"Wah! anak mama sudah dewasa ya! Nanti jangan mau sama laki-laki miskin. Cari yang kayak papamu! Banyak duitnya," pesan Sherin mengingatkan.
"Tentu dong ma ... Sean nggak mau hidup miskin melarat. Nggak enak tahu! Menyedihkan! Hih!! Amit-amit!" pekik Sean membuat wanita paruh baya itu menatap penuh selidik. Sean bahkan mengetuk-ngetuk kepalanya dengan kepalan tangannya lalu mengetuk meja juga sebagai wujud pembuangan sialnya.
"Loh, emangnya kamu pernah hidup miskin? Ucapanmu itu loh, kayak seolah-olah pernah merasakannya," sindir Sherin setelah menuntaskan penataan rambut putrinya.
Sean pun merasa sangat cantik, diurus oleh mama kandungnya. Sia-sia ia bertahun-tahun tak dekat dengan mamanya itu.
"Ya belum pernah sih ma! Heheh," kekeh Sean seraya memutarkan tubuhnya. Rok dressnya pun mengembang saat ia berputar, lalu rambunya terombang-ambing di pundaknya. Sangat lucu dan cantik.
"Mama mau aku blow juga nggak?" tawar Sean mengambil alih catokan yang masih ada digenggaman wanita itu.
"Boleh deh! Kalau kamu maksa hehe," sahut Sherin tertawa kecil.
Ia sekarang duduk di kursi, dihadapan meja riasnya. Sherin tampak telaten menata rambut sang mama. Ia berikan efek curly di ujung rambut, meninggalkan kesan simpel tapi sangat elegan.
"Wohh ... kamu udah kaya penata rambut! Lihai sekali, belajar darimana?" imbuh Sherin.
"Hehe... aku kan ke sekolah sering bawa catokan. Sama teman-teman nyatok di dalam kelas," kekeh Sean mengerutkan dahinya.
"Waduh ... anak mama udah genit ternyata ya! Kamu sih nggak pernah cerita pengalaman dan keseharian waktu sekolah. Mama jadi nggak pernah tahu kegiatanmu di sekolah!" keluh Sherin menatap lekat manik indah milik Sean.
"Sorry mah ... Sean terlalu sibuk sama dunia sendiri. Sampai melupakan mama dan papa. Maafin Sean yah!" pintanya memelas.
"Iyah sayang! Yang terpenting sekarang kamu sudah mulai menyayangi keluargamu. Ingat! Jangan berteman dengan laki-laki berandalan! Biar sikap kamu nggak berubah," timpal Sherin mengingatkan.
"Siap Mama Bos!" Sean mengacungkan satu jempolnya. Tak terasa ia sudah menuntaskan catokan rambut mamanya.
******
"Permisi om ... Seannya mana ya?" tanya Ryan mengedarkan pandangannya tapi ia tak menemui sahabatnya.
Ryan dan Dika baru saja menyelesaikan makan sorenya lima menit yang lalu. Mereka hanya bertemu Prawira yang masih bersantai di ruang tamu.
"Kenapa emang?" tanya Prawira sinis.
"Sean janji mau nongkrong disini om sama kita-kita," tampik Dika.
"Duduk dulu sini," titah Prawira seraya menepuk kursi sebelahnya.
Dika pun menyenggol lengan Ryan lantaran ketakutan dengan pria paruh baya itu. Wajahnya sangat pias, wajah papa Sean pun tampak sangat galak dan dingin.
"Sean mau keluar hari ini! Nggak bisa tuh nemenin kalian dua," seloroh Prawira dengan nada tegasnya.
"Kemana om?" cecar Ryan, kedua matanya beradu dengan pria dingin di sampingnya.
"Mana saya tahu!" jawab Prawira dingin.
"Emang om nggak diajak?" timpal Dika memberanikan diri.
"Diajak!" jawabnya singkat.
"Tapi kok om malah nggak tahu tujuannya kemana?"
Suara hentakan langkah kaki pun terdengar, Sean dan Sherin tampak cantik berjalan beriringan. "Sorry Yan, Dik, gue sama bokap nyokap mau staycation. Gue lupa janji tadi mau lanjut ngumpul disini sama lo berdua," teriak Sean seraya berjalan gontai mendekati tiga pria dengan tatapan tak biasa.
Ketiga pria itu tampak takjub, matanya penuh binar. Menatap kedua wanita yang anggun dan cantik.
"Staycation tapi kok dandanannya gitu Sean?" pekik Dika menyindir.
"Loh, ada yang salah sama dandanan gue?" sanggah Sean.
"Lo kayak mau kencan buta kalau dandan kaya gitu Sean!" hardik Ryan memicingkan matanya. Pandangannya tak lepas dari kecantikan Sean.
"Oh, ini gue sekalian mau ngedate sama bonyok gue lah! Udah lama nggak kumpul-kumpul kayak gini. Sekali-kali romantis sama orang tua sendiri nggak apa-apa kan?" timpal Sean.
"Lo mau staycation dimana? Kita berdua boleh ikut?" lontar Dika membuat lengkungan di bibirnya.
"Dih, udah lo sana ke perayaan sekolah aja! Ngapain sih nimbrung dikeluarga gue! Pa, buruan ganti bajunya," tandas Sean akhirnya duduk di dekat kedua sahabatnya. Sementara Sherin mengekori langkah suaminya yang mulai bergerak menuju kamar.
Ia lupa tadinya mempersiapkan setelan kemeja dan jas milik suaminya. Sebenarnya bukan lupa, ia tak menyangka akan berdandan seformal ini.
"Pa, Sean pingin adik baru tuh," bisik Sherin menggoda suaminya.
"Ah ... mama apaan sih! Sean udah segede itu juga, bentar lagi malah mau nikah," decit Prawira menolak secara halus.
Prawira sebenarnya tak yakin apakah ia masih bisa memberikan adik untuk Sean. Usianya sudah cukup berumur, pria paruh baya sepertinya sudah tak cocok untuk mengeluarkan benih berlian agar bisa menghasilkan buah hati.
"Loh ... loh ... papa pesimis ya bisa kasih adik buat Sean?" canda Sherin. Namun, Prawira malah tertantang dengan ucapan istrinya.
******
"Sean, lo gimana sih? Tadi janji mau ngasih kita minuman! Nongkrong disini! Tapi tiba-tiba mau berangkat," cibir Dika.
"Gue kan udah menjamu kehadiran lo berdua tadi. Buktinya lo berdua udah kenyang kan? Masih kurang?" timpal Sean menatap tajam kedua sahabatnya.
"Gini deh, kita berdua ikut lo aja. Nanti kita sewa kamar sendiri. Yang penting kita bisa bareng-bareng!" usul Ryan dengan tatapan penuh selidik, menunggu jawaban Sean yang masih memikirkan permintaannya.
"Ehmm... gimana ya? Kenapa lo berdua nggak balik ke Bar aja sih?" sungut Sean, ia semakin terusik dengan kehadiran kedua sahabatnya.
"Jam segini balik lagi? Udah mau bubar kali mereka," seloroh Dika menatap Sean sangat sinis.
"Dih, siapa yang nyuruh lo kesini sih! Makanya tadi gue udah bilang, lo berdua aja ikut acara itu. Ngapain segala jemput-jemput gue!" protes Sean. Ia pun beranjak segera memanggil kedua orang tuanya.
"Ma, Pa, buruan! Kemalaman nih kita," sambung Sean berteriak agar didengar oleh kedua orang tuanya.
"Sean, jadi gimana nasib kita?" racau Dika mulai menggerutu.
"Yuk kita ke Bar lagi aja yan?" usul Dika karena tak mendapat jawaban pasti dari sahabatnya.
"Udah ayo, lo berdua boleh ikut gue. Siapa tahu nanti dibayarin sama bokap gue yang kaya raya," decit Sean akhirnya mengalah, ia juga tak tega meninggalkan dua pria lajang itu di halaman rumahnya meratapi kepergiannya.
"Asikkk!" lirih Dika kegirangan. Akhirnya, Dika dan Ryan pun bisa mengekori Sean kemanapun ia pergi.
"Ada apa sih sayang!" ucap Prawira lembut menuruni anak tangga yang digandeng erat oleh istrinya.
Dika dan Ryan pun berbisik-bisik, mencibir kelakuan pria tua itu. "Kalau sama kita aja judes! Sama putrinya bisa selembut itu ya!" bisik Dika mencubit-cubit lengan Ryan sehingga ia memekik kesakitan.
"Apaan sih loh! Ngomel-ngomel tapi nyubit-nyubit gue! Brengsek loh ah," berang Ryan kesakitan.
"Itulah seorang bapak! Cinta pertama bagi anaknya! Makanya dia harus lembut sama anaknya sendiri!" timpal Ryan dengan wajah penuh amarah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments