adik baru

Setelah Sherin dan Prawira meninggalkan ruang makan, Dika dan Ryan tampak histeris.

"Ini seadanya apa sih, Dik? Makanan sebanyak ini dibilang seadanya. Ngaco lo, Sean," sindir Dika ceplas-ceplos.

"Ya beginilah kalau di rumah gue. Seadanya itu ya memang kaya gini," ucapnya membalas dengan senyuman lebar.

Ryan dan Dika hanya bisa bergeleng-geleng merasa lucu dipermainkan. Namun, mereka langsung duduk manis di atas kursi makan, mengambil beberapa makanan hingga piring mereka berdua penuh. Menyantapnya dengan lahap.

Sean pun meninggalkan kedua sahabatnya yang masih bergelut dengan piring dan sendok mereka. Ia mendekati kedua orang tuanya yang sedang asik mengobrol di ruang tamu.

"Ma, pa, jalan yuk?" ajak Sean lantaran merasa bosan di rumahnya padahal ia sudah berjanji dengan Dika dan Ryan untuk bermain di rumahnya. Namun, hari ini, ia ingin melewatinya dengan berkumpul bersama kedua orang tuanya. Ia harus mencegah agar kepergian sang mama pada esok hari tidak terjadi.

"Iya, ayo! Gimana pa? Mau nggak?" tanya Sherin menatap penuh harapan pada suaminya. Prawira pun mengangguk patuh, mengikuti kemauan kedua perempuan itu.

"Siap-siap gih!" titah Prawira pada istri dan anaknya.

"Owkay pa!!!" jawab kedua perempuan itu kompak.

Sherin dan Sean berjalan beriringan. Mereka berpisah saat sudah di depan kamar masing-masing. Sebelum menarik handel pintunya, Sean mengucapkan pesan pada mamanya. "Ma, pakai baju samaan yuk? Baju yang pernah mama beli dulu?"

Sherin pun tampak berpikir, mengingat-ingat baju mana yang dimaksud oleh putrinya. "Yang mana nak?" cecar Sherin karena tak ingat baju apa yang pernah dia beli couple sama anaknya.

"Baju yang pernah Sean tolak loh mah! Dress berwarna navy yang panjangnya selutut," papar Sean menjelaskan.

"Oh ... yang nggak pernah kamu pakai dan mau kamu buang itu ya," selorong Sherin menatap putrinya dengan datar.

Sean pun mengangguk sembari menunjukkan cengiran kudanya. Ia malu setelah mendengar perkataan sang mama meski akhirnya memang benar baju itu hampir masuk ke dalam tong sampah. Saat itu, Sherin hanya berniat membelinya. Namun, Sean berang dan marah.

Ia tak sukai memakai baju yang sama dengan mamanya. Menurutnya sangat norak dan tak fashionable.

"Tumben kamu berubah pikiran mau pakai baju itu," sanggah Sherin.

"Iya dong! Aku tuh sayang sama mama. Cuma gengsi aja mau pakai baju itu," hardik Sean masih mengulas senyum lebarnya.

"Oh gitu! Yaudah deh mama cari nanti. Tapi kalau nggak ada, pakai baju lain ya? Mama lupa naro dimana bajunya," jelas Sherin lalu masuk ke dalam kamarnya.

Sean pun ikut masuk ke dalam kamarnya, ia langsung mencari-cari dimana dress navy yang pernah diberikan sang mama. Setelah membongkar-bongkar lemari, baju-baju dalam lemari pun berterbangan ke ranjang dan lantai.

Kamarnya bak kapal pecah. Entah tidak jelas lagi wujud penataan kamar miliknya. Akhirnya, ia menemukan dress navy yang sudah bau lemari. Tag baju itupun masih menggantung, tak pernah ia lepaskan sekalipun.

"Hmmm ... harusnya aku cuci dulu baju ini," gumam Sean meneliti dress miliknya. Tidak kusut sebenarnya, hanya bau khas lemari lantaran terpajang lama di sana.

"Mama ... ma ..." Sean berlari mendekati kamar mamanya. Ia menunjukkan baju yang berhasil ia cari dengan susah payah.

"Ini bajuku. Baju mama ketemu nggak?" tanya Sean penuh harap.

"Ada kok, ini udah mama pakai," balas Sherin bernada sangat lembut. Baju itu pun sangat cantik berada ditubuhnya yang ramping. Apalagi di tubuh Sean?

"Waaaah! Cantik banget mama aku sih!" puji Sean membuat Sherin seolah-olah melayang ke udara. Ia sangat senang jika putri semata wayangnya sudah berubah menjadi perempuan yang baik, perhatian bahkan penuh pujian.

Padahal, sebelumnya Sean tak pernah bersikap seperti itu. Mendekatkan diri pada kedua orang tuanya saja tak pernah. Namun, sekarang ini ia malah ingin jalan bersama kedua orang tuanya. Mengingatkan Sherin pada sikap Sean sewaktu kecil, saat duduk di bangku SD. Sean sangat perhatian dan ingin terus bersama kedua orang tuanya.

"Ma, papa belum kesini kan? Sean mau ganti baju disini aja. Gimana ya ma, caranya supaya baju aku nggak bau gini." Sean pun menyodorkan bajunya itu ke depan hidung sang mama.

"Ih! Kamu nyimpannya nggak benar ya! Asal taro saja," keluh Sherin memekik mencium aroma yang tak sedap dari baju anaknya.

"Asal masuk lemari aja ma," balas Sean.

"Yaudah sini mama bersihin." Sherin mengambil baju itu, mengelapnya dengan kain basah lalu mengeringkannya dengan hair drayer. Kemudian, ia menyuruh pembantunya untuk menyetrikanya kembali.

Setelah selesai, baju Sean pun sudah kembali ke semula. Wangi khas aroma pengharum setrikaan. Lalu, Sherin memakaikan baju itu pada anak gadisnya.

Fantastis, dress itu justru berada diatas lutut Sean karena dia lebih tinggi dari mamanya. Namun, ia terlihat sangat cantik setelah memakainya. Kaki jenjang, lengan putihnya, bahkan leher jenjangnya ikut terekspose.

"Bajunya cantik sayang! Cocok untukmu." Sherin pun mengambil catokan untuk memblow rambut putrinya.

"Kita jalan-jalan kemana nak?" tanya Sherin sembari ngeblow rambut putrinya di depan meja rias.

"Staycation aja gimana ma? Sekaligus mama dan papa honeymoon lagi," usul Sean memicingkan matanya, menggoda mamanya untuk membuat adik baru baginya.

Tak ada anak, adik pun jadilah! Siapa tahu anakku itu reinkarnasi jadi adikku hahaha

Pikiran Sean berkelana tak ada ujungnya. Ia larut dalam pikirannya sendiri. Sebenarnya, Sean tak ingin kehilangan anaknya. Tapi momen untuk kembali mengubah masa lalunya justru tak bisa terulang kembali.

Oleh karena itu, ia terpaksa meninggalkan masa lalunya yang kelam itu.

"Boleh juga tuh! Papamu kaku banget! Setiap diajak staycation nggak pernah mau! Sebal mama," desah Sherin dengan keluhannya.

"Makanya mama yang mesra dong ajaknya! Siapa tahu papa bisa jadi lebih seperti anak muda lagi. Sayang sama mama! Nggak keras kepala dan egois kaya bisanya!" lirih Sean memberikan pendapatnya.

"Iya juga ya sayang! Mama mau coba mesra dulu sama papamu. Siapa tahu dia bisa berubah hehe!"

"Pasti! Sekalian besok bikin adik baru untuk Sean," balas Sean mengerling, membuat wanita paruh baya itu jadi malu-malu mendengar ucapan anaknya.

"Ah kamu ini ... mama sudah tua tahu! Mana mungkin ada adik lagi?" seloroh Sherin menggulum senyum tipis di wajahnya.

"Loh, emang mamah sudah monopouse?" cecar Sean menatap wajah mamanya dari pantulan cermin.

"Belum sih! Kamu ini sok udah ngerti banget soal anak! Kok pikiran kamu tiba-tiba sedewasa itu sih nak?" protes Sherin menatap lekat kedua manik indah milik Sherin.

"Hehe ... itu mah biasa dipikiran anak remaja seperti Sean ma! Wajar kalau Sean tahu hal-hal seperti itu. Lagipula, Sean bakal memasukk dunia baru, masalah **** tentunya bukan jadi hal tabu untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Terutama laki-laki hidung belang," ungkap Sean panjang lebar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!