"Papa kok bentak-bentak Sean! Sama anak satu-satunya itu harus lembut." Sean mencairkan suasana, ia tidak ingin ada suana tegang lagi di dalam rumahnya.
"Kalau anaknya mati gimana? Emang mau papa sama mama tinggal berdua?" lanjut Sean.
Prawira berpikir sejenak, mencerna kata-kata yang baru saja terucap dari mulut putrinya. Ia memang tak ingin anak satu-satunya itu pergi. Selama ini, Prawira tidak pernah menyayangi putrinya karena tidak sesuai keinginannya.
Prawira ingin sekali memiliki anak laki-laki agar bisa jadi penerusnya kelak. Pengurus perusahaan Prawira Grup yang berkembang di era modern nantinya. Namun, harapannya sia-sia. Karena anak yang lahir dari rahim istrinya adalah seorang anak perempuan.
Oleh karena itulah, Prawira tidak pernah memberikan kasih sayang penuh pada putrinya. Namun, jika harus memilih lagi untuk ditinggalkan selamanya oleh putrinya itu, jujur saja ia tidak menginginkan hal itu. Lebih baik Prawiralah yang menggantikan posisi Sean.
"A–apa kamu bilang tadi? Mati? Kenapa kamu mati? Emangnya kamu sakit?" lontar Prawira terbata-bata.
"Enggak sih pa, kan ibaratnya! Emang papah mau ditinggal anak satu-satunya? Kalau nggak mau mending sayangi Sean sepenuh hati!" tegas Sean memperingati papanya agar lebih lunak dan sayang padanya.
Prawira mengangguk patuh. Mengangguk mengikuti perintah anaknya. Sean yang menatap pria itu tersenyum penuh bangga. Senyum penuh kemenangan itu tersemat di wajahnya.
"Gitu dong pa! Mulai sekarang papa harus jadi orang yang lemah lembut! Perhatian sama anaknya!" kecam Sean memperingati sang papa.
Prawira menyetujui itu. Ia akan mencoba menjadi orang yang lembut demi putri semata wayangnya. Ketiganya masuk ke kamar utama, kamar yang ditempati oleh Prawira dan Sherin.
"Pergi dulu sana ke kamar! Papa mau ganti baju," titah Prawira merasa risih karena kehadiran putrinya.
"Di kamar mandi bisakan pa?" usul Sean tak ingin meninggalkan kamar kedua orang tuanya.
"Iya pa sana ke kamar mandi saja! Sean lagi manja-manjanya nih. Mama lebih suka Sean yang ini daripada yang kemarin-kemarin," celetuk Sherin yang mendapatkan tatapan tajam dari Sean.
"Emang apa bedanya Sean hari ini ma?" cecar Sean.
"Kamu itu beda banget loh! 360 derajat perbedaan. Kesambet apaan kamu. Buktinya sekarang jadi anak manja banget," kilah Sherin seraya mencubit gemas hidung putrinya sehingga tak terasa sakit.
Sean hanya menyengir kuda mendengar perkataan mamanya. Ia juga tak ingin menceritakan masa kelam yang pernah dilaluinya. Lebih baik ia melupakan dan memendamnya dengan erat daripada hidupnya berubah menjadi duka bahkan melarat.
"Nggak kesambet apa-apa ma ... cuma baru sadar aja! Kalau Sean ternyata punya orangtua yang sangat menyayangi Sean. Jadi aku nggak mau sia-siain hal itu," sungut Sean tersipu malu setelah mengeluarkan kata-kata tersebut.
Sean adalah orang pertama yang langsung menyambut kedatangan papanya setelah keluar dari kamar mandi. Ia merengek manja terus-menerus pada pria paruh bayah itu. Akhirnya, Prawira menyerah dan menuruti semua keinginan putrinya.
"Ma, Pa, sini duduk disamping Sean!" titah Sean seraya menunjuk kasur disisi kanan dan kirinya. Sherin yang baru selesai memasukkan tas kerja suaminya langsung duduk di samping Sean. Begitu pula dengan Prawira, ia juga menyerah dan menuruti kemauan putri semata wayangnya.
Sean bergelayut manja pada kedua orang tuanya. Namun, Prawira dan Sherin tak lagi merasa risih. Mereka bergantian mengelus-elus pucuk kepala Sherin dengan lembut penuh kasih sayang dengan tatapan binarnya.
"Ma, Pa, janji sama Sean! Jangan pernah berantem lagi. Mama sama papa harus akur! Sean nggak mau dengar teriakan di rumah ini!" lirih Sean menoleh ke kanan dan ke kiri melihat kedua orang tuanya secara bergantian.
"Loh ... loh ... mama sama papa itu berantemnya juga karena kamu Sean! Siapa lagi yang bikin papamu berang makanya jadi suka teriak-teriak!" ucap Sherin sinis menatap wajah suaminya.
"Makanya kamu yang baik Sean! Jadi papa nggak keluhin tingkahmu itu!" kecam Prawira menambahkan.
Sean mengangguk patuh mendengar wejangan kedua orangtuanya. Ia sangat bersyukur bisa bertemu dengan kedua orangtuanya. Satu hal yang harus ia rubah selama di rumah itu adalah membuat keluarganya harmonis.
Tidak seperti dulu, kehidupan yang telah dilaluinya terasa sangat sulit. Bahkan keputusan bunuh dirinya merupakan keputusan yang tepat bagi Sean. Beruntung, Sean memiliki takdir yang tak biasa.
Seolah-olah kakek tua itu memberikan mesin waktu padanya. Memberi kesempatan kedua bagi Sean untuk memperbaiki kehidupannya saat ini.
Sean akhirnya tertidur setelah menempatkan posisinya tidur dalam pangkuan Sherin. Sang mama akhirnya meminta Prawira membantunya. Menggeser kepala putrinya yang tergeletak diatas pangkuannya.
"Ma, anakmu kenapa sih hari ini? Kok tumben beda banget!" bisik Prawira agar tak membangunkan putrinya.
"Mama juga nggak tahu pa! Nggak biasanya loh dia kaya gitu. Apa ada sesuatu?" Sherin malah balik bertanya pada suaminya.
"Sejak kapan dia bertingkah seperti anak kecil begitu?" cecar Prawira.
"Baru siang ini pa ... dia datang dari kamarnya teriak-teriak nyari mama. Eh pas ketemu malah peluk-peluk dan bermanja-manja," cerita Sherin seraya beranjak dari kasurnya.
"Mama mau kemana?" bisik Prawira yang daritadi duduk ditepian tempat tidur memperhatikan wajah cantik anaknya.
"Mama mau ke dapur pa. Papa lapar nggak? Biarin aja Sean tidur di situ." Sherin mengajak suaminya untuk bergegas ke dapur. Mereka memakan makanan yang telah tersaji di meja makan.
"Pa, mama khawatir Sean ada masalah deh. Soalnya dia kaya ketakutan gitu. Entah apa yang terjadi, mama juga nggak tahu. Sean terus saja peringati mama jangan pergi dari rumah ini! Mama jadi takut dia kenapa-napa," tutur Sherin panjang lebar menceritakan tingkah putrinya hari ini.
"Papa juga heran, kenapa Sean sok akrab sama papa. Padahal biasanya dia segan mau dekat-dekat sama papa. Jangankan bermanja-manja kaya tadi. Biasanya dia bikin ngamuk papa aja kerjanya," papar Prawira yang juga masih kebingungan.
"Udah pa ... Lebih baik makan dulu. Nanti kita tanya lagi sama Sean. Oh ternyata ini sudah mau sore ya ... Mama sampai lupa karena keasikan nemenin Sean. Maaf ya pa, jadi terlambat makan siangnya," ujar Sherin menggulum senyumnya.
Karena tingkah Sean yang berbeda, Sherin dan Prawira pun semakin membaik. Tak ada amukan untuk hari ini. Keduanya menikmati makan bersama serta menemani putri mereka bersama.
Setelah selesai menyantap makanannya, Sherin langsung menuju ke kamarnya. Sedangkan Prawira memilih masuk ke ruang kerjanya.
Disana Prawira melanjutkan pekerjaannya, mengecek dokumen bisnisnya yang sengaja ia pantau dari rumah.
Prawira merupakan pria terkaya. Ia bahkan tak perlu lagi harus mengantor, karena seluruh bisnisnya bisa dipantau dari rumah saja. Namun, dipagi hari hingga siang hari, Prawira sengaja berkunjung ke kantor utamanya untuk memastikan kinerja para pegawainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments