private vila

"Siap tuan!" Mang Ujang menunduk patuh, bergegas kebelakang meraih ponselnya untuk menghubungi koki hotel langganan Prawira.

Huftttt

Mang Ujang membuang nafas kasarnya. Beruntung gelagatnya tak diketahui oleh pemilik vila.

"Halo ... selamat malam," sapa Mang Ujang melalui panggilan teleponnya.

"Selamat malam pak ... ada yang bisa kami bantu," jawab resepsionis hotel bintang 4 di daerah itu.

"Saya mau memanggil kepala koki hotel. Untuk malam ini ada acara di vila," terang Mang Ujang.

"Baik pak ... untuk alamatnya bisa disebutkan?"

"Jalan Puncak nomor 28."

"Baik ... setengah jam lagi, koki kita akan disana." Resepsionis itu menutup sambungan teleponnya. Ia langsung menuju dapur hotel menyampaikan kalau sang kepala koki dipesan untuk memasak di vila itu.

Peralatan masak dan bahan masakan pun sudah disiapkan kepala koki tersebut. Ia sudah tahu kalau vila itu milik Prawira. Orang yang selalu memakai jasanya saat berkunjung ke puncak.

*******

Prawira menunjukkan kamar untuk Sean serta satu kamar untuk tidur Dika dan Ryan. Mereka sangat bergembira diajak berlibur ke puncak.

"Yan, lo beli minuman deh ... tanya mang ujang dimana minimarket terdekat," titah Sean setelah ditinggalkan papa dan mamanya. Mereka bertiga kini ada di dalam kamar Dika dan Ryan.

"Siap bos! Pesta kita?" seloroh Ryan memicingkan matanya, lalu mencubit dagu Sean lantaran gemas karena perempuan itu tak berubah. Padahal tadi sore ia sok bijak menasehati, kini sudah mulai berulah lagi untuk menengguk minuman haram itu.

"Sekali-kalilah," tandas Sean juga turut memicingkan matanya. Sifatnya itu memang sangat sulit untuk dirubah. Padahal ia sudah berkomitmen menghindari barang haram tersebut.

Namun, karena mereka sudah berada di vila pribadi, tak mungkin juga ia akan bertemu dengan Daniel di tempat yang tertutup seperti ini. Jadi, tak ada salahnya jika ia mencoba menikmati hidupnya dengan meneguk minuman haram itu.

Selama usianya masih muda, ia tak boleh menyia-nyiakan hidupnya. Yang terpenting, kondisi keluarganya sudah membaik.

*****

"Pa ... gimana jadi nggak buat adik untuk Sean," goda Sherin yang menghampiri prawira di ranjang, lalu duduk dipangkuan pria itu.

Ia menyibakkan rok dressnya agar mengekspose paha ramping yang mulus dan putih. Sehingga pria tua itu akan mulai tergoda padanya.

"Ih mama apaan sih! Udah tua sok genit lagi," lirih Prawira.

Glek

Tanpa sadar ia pun menelan shaliva karena mulai tergoda dengan tubuh molek yang ada dihadapannya.

"Ayolah pa..." Sherin pun mulai membelai suaminya dengan lembut. Menciumi bibir tebal milik suaminya dengan lembut hingga kasar.

Mau tidak mau, Prawira akhirnya tergoda. Pagutan bibir mereka tidak mau lepas, Prawira membalas kecupan hangat itu, bahkan menciuminya dengan rakus.

Tubuhnya bergejolak, sudah lama ia tak merasakan kehangatan bersama istrinya. Dengan sekali tarik, Prawira sudah melemparkan dress navy yang cantik itu ke lantai. Ia juga melucuti seluruh pakaiannya.

Tak kuasa menahan nafsunya. Ia mulai menindih istrinya. Merema*s gunung kembar itu dengan lihainya. "Sudah lama kita tidak menyatu ma," bisik Prawira nakal. Membuat Sherin semakin tergoda dengan suaminya.

Sherin pun meraba sekujur tubuh suaminya dengan lembut. Ia bahkan meninggalkan jejak di leher suaminya, mencumbu leher itu dengan cukup ganas.

Keduanya menikmati malam kebersamaan mereka. Saling berbagi kasih, mencumbu, hingga berbagi kenikmatan.

"Ahhh ... ahhhh..." desah Sherin yang hampir mencapai puncak kenikmatannya dalam penyatuannya bersama sang suami.

"Uhhh ... ahhh ..." rintih Prawira. Mereka berdua saling sahut-menyahut menikmati kehangatan penyatuannya.

Beruntung kamar itu sangat besar dan kedap suara, jadi rintihan proses pembuatan adik Sean pun tak terdengar keluar.

"Ahhhh..." cicit Prawira ketika ia mencapai tingkat kepuasan yang sempurna.

Benih unggulnya akan mengarungi di rahim istrinya. Ia berharap, mereka segera memiliki adik untuk Sean, mengabulkan permintaan putri semata wayangnya.

"Ahhhh," decit Sherin ketika merasakan kehangatan di dalam rahimnya. Benih itu terus saja bergulir dalam perutnya dan terasa begitu hangat. Ia menikmati erangan malam ini bersama suaminya.

"Makasih pa ... mudah-mudahan adik Sean jadi," bisik Sherin mengerling, menggoda suaminya itu lagi.

"Mama ... papa udah capek nih! Jangan nakal! Lemas! Maklum udah renta, semangatnya tidak seperti kala kita muda dulu," lirih Prawira mendaratkan satu kecupan di dahi istrinya.

Mereka berdua pun melepaskan penyatuan itu, berbaring lantaran digeluti rasa lelah yang luar biasa akibat penyatuan mendadak.

*****

Tok ... Tokk ...

Suara ketukan pintu didengar oleh Mang Ujang yang dari tadi masih berdiam diri di dapur seorang diri. Ia juga mempersiapkan segala peralatan memasak untuk kedatangan koki.

Mang ujang berjalan gontai membuka pintu rumahnya. "Selamat datang pak koki," sambut Mang Ujang saat melihat wajah yang sudah tak asing lagi baginya, mempersilahkan koki itu masuk menuju dapur.

Seperti biasa, mereka berdua menyiapkan segala kelengkapan penyajian makan malam di privat vila milik Prawira.

"Mang bawa ke halaman semua ya!" pinta koki agar Mang Ujang segera membawa peralatan memasaknya ke depan halaman.

Prawira sangat menyukai jamuan di halaman rumah. Ngegrill saat malam hari sangatlah cocok untuk dilakukan di area puncak. Suasana yang dingin bahkan membuat perut sangat cepat merasakan rasa lapar.

Setelah semuanya berpindah, Koki mulai membuka ice boxnya. Di dalam sudah berisi daging yang berkualitas, seafood-seafood, serta jagung dan sosis untuk dibakar.

Tak lupa, ia meminta mang ujang untuk menggoreng french fries serta menanak nasi untuk pendukung makanan malam itu. Mang ujang pun menuruti saja permintaan kokinya.

Karena sehabis kunjungan Prawira, biasanya ia akan mendapatkan uang lebih karena mengurusi liburan keluarga tuannya.

*****

Ryan memarkirkan motor Mang Ujang yang dipinjamnya tiga puluh menit yang lalu di halaman vila. Motor bebek itu cukup gesit saat dikendarainya di jalanan puncak yang terjal terasa naik turunnya.

"Mang makasih ya," tutur Ryan memberikan kunci motornya pada Mang Ujang. Tak lupa ia memberikan uang lembaran biru sebagai pengganti bensinnya.

"Oke aa! Makasih uang bensinnya," sahut pria paruh bayah yang sibuk sedang menggoreng kentang di dapur.

Ryan pun menuju kamarnya. Ada Dika dan Sean yang daritadi tak beranjak, masih berbaring-baring malas diatas ranjang. Keduanya sibuk memainkan smartphone mereka masing-masing tanpa adanya suara.

"Nih!" Ryan mengangkat kantongan plastiknya tinggi-tinggi.

"Waw!" Sean pun merampas kantongan itu, mengeluarkan semua isinya diatas ranjang.

"Banyak banget Yan?" tanya Sean menatap tajam sahabatnya.

"Iya! Biar puas," racaunya tersenyum angkuh.

"Gila! Bisa teler kita," timpal Dika.

"Gue mau izin sama bonyok dulu ah, biar nggak lepas kendali hehe," akunya seraya beranjak dari kasur.

Tok ... Tok ...

Sean mengetok pintu kamar kedua orang tuanya. Buru-buru Sherin memakai bajunya tanpa dalaman.

Saat membuka pintu, ia mengintip siapa sosok dibaliknya. Ia merasa lega ketika melihat wajah Sean ada disana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!