Sean masih terperangah di dalam kamarnya, setelah menyelesaikan sholat maghribnya, ia langsung masuk ke kamarnya. Ia semakin galau mau datang keacara perayaan kelulusan atau tidak.
Ting
Suara ponsel Sean berbunyi. Satu pesan dari pria bernama Dika Raharsya tertera di layar ponselnya.
Dika
Sean, acara udah mau mulai. Lo dimana? Buruan!!!
Dika adalah sahabat baiknya Sean. Meskipun mereka lebih sering seperti anjing dan kucing. Kalau bertemu ada saja bahan untuk perdebatan keduanya.
Sean melirik ponselnya, kemudian mengambil ponsel itu. Dan, ia membaca pesan dari sahabatnya.
Ting
Suara notifikasi lain lagi muncul. Ada satu pesan dari sahabat Sean yang lainnya, sebelum ia sempat membalas pesan dari sahabatnya Dika.
Ryan Adimana
Lo dimana? Gue kesepian nih nggak ada lo!!!
Dengan rasa malas ia langsung mengetikkan pesan yang sama. Mengirimkannya pada kedua orang itu.
Sean
Gue di rumah! Gue nggak akan pergi ke acara laknat itu.
Momen ini memang berbeda dari tahun yang dulunya sudah ia lewati. Karena ia datang tepat waktu, teman-temannya itu tak mengirimkan pesan padanya.
Drrrt Drttt
Ponsel Sean bergetar. Ryan langsung meneleponnya ketika membaca pesan dari Sean.
"Heh, lo gue jemput sekarang! Buruan siap-siap," kata Ryan berteriak agar terdengar oleh Sean. Suara jedag-jedug di dalam bar membuatnya kewalahan untuk berbicara.
Namun, Sean di atas ranjangnya masih terdiam. Tak ada suara. Ryan pun jadi bingung, mengapa tak ada jawaban dari sahabatnya.
Sean lebih menyukai memiliki sahabat pria dibandingkan wanita. Tak heran, jika Sean hanya memiliki dua sahabat dekat yakni Ryan dan Dika. Keduanya sama-sama peduli pada Sean.
Yang satu sangat perhatian. Dia adalah Ryan. Sementara yang satunya lagi suka ngajak ribut yaitu Dika. Namun, adakalanya saat mereka sedang akrab-akrabnya. Tidak ada ribut, marahan, ambek-ambekan ataupun yang lainnya. Mereka bertiga cukup akur di kala Sean lagi keadaan menjelang mestruasi dan saat menstruasinya berlangsung.
Kedua sahabatnya itu lebih memilih untuk diam, takut akan dimarahi oleh Sean karena mood swingnya disaat mulai dari Sindrom pramenstruasi (PMS) hingga saat sedang menstruasi.
"Sean! Oi ... lo masih disana kan?" tanyanya dengan kencang.
"I–iya, gue disini."
"Buruan siap-siap, 10 menit gue sampai di depan rumah lo." Ryan pun beranjak dari kursinya, ia berjalan keluar dari hotel menuju perparkiran.
"JANGAN!" ucap Sean penuh penekanan. Sehingga menghentikan langkah kaki Ryan.
"Kenapa?" Ryan akhirnya tetap keluar dari Bar, ia kesulitan mendengar suara Sean.
"Gue nggak mau kesana! Lo berdua aja sama Dika senang-senang! Besok kita baru ketemu," balas Sean dengan suara yang agak tenang.
"Hah? Nggak asik lo ah! Teman-teman semua udah pada kumpul. Ini kan hari terakhir kita ketemu mereka. Semua udah mulai sibuk ngurusin persiapan ngampus. Gimana sih lo," tandas Ryan bersikukuh tetap ingin menjemput Sean.
"I–iya, gue tahu! Tapi gue nggak ada waktu buat kesana."
"Ah elah! Lebay banget sih! Biasanya lo paling hebring kalau soal beginian! Kapan lo bisa nolak ke acara jedag-jedug gini. Baru kali ini gue rasa," racau Ryan panjang lebar. Ia semakin tak percaya dengan penuturan Sean.
"Serius gue! Gue nggak mau kesana. Udah lo gabung aja sama anak-anak. Udah dulu ya, BYE!" kata Sean mengakhiri teleponnya secara sepihak, padahal Ryan belum beres berbicara.
Si Sean ini kenapa sih? Tumben nih anak nolak acara sepenting ini. Lagi korslet apa ya?
Ryan pun akhirnya kembali masuk ke Bar. Disana, teman-teman seangkatannya tengah asik menengguk alkohol yang dibawakan oleh waiters.
Dika yang baru saja melihat kehadiran Ryan langsung mendekati. "Lo darimana aja? Ayo kumpul kesana." Dika pun menunjukkan meja Bar sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya karena alunan musik, ia mengajak Ryan ke sana agar lebih dekat untuk memesan minuman yang lebih enak.
"Gue abis nelepon Sean. Tumben anak itu nggak mau kesini," teriak Ryan.
"Apaaaaa? Nggak dengar gue." Dika mengangkat ke dua tangannya, dengan telapak tangan terbuka menandakan ia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Ryan.
Ryan pun memberikan kode. Mengangkat ponselnya. Lalu mulutnya berkomat-kamit mengatakan 'Sean'.
"Oh ... " Akhirnya Dika mengerti maksud ucapan Ryan. Tapi Dia langsung menarik lengan Ryan agar keluar dari Bar.
"Kenapa si Sean nggak mau ke sini?" tanya Dika.
"Gue juga nggak tahu alasannya. Pokoknya dia menghindar gitulah," adu Ryan.
"Terus gimana? Hari ini kita tanpa Sean dong? Ah ... nggak seru," keluh Dika.
"Ya mau gimana lagi, katanya besok kita baru bisa ketemu dia." Ryan pun mulai melangkah untuk memasuki Barnya.
Dengan terpaksa Dika mengekorinya dari belakang. Mereka berdua mulai menikmati suara musik keras di dalam Bar.
******
"Sayang! Ayo makan malam dulu," kata Sherin setelah membuka kamar Sean, memastikan anaknya ternyata masih berbaring di atas ranjangnya.
"Iya mah ..." Sean beranjak dari kasurnya, dengan rasa malas ia mengekori mamanya menuju dapur.
"Sayang, kamu beneran nggak mau datang ke acara itu?" tanya Sherin memastikan kembali keinginan anaknya.
"Mama nggak bosan apa nanya itu terus? Aku saja bosan mendengarnya. Keputusanku sudah bulat ma. Aku ingin lebih dekat dengan keluarga."
"Iya sayang, mama mengerti maksud kamu. Tapi kasian teman-teman kamu pasti nungguin kehadiran kamu. Apalagi kamu salah satu murid populer dikalangan mereka kan?"
Sean mengangguk. Namun, apalah arti kepopuleran baginya. Jika hal itu bisa menjerumuskan kepada masalah hal yang lebih serius. Sayangnya, ia tak mau menceritakan masalah kelamnya pada sang mama.
Bisa dianggap gila ia menceritakan hal yang tak pernah terjadi dan dilihat langsung oleh mamanya. Apalagi sekarang masih ditahun 2021 tetapi ia menceritakan kisahnya ditahun 2022 yang mereka yakini belum pernah dialami.
"Makan apa hari ini kita ma?" tanya Sean mengalihkan topik pembicaraan mereka. Ia tak mau merubah pikirannya untuk menghadiri acara tersebut.
"Banyak menunya. Udah dimasakin bi Tuti sama bi Jaenab. Lihat sendiri aja deh."
Sean dan Sherin sudah menuruni anak tangga, mereka langsung menuju dapur. Disana sudah ada seorang pria yang duduk santai.
Tok ... Tok ...
Suara pintu berbunyi, pembantu Sean, Bi Tuti langsung buru-buru ke arah depan pintu. Ia menarik daun pintu. Ternyata ada Dika dan Ryan yang datang untuk menjemput Sean.
"Bi, Sean mana?" celetuk Dika tanpa sopan santun, anak itu memang tidak pernah menghormati orang yang lebih tua dari usianya.
"Heh, lo kalau ngomong tuh yang sopan! Salam dulu kek," cela Ryan menatap tajam sahabatnya itu.
"Assalamualaikum bi.. Seannya ada?" tanya Ryan memperbaiki ucapan Dika.
"Ada den, lagi pada makan kayanya. Masuk saja," titah Bi Tuti.
"Nggak enak ah Bi. Bibi tolong sampaikan ke Sean, kalau kita berdua datang menunggu disini," terang Ryan.
"Baik den ... sebentar ya?" Bi Tuti langsung berjalan menuju dapur.
Sean, Sherin dan Prawira sedang asik menyantap makanannya. Namun, disela-sela sedang asik makan. Sherin penasaran siapa tamu yang mengganggu mereka malam-malam begini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments