"Dari mana saja kamu!" bentak papa Sean, Prawira ketika melihat kemunculan anaknya diam-diam pagi itu.
"Hm.. Da—dari rumah teman pa," jawabnya gugup. Ia tak memberikan kabar pada mama dan papa Sean kalau tadi malam ada perayaan kelulusan sekolah mereka.
"Kenapa baru pulang?" tegur Prawira.
"Tadi malam, Sean nginap di rumah teman pa. Maaf kalau tidak ngabarin, soalnya mama papa sibuk banget," keluh Sean tertunduk.
Keluarga Sean bukanlah keluarga yang akur. Papa dan mamanya sama-sama memiliki watak keras.
Sedangkan Sean jauh sekali sifatnya, justru berhati lembut bahkan tak suka dibentak. Mungkin sejak kecil karena selalu dididik dengan keras, makanya Sean ingin mengubah sikap buruk kedua orang tuanya.
"Anak gadis keluyuran dari tadi malam! Tidak baik itu untuk kamu! Jangan dibiasakan! Walaupun mama papa sibuk, kamu tetap harus meminta izin kalau melakukan sesuatu," tegas Prawira.
Prawira meninggalkan ruang tamu karena kesal melihat putri semata wayangnya yang baru pulang. Masih pagi, emosinya telah memuncak.
Ia mengomel seorang diri saat berjalan menuju kamarnya. Sementara istri prawira, Sherin yang 10 tahun lebih muda dari Prawira hanya menyorot dengan tajam suaminya yang sedang menggerutu. Ia enggan mencampuri urusan pria itu.
"Kamu ajarin tuh anakmu! Jangan suka keluyuran. Gimana anaknya nggak kaya gitu, mamanya saja suka memberi contoh tidak baik," berang Prawira membuat Sherin murka.
Prawira dan Sherin menikah 20 tahun silam. Sherin dipaksa oleh orang tuanya demi mensukseskan bisnis keluarganya. Diusia dini, Sherin harus merelakan masa mudanya demi melayani pria tua itu.
Kini Sherin berusia 40 tahun, sedangkan Prawira sudah berusia 50 tahun. Disisa hidupnya, Sherin memilih untuk menghambur-hamburkan uang suaminya daripada melayani pria itu.
Tidak ada rasa cinta antara keduanya. Oleh karena itu, Sean kerap sekali mendengar suara kedua orangtuanya yang sedang berantam, saling adu mulut serta teriak-teriak. Membuat Sean semakin trauma untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
"Ya, kamu urus saja sendiri. Itukan anakmu juga, bukan anak saya saja," ketus Sherin berwajah masam.
"Kamu itu kalau dibilangin suami dengarkan baik-baik! Jangan membantah saja," cibir Prawira.
"Aku nggak perlu nasehatmu! Aku malas meributkan hal itu mulu! Dari dulu aku sudah mengurus anakmu, saatnya sekarang aku lepas tangan. Aku ingin menikmati masa tuaku! Bersenang-senang sendiri. Karena masa mudaku telah kau renggut dulu," hardik Sherin tak mau mengalah.
"Percuma ngomong sama kamu! Kaya ngomong sama tembok! Kalau mau hidup sendiri, pergi sana dari rumah ini," usir Prawira seraya menyilangkan tangannya didada.
"Oke! Aku akan pergi dari rumah ini mas! Jangan cari aku kemanapun! Sean kau saja yang urus! Aku capek setiap kita berantam, kamu selalu mengusirku," lontar Sherin. Ia beranjak dari atas kasur, memasukkan baju-bajunya ke dalam koper.
Astaga! Pelik rumah tangga keluarga Sean terlalu besar. Sean hidup pada keluarga yang tidak harmonis.
Dari dalam kamarnya, Sean hanya bisa menutup kedua daun telinganya. Rasa sesak didadanya ketika mendengar teriakan kedua orang tuanya saling beradu.
Ia menangis tersedu-sedu seorang diri. Mengelap bulir bening yang terus menetes dari pelupuk matanya.
"Hikss... Hiksss..." Sean meratapi kesedihannya.
Sementara Sherin sudah menuntaskan pengemasan pakaiannya. Ia mendorong koper miliknya dengan cepat. Bahkan Prawira tak ada niatan untuk mencegahnya.
"Pergi kamu sana! Jangan kembali lagi kalau uangmu sudah habis," kecam Prawira sembari menunjuk-nunjuk wajah Sherin.
"Oke! Ingat, hidupmu tidak akan bahagia! Pasti ada saja masalahmu nanti." Sherin melontarkan sumpah serapah untuk suaminya sendiri.
*****
20 Tahun yang lalu....
Kedua keluarga Sherin dan Prawira saling bertemu. Malam itu pembicaraan lamaran serta proses ke jenjang pernikahan mereka. Sherin ingin sekali menikmati masa mudanya, kuliah, ngumpul sama teman-teman, traveling dan lainnya.
Namun itu hanya impian demi mengatasi kebangkrutan keluarganya. Hanya keluarga Prawira lah yang mampu memperbaiki itu semua. Syaratnya yaitu menikahkan Sherin yang saat itu berusia 18 Tahun dengan Prawira yang sudah berumur 28 Tahun.
Prawira saat itu langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, karena Sherin masih bersifat kekanakan, ia sangat membenci Prawira.
Setelah menikah, tak ada keakuran antara keduanya. Meski Prawira sudah mencoba untuk meluluhkan hati Sherin. Sayangnya, Sherin tak bisa menerima Prawira karena watak kerasnya bahkan ucapannya sering terlontar kata-kata menyakitkan.
Setelah menikah pun, Sherin melakukan hubungan intim secara terpaksa dengan suaminya. Bisa dikatakan hanya beberapa kali mereka melakukan hubungan intim, lantaran Sherin selalu menolak kebutuhan biologis Prawira.
Tak heran jika Sherin tidak kunjung hamil. Dua tahun setelah pernikahan, barulah Sherin hamil. Teringat jelas dipikirannya, sebulan sebelum kehadiran Sean, Prawira memaksanya melakukan hubungan suami istri.
Bahkan Sherin ditampar berkali-kali demi memuaskan nafsu bejad pria itu. Sherin sangat terluka dan trauma, kejadian itu sangat membekas dipikirannya.
Setelah kelahiran Sean pun, sikap Sherin maupun Prawira tidak berubah. Mereka tetap saling bermusuhan meski tidur di dalam satu kamar dan ranjang yang sama.
Mereka berdua sama-sama memiliki watak pemarah dan keras. Hingga membuat anak mereka, Sean menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya.
Sherin terus memilih bertahan demi menikmati kekayaan suaminya. Hingga saat ini, keputusannya sudah bulat, pergi dari rumah suaminya setelah 20 tahun membina biduk rumah tangga mereka.
****
"Maa! Jangan pergi Maa! Please!" Sean memohon sembari mengejar kepergian mamanya dari rumah megah mereka.
"Kamu disini saja! Tinggal sama papamu! Mama sudah nggak kuat," keluh Sherin memasukkan kopernya ke bagasi mobil miliknya.
"Ma jangan tinggalin Sean! Hikss.. Hikss.." Sean terus saja memohon tetapi dihiraukan oleh perempuan itu.
Sherin masuk ke dalam mobilnya, membanting pintunya dengan kesal. Meninggalkan Sean di halaman rumah mereka seorang diri, meski ia menangis tersedu-sedu karena kepergian ibunya.
Tubuh Sean terkulai lemas, ia terduduk di halaman rumah mereka. Melihat kepergian mobil sedan milik ibunya hingga menghilang dari pandangannya.
"Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Tidak ada yang mau mendengarkan ceritaku. Tidak ada yang peduli padaku!" lirih Sean, tangisnya pun mulai membanjiri pipi putihnya.
Ia mencoba bangkit berdiri, dua orang pembantu datang menghampirinya. "Non nggak apa-apa? Sini bibi bantu." Bi Tuti dan Bi Jenab membantu Sean berdiri.
"Sudah non, jangan menangis lagi. Biarkan mamanya non pergi sesuai keinginannya. Bila rindu, pasti dia akan datang kembali mencari non," ucap Bi Jenab menenangkan.
Kedua pembantu itu membopong Sean ke kamarnya. "Non istirahat dulu ya! Biar bibi ambilkan makanan dan minuman," titah Bi Tuti. Mereka berdua pamit meninggalkan kamar Sean.
Sean tertidur dengan mata sembabnya. Matanya membengkak karena tangis meratapi kecerobohannya tadi malam hingga ditinggal sang ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments