pria hidung belang

Sean sudah memikirkan tempat staycation mereka. Tempat yang lebih private tetapi sangat nyaman untuk keluarga. Memiliki ruangan tersendiri untuk mereka berkumpul sebagai acara pengganti perayaan kelulusan Sean, Ryan dan Dika.

Meski mereka bertiga tak hadir di perayaan itu, setidaknya mereka bisa merayakannya sendiri dengan suasana yang lebih meriah.

"Ma, vila di puncak gimana?" usul Sean mengingat vila mereka yang ada di puncak tidak pernah terpakai.

"Oh iya ... benar juga. Kita nggak pernah ke sana lagi loh pah, ada yang bersihin nggak sih?" tutur Sherin setelah mengingat kalau mereka memiliki vila di puncak Bogor.

"Ada kok, mang Ujang yang bersihin tiap hari. Mau kesana?" balas Prawira saat duduk di samping istrinya. Prawira meminta agar Ryan yang menyetir, sedangkan Dika duduk di samping Ryan.

Sean duduk di kursi paling belakang seorang diri. Prawira tahu kalau kedua anak muda itu harus dimanfaatkan. Karena mereka sudah menganggu kebahagiaan satu keluarga yang ingin berlibur.

*****

Di vila pribadi milik keluarga Sean, penjaganya—Mang Ujang tengah menikmati dunianya. Ia bersama gadis-gadis cantik justru menikmati vila milik keluarga Sean.

Hari itu, Mang Ujang sedang meniduri tiga gadis di kamar utama di dalam vila. Vila yang terdiri dari tiga kamar, satu ruang keluarga, satu ruang tamu serta dapur itu memang sangat luas.

Tak hanya itu, tersedia juga kolam renang private yang bisa diakses melalui kamar masing-masing. Setiap kamar memiliki balkon dan anak tangga untuk turun ke dalam kolam renang.

Drrt Drttt

Suara ponsel Mang Ujang bergetar terus menerus tapi pria itu mengabaikannya. Hingga tiga kali panggilan, ia juga tak menjawabnya.

Posisinya sedang nanggung, ia tengah menikmati daun muda di kamar yang sangat luas. Tiga daun muda itu memeluknya secara bersamaan. Mereka pun memainkan peran yang tak biasa.

"Uh ... Ahh ..." rintih Mang Ujang saat mencapai puncak kenikmatannya.

Satu daun muda yang cantik menindih tubuhnya, satunya lagi meraba disekujur tubuhnya, dan satu lagi memberikan gunung kembarnya untuk disesapi.

Gila! Perbuatan yang sungguh tercela dari penjaga vila itu. Ia benar-benar bak pria kaya, menikmati perempuan di vila milik tuannya.

Setelah berkeringat, tubuhnya yang bertelanjang tanpa mengenakan sehelai benang pun akhirnya meraih ponselnya yang terus bergetar.

Ada lima panggilan di sana, semuanya tidak terjawab. "Sial! Pak bos kayaknya mau kesini." Mang Ujang buru-buru mengambil bajunya yang berserakan di lantai.

Lalu menyuruh ketiga wanita itu pergi setelah memakai seluruh baju mereka. Dengan nafas yang terengah-engah, ia menenangkan dirinya sebelum membuat panggilan baru pada tuannya.

Ia merapihkan dulu ranjang yang telah berserakan tak jelas bentuknya. Secepat kilat ia membenahi ranjang bersprei putih itu.

"Halo tuan ... Maaf tadi saya sedang mandi," ucap Mang Ujang setelah sambungan teleponnya diterima oleh Prawira.

"Hah? Jam segini mandi? Apa nggak dingin disana?" cecar Prawira bernada tinggi.

"Yah tuan, maklum tadi habis bersih-bersih. Lagi pula saya menumpang di kamar mandi tuan. Biar bisa mandi air hangat. Nggak apa-apa kan tuan?" sesal pria itu.

"Nggak apa-apa mang! Anggap aja rumah sendiri. Oh ya mang, hari ini saya, istri dan anak mau kesana. Setengah jam lagi sampai mang, kita sudah di jalan daritadi. Cepat beresin semuanya ya," titah Prawira membuat Mang Ujang mengerang hebat.

Ia semakin panik karena seluruh isi vila sangat berantakan. Ia memanfaatkan untuk kehidupan pribadinya dengan fasilitas mewah. Bahkan, ia sering mengajak perempuan bergantian dengan dalih kalau vila itu adalah miliknya.

Mang Ujang kerap dianggap tuan takur lantaran memiliki vila yang luas dan mewah. Padahal selama ini, ia menghidupi dirinya dengan hasil gaji yang berikan oleh Prawira selama menjaga vilanya.

"Siap tuan! Saya tunggu kehadirannya," balas Mang Ujang seraya mengerutkan dahinya. Entah bagaimana ia membersihkan vila dalam waktu cepat.

Mang Ujang pun memanggil ketiga wanita desa yang tadi bersamanya. Meminta ketiga wanita itu turut andil membersihkan rumah.

"Beti, Lina, Tika, buruan bantu aku membenahi vila ini!" ucap Mang Ujang berteriak lantang agar ketiga wanitanya mengikuti perintahnya.

"Siap mang!" Ketiga wanita itu menjawab dengan kompaknya. Menuruti semua perintah lelaki paruh baya yang masih lajang itu. Sebab, mereka masih menunggu pembayaran dari Mang Ujang.

*******

"Waaw! Besar banget vilanya om," puji Dika. Sahabat Sean yang satu ini memang sangat suka ceplas-ceplos, apapun yang ada di hadapannya kerap ia puji ataupun cibir jika tak sesuai dengan harapannya.

Ryan pun ikut meneliti seluruh halaman vila. Suasana berdesir karena pengaruh hawa yang sangat dingin dari cuaca puncak. Tetapi mereka semua menikmatinya. Beruntung sebelum mereka berangkat, Sean sempat mengambil beberapa baju hangat untuk dirinya, kedua orang tuanya serta sahabatnya.

Dika dan Ryan pun telah memakai jaket tebal milik Sean. Jaket itu sekilas tampak feminim tapi karena warnanya netral jadi tak terlalu kelihatan.

"Selamat datang tuan, nyonya dan non Sean," ujar Mang Ujang menundukkan kepalanya menyambut kedatangan sang pemilik vila.

"Makasih mang. Jangan lupa telepon koki yang biasa ya! Mau bakar-bakar di halaman," titah Prawira bergegas masuk ke dalam vila.

Ruangan sudah bersih dan rapih saat satu keluarga itu memasuki vilanya.

30 menit yang lalu...

Mang Ujang beserta ketiga wanita sewaannya sudah membersihkan seluruh isi ruangan. Keempat orang itu berpencar, merapihkan barang-barang yang berserak di meja, lantai, dan ranjang.

Tiga kamar berhasil dibersihkan, seluruh debu pun sirna. Kemudian, ruang tamu, ruang keluarga, dan dapur pun juga dalam waktu 10 menit sudah kinclong. Terakhir, dengan gelap-gelapan hanya ada lampu yang meremang, Mang Ujang membersihkan guguran daun yang berserakan di kolam renang.

Dibantu oleh ketiga wanita itu dengan jaring berbentuk galah panjang. Mereka memunguti seluruh daun agar kolam renang pun tampak bersih.

"Nih ... uang untuk malam ini." Mang Ujang melemparkan enam lembaran kertas merah di atas meja ruang tamu kepada tiga gadis desa sebagai pembayaran upah kerja keras mereka melayaninya malam ini.

"Terimakasih mang," ucap ketiga wanita itu kompak. Satu orang diantaranya memberikan masing-masing dua lembaran merah lalu ketiganya bergegas pergi dari vila sesuai arahan Mang Ujang.

Ketiga gadis desa itu tak protes meski bayarannya sangat kecil. Di pedesaan tempat tinggal mereka di daerah puncak, sangat wajar mendapatkan bayaran receh hanya untuk melayani pria hidung belang seperti Mang Ujang.

Tak heran karena kelakuan bejadnya, Mang Ujang dijuluki tuan takur buaya. Siapa di kampung itu yang tak mengenalnya. Semua tunduk padanya karena mengira ia adalah pemilik vila. Padahal ia hanya seorang penjaga vila saja.

Bahkan Mang Ujang tak segan-segan membual kalau vila miliknya itu ia sewakan. Jadi, jika tak dipakai oleh tuannya, vila itupun disewakan perhari demi mendapatkan uang untuk memuaskan hawa nafsunya sebagai pria hidung belang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!