Frustasi

Malam itu, di dalam kamarnya, Pak Hendro terlihat sedang sibuk menyisir rambutnya yang sudah banyak ubannya. Lelaki itu tampak gagah dengan memakai kaos berwarna merah yang dimasukkan ke dalam celana jeans panjang berwarna biru. Disaat dia sedang fokus memandang ke arah cermin, tiba-tiba saja Bu Erina muncul di sebelahnya.

"Malam-malam begini, mau pergi kemana, pak? Kelihatannya rapi dan wangi banget!"

"Mau ketemu kawan lama bapak! Kalau di rumah terus, lama-lama aku bisa stress gara-gara Yuda!"

"Tapi kan besok pagi, hari pernikahannya Yuda, pak! Lebih baik bapak istirahat di rumah! Besok kan harus menyambut para tamu!"

"Bapak kan sudah tahan banting! Jadi, mama tidak perlu khawatir bapak kecapean!"

"Bapak kan cuma ketemu teman bapak! Jadi tidak begitu penting! Lagi pula, bapak masih bisa bertemu dengannya di lain waktu."

"Bagi bapak ketemu kawan lama jauh lebih penting daripada acara pernikahan anak yang keras kepala!

"Kenapa bapak jadi membenci Yuda lagi? Bukankah kemarin sudah setuju dan merestui hubungan Yuda dan Windy?"

"Bapak bukannya setuju Yuda menikahi Windy yang bisu itu! Tapi bapak terpaksa! Ya sudahlah ma, aku pergi dulu! Pusing kepala ini kalau harus membahas anak itu terus-menerus!" Pak Hendro mengambil jaket kulit yang berada di atas kasur dan berjalan keluar dari dalam kamar. Lelaki itu bergegas menaiki mobil sedan berwarna hitam yang sudah berumur lebih dari 10 tahun. Pak Hendro menginjak pedal gas dengan kuat. Seketika mobilnya melaju dengan kencang meninggalkan rumah miliknya.

Di depan sebuah restoran mewah, Pak Hendro menghentikan laju mobilnya. Begitu turun dari atas mobil, ia berjalan memasuki restoran yang terlihat ramai oleh pengunjung. Di saat lelaki itu memandangi setiap sudut ruangan, tiba-tiba seseorang memanggilnya.

"Pak Hendro!!!" Seru seorang laki-laki. Mendengar seruannya, Pak Hendro langsung menengok ke kanan. Di ujung sebelah kanan, ia melihat seorang laki-laki sedang melambaikan tangan kanannya. Saat mengenali wajah laki-laki itu, Pak Hendro bergegas menghampirinya.

"Pak Hendro gimana kabarnya?" Sapa laki-laki gemuk dan berkumis itu. Mereka pun bersalaman dengan erat.

"Baik! Pak Dandy baik juga kan?" Pak Hendro menyapa balik.

"Baik, Pak Hendro! Oh ya pak, kenalin ini temanku namanya Rindarti Setyawati!" Lelaki bernama Pak Dandy menatap wajah perempuan yang duduk di hadapannya sambil tersenyum lebar.

"Rinda!" Perempuan berwajah bulat dan berambut sebahu itu mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Pak Hendro sambil menyunggingkan senyuman manis. Bibirnya yang merah merona merekah menggoda laki-laki yang memandangnya.

"Hendro Mulyawan! Panggil saja Pak Hendro!" Suami Bu Erina menyambut tangan kanan Rinda yang putih mulus.

"Maaf, sudah menunggu lama ya pak? Soalnya jalanan macet!"

"Belum kok pak! Paling baru 15 menitan!"

"Terakhir kali kita bertemu, kalau tidak salah dua tahun yang lalu ya, pak Dandy!"

"Iya! Gimana kabar keluarga pak? Pak Hendro sekarang sudah santai ya pak!"

"Kabar keluarga baik. Iya sekarang santai pak! Paling sibuk ngurusin burung sama ikan! Tapi di rumah terus malah pusing! Makanya, begitu tadi siang pak Dandy menelpon dan bilang kalau lagi berada di Jakarta, aku langsung setuju untuk ketemuan."

"Kenapa di rumah malah pusing pak? Bukannya sekarang tanpa harus keluar keringat, tiap bulan transferan jalan terus?"

"Ya namanya manusia, pak! Tidak bisa lepas dari yang namanya cobaan."

"Nikmati saja hidup ini, pak Hendro! Seperti malam ini, harus kita nikmati!"

"Pak Dandy kelihatannya selalu bahagia ya! Punya dua rumah! Di Bali dan Jakarta! Bisnis show room mobilnya sukses dan maju dengan pesat!"

"Tapi menjadi seorang pengusaha tidak semudah dan seindah yang kamu pandang, pak Hendro! Seorang bisnisman itu harus pintar memutar otak! Ibaratnya kalau Pak Hendro dulu bekerja cuma delapan jam perhari. Beda dengan pengusaha yang harus selalu berpikir agar bisnisnya bisa berjalan dengan lancar. Ibaratnya seorang bisnisman itu bekerja 24 jam!" Katanya. Disaat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba saja seorang waiters datang sambil membawa berbagai macam makanan dan minuman yang telah dipesan oleh Pak Dandy.

"Karena makanannya sudah datang, lebih baik sekarang kita nikmati dinner ini! Ayo Winda, Pak Hendro silahkan ambil sepuasnya. Jangan khawatir habis! Kalau habis tinggal pesan lagi!"

"Ini saja sudah banyak banget menunya, pak!" Pak Hendro memandangi meja makan yang dipenuhi berbagai macam makanan. Mereka pun bergegas menyantap berbagai macam menu makanan.

"Terima kasih atas traktirannya Pak Dandy! Aku sampai kekenyangan! Sampai-sampai perutku rasa penuh dengan makanan!"

"Sama-sama Pak Hendro! Lebih baik sekarang kamu ikut ke rumahku! Mumpung aku lagi di Jakarta!"

"Tapi besok pagi aku ada acara pak! Anak bungsuku mau nikah!"

"Oh anakmu mau nikah?"

"Iya pak! Besok Pak Dandy datang ke acara resepsi pernikahannya ya!"

"Aku akan datang kalau kamu mau mampir ke rumahku! Lagi pula rumahku kan sudah dekat dari sini! Kamu mau tidur di rumahmu atau di rumahku kan sama memejamkan mata! Atau kamu takut sama istrimu?"

"Nggak pak! Masa takut sama istri! Ya sudah kalau Pak Dandy memaksa, aku mau menginap di rumah Pak Dandy."

"Ya sudah kita berangkat sekarang saja! Biar aku bayar ke kasir dulu!" Pak Dandy beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kasir. Setelah selesai melakukan pembayaran atas makanan dan minuman yang dipesannya, Pak Dandy kembali menghampiri Pak Hendro dan Winda yang sedang asyik mengobrol. Mereka pun pergi meninggalkan restoran berbintang lima itu. Pak Dandy dan Rinda menaiki mobil super mewah milik Pak Dandy. Sedangkan Pak Hendro menaiki mobil miliknya sendiri.

Disalah satu rumah yang berada di kompleks perumahan elit yang berada di Jakarta, Pak Dandy menghentikan mobilnya di carport. Pak Hendro pun turut berhenti di depan rumah mewah berlantai dua itu. Mereka pun memasuki rumah itu.

"Rinda, tolong ambilkan minuman yang ada di kulkas!" Perintah Pak Dandy sambil mengedipkan matanya.

"Baik Pak!" Rinda pun berlalu dari hadapannya.

"Sayang sekali rumah sebesar ini kalau sering kosong, pak!" Pak Hendro duduk di atas sofa mewah yang berada di ruang tamu.

"Ya mau gimana lagi! Anak istri maunya tinggal di Bali! Showroom yang ada di Jakarta sudah aku percayakan sama anak buah! Jadi tiap bulan aku tinggal menerima transferan!"

"Nggak dijual saja rumah ini, pak?"

"Nggaklah pak! Rumah ini banyak sekali kenangannya. Lagi pula kalau rumah ini dijual, aku harus menginap di hotel kalau lagi pengin ke Jakarta!"

"Betul juga yang kamu katakan, pak! Pak Dandy kan juga tidak kekurangan uang! Jadi rumah ini tidak perlu dijual!" Balas Pak Hendro. Disaat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba saja Winda muncul kembali di ruang tamu sambil membawa nampan berisi tiga buah gelas dan satu botol berisi minuman keras.

"Kalau boleh tahu, Winda tinggal dimana? Apa tidak dicari suaminya, larut malam begini belum pulang?"

"Nggak pak. Saya sudah bercerai dengan suamiku." Rinda menaruh gelas dan botol di atas meja.

"Rindarti ini salah satu karyawanku di showroom yang ada di Jakarta. Dia sengaja aku ajak untuk menemani kita malam ini. Dia belum lama bercerai dengan suaminya yang tidak mau menafkahinya."

"Bodoh itu mantan suamimu, Rindarti! Perempuan secantik kamu malah disia-siakan!" Mendengar dirinya dibilang cantik, Rindarti tampak tersipu malu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!