona"Azkara mendongkak karna tidak mendapat jawaban,dengan hati-hati pria itu melihat wajah sang tuan dan kembali bersuara.
"tuan Liam akan dipindakan,saya belum mengetahui,tuan Liam akan dipindahkan kemana,saya juga kesulitan menaruh orang-orang kita diantara mereka,saya hanya bisa mengawasi dari kejauhan,tuan"
Maringgai berpikir keras,siapa orang dibelakang mereka,begitu kuat,sampai tidak bisa menerobos,namun aku juga bukan orang yang lemah.
.
.
.
.
Rencana awal gagal,entah apa yang direncanakan dua pria paruh baya yang sedang berdebat keras dengan keempat pihak rumah sakit itu,sungguh egois.
Seperti yang dikatakan Azkara empat orang berpakaian hitam dengan wajah datar nandingin berdiri di lorong dan dua orang yang sama berjaga didepan pintu ruang rawat Ken.
Mereka awalnya setuju ken dirawat dirumah sakit ini dan sepakat mereka tidak boleh datang kesini,namun tidak ada angin,ataupun badai,pagi-pagi mereka datang dan mengubah rencana.
Mereka akan memindahkan Ken kerumah sakit lain di kondisinya yang belum membaik sama sekali,bahkan baru sepuluh jam lebih setelah selesai operasi.
Dokter tidak mengijinkan tentu saja,apalagi setelah mendengar pihak keluar akan membawanya keluar negri,mereka semakin kekeh tidak memberikan ijin,mereka bisa memberikan ijin setelah beberapa hari kedepan begitu juga dengan mengikuti prosedur,dan menandatangani surat pihak rumah sakit angkat tangan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan diperjalanan terhadap pasien.
Sama kekehnya dengan pihak rumah sakit,dua pria paruh baya itupun tidak mengalah bahkan sampai mengancam pihak rumah sakit,sampai keributan tidak bisa dihindarkan.
Berbeda dengan mereka yang sedang adu mulut,Xia sedang menatap penuh selidik dalam diam kewajah Rain yang duduk disampiangnya,tanpa menghiraukan pria-pria yang tengah bercekcok itu.
Dan Rain acuh tak acuh dengan suasana itu,wajah Xia merah padam penuh amarah,bagaimana tidak,pria-pria itu sangat egois dengan keputusan mereka.
Sebuah suara melengking penuh kekesalan dan juga amarah mengheningkan cipta.
"Diam! "pekik Xia,ia sudah tidak tahan lagi mendengar keributan.
"Dokter,urus saja permintaan mereka,jika tidak mereka akan meledakan rumah sakit ini,anda tidak mau itu terjadi kan? "sambung xia penuh kekesalan.
"Anda mengancam saya?"pekik salah satu pihak rumah sakit yang dikenal sebagai direktur di sana,sebari menunjuk Xia penuh kekesalan.
Melihat yang dilakukan pria itu membuat,Rain berdiri dari duduknya dengan wajah datar menatap direktur rumah sakit dengan tajam,begitu juga dua pria paruh baya didekatnya,bahkan keduanya mengepalkan tangan mereka.
"Jangan berani mengangkat satu jaripun kewajah putriku!"peringatanan itu terdengar seperti ancaman.
Direktur itu menatap pria yang baru bersuara,wajahnya yang datar,matanya yang tajam berhasil membekukan dirinya,bahkan ia tidak bisa berkata-kata,lidahnya terasa kelu dengan hawa dingin yang menusuk.
Ia langsung menundukan kepalanya,begitu juga dengan ketiga pihak rumah sakit lainnya,lidah mereka terasa kelu dengan hawa dingin yang menusuk sampai ketulang.
Padahal niatnya baik namun niatnya disalah artikan oleh pihak pasien pikirnya.
Dengan terpaksa mereka menuruti keinginan pihak pasien tentunya dengan pernyataan bahwa pihak rumah sakit tidak bertanggung jawab atas kejadian apapun nantinya.
Setelah menyelesaikan hal yang diperlukan mereka membawa ken menggunakan helikopter,kebandara.
Mereka memasuki pesawat pribadi yang sudah disulap jadi rumah sakit,berisikan sepuluh dokter ternama dengan alat medis yang komplit.
Diwajah Xia masih diliputi kekhawatiran bagaimanapun resiko yang mereka ambil terlalu berat,dan Xia tidak siap jika harus merasakan kehilangan lagi.
"Ada sepuluh dokter FROPESIONAL yang ayah bawa,dan ayah juga sudah mensulap pesawat menjadi rumah sakit"ucap pria yang menyebutkan dirinya ayah itu,berharap khawatiran yang meliputi sang putri bisa meluntur,karna ia tahu bukan kata-kata penenang yang dibutuhkan putrinya saat ini melainkan bukti.
Xia mengalihkan antensinya dari wajah kakaknya yang masih saja terlelap,kearah pria yang menyebut dirinya ayah.
"Jika terjadi hal buruk anda tanggung resikonya"
"Tidak akan ada hal buruk"jawabnya sebari memeluk tubuh sang putri dan mencium pucuk kepalanya.
Sebenarnya pria itu diliputi kekhawatiran yang sama dengan putrinya itu namun sebisa mungkin ia menutupinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments