...Beberapa Bulan Kemudian...
Malam itu, jalanan kota Tangerang tampak sepi dan lengang. Seorang perempuan cantik berambut keriting keluar dari salah satu tempat katering makanan. Di tepi jalan yang cukup gelap itu, ia berdiri seorang diri sambil terus menatap ke sebelah kanan jalan.
Setelah sekitar 15 menit berlalu, namun taksi yang ditunggunya belum juga kunjung datang. Disaat dia masih sabar menunggu taksi, tanpa disangka-sangka olehnya, tiba-tiba muncul seorang lelaki berkulit hitam berambut gondrong. Pada kedua lengannya terdapat tatto yang membuatnya terlihat semakin angker. Pada jari-jari tangan kirinya ia menggenggam sebuah botol berisi minuman keras. Ia terus berjalan sempoyongan menyusuri trotoar. Mulutnya terdengar bersenandung lagu cinta. Sesekali terdengar suara meracau dari mulutnya.
Semakin lama, lelaki itu semakin mendekati perempuan cantik itu. Ia tampak ketakutan dengan kemunculan lelaki itu. Keringat dingin mengucur deras membasahi wajahnya yang berkulit putih. Melihat seorang gadis cantik itu, lelaki itupun mengeluarkan sebuah pantun.
"Membajak sawah menggunakan sapi
Kaki berdarah terkena duri
Di malam hari yang sunyi sepi
Seorang gadis berdiri seorang diri."
"Bolehkah abang menemanimu dek?" Lelaki itu berusaha mendekati gadis itu. Namun gadis itu bergegas menjauhinya.
"Namamu siapa dek? Mengapa disini sendirian?" Tangan lelaki itu berusaha menyentuh lengan kanan si gadis.
"Kghhheeekkk" Gadis itu berteriak keras. Namun suara yang dikeluarkan dari mulutnya tidak terdengar jelas. Lelaki itupun kaget mendengarnya.
"Ternyata kamu bisu ya! Kasihan sekali nasibmu! Cantik-cantik tapi bisu! Tapi aku lihat kamu lebih cantik daripada pacarku yang tega berselingkuh dengan temanku sendiri! Hidup ini memang kejam ya dek! Hidup ini tidak adil! Tapi, daripada kita meratapi nasib kita yang menyedihkan, lebih baik sekarang kita bersenang-senang dek! Kita berdua nikmati dunia ini! Kita ubah penderitaan menjadi kebahagiaan!" Lelaki yang dalam keadaan mabuk berat itu, berusaha untuk memeluk tubuh gadis tunawicara itu. Namun gadis itu kembali menghindari dan berteriak meminta pertolongan.
"Kghhheeekkk...!!!"
"Kamu tidak perlu takut padaku, dek! Aku bukan orang jahat! Walaupun tampangku jelek begini, tapi aku baik! Tidak seperti para pejabat yang berwajah alim tapi hatinya busuk! Mereka tega merampas uang rakyat! Padahal gaji mereka sudah gede! Lebih baik sekarang kamu ikut pulang ke rumahku. Bahaya kalau disini sendirian!" Lelaki itu mencengkeram lengan kanan gadis tunawicara itu. Dia berusaha memaksa menariknya dengan sekuat tenaganya. Gadis itupun berontak.
"Kghhheeekkk...kwheaccckkk...!!!"
Disaat keadaan yang sangat genting seperti itu, tiba-tiba muncul sebuah motor dengan kecepatan cukup tinggi. Namun begitu tahu di depan matanya telah terjadi tindakan asusila, ia langsung menghentikan laju motornya. Pengendara motor sport yang ternyata seorang laki-laki, bergegas turun dari motor dan berkelebat ke arah lelaki pemabuk yang sedang memaksa gadis tunawicara itu. Tendangan keras kaki kanannya bersarang tepat di paha kanan si pemabuk. Tidak ampun lagi, lelaki itu langsung jatuh tersungkur di atas trotoar. Botol yang masih berisi setengah minuman keras, langsung pecah terbentur paving.
Melihat seseorang telah menggagalkan usahanya untuk mendapatkan gadis itu, si pemabuk langsung bangkit berdiri dengan botol bagian atas di tangan kirinya. Ujung botol bekas pecahan yang tajam, ia hunuskan ke arah tubuh lelaki di hadapannya yang berseragam loreng hijau yang masih memakai helm. Perkelahian pun tidak bisa dihindarkan lagi. Namun karena lelaki gondrong itu dalam keadaan mabuk berat, dengan mudah lelaki berpakaian seragam TNI itu mengalahkannya. Dengan tubuh babak belur, si pemabuk lari tunggang langgang dari tempat itu.
Setelah merasa cukup aman, lelaki itupun menghampiri gadis yang berdiam diri dengan tubuh gemetaran. Helm full face yang ada di kepalanya, ia lepaskan. Begitu helm telah ditanggalkan, kini terlihatlah wajah lelaki itu. Ternyata lelaki itu masih berusia muda. Dia bukan lain adalah Erlangga Nugroho. Putra kedua Pak Hendro. Lelaki yang biasa disapa Angga, sangat kaget begitu mengenali wajah gadis di hadapannya.
"Mba Windy!!! Kamu Mba Windy calon istrinya Yuda adikku kan?" Serunya. Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya.
"Mengapa kamu sendirian di tempat sepi begini?"
"Kghemm kghemm kghemm." Gadis yang ternyata adalah Windy itu menunjuk ke arah tempat katering yang berada di belakangnya. Mendengar ucapannya yang tidak jelas, Angga kembali dibuat sangat kaget.
"Kamu!!! Maaf, apa kamu tidak bisa bicara?" Angga tampak syok. Windy kembali menganggukkan kepalanya.
"Apa Yuda sudah tahu kalau kamu seorang tunawicara?" Tanya Angga. Windy kembali menganggukkan kepalanya.
"Jadi, Yuda akan menikah dengan seorang yang bisu? Apa Yuda benar-benar mencintai Windy? Atau dia hanya mengincar hartanya?" Angga bertanya-tanya dalam hati.
"Pantas saja, dulu sewaktu acara lamaran, kamu sama sekali tidak berbicara sepatah katapun! Kalau boleh tahu, apa kamu benar-benar mencintai Yuda?" Lagi-lagi Windy menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah, mari ikut aku. Biar aku antarkan kamu sampai rumah. Bahaya kalau kamu disini sendirian. Lagi pula, jarang sekali ada taksi yang lewat sini saat malam." Angga kembali memakai helmnya dan menaiki motornya. Dengan sedikit ragu-ragu, Windy membonceng di belakangnya.
"Kasihan sekali Windy! Di balik wajahnya yang cantik, ternyata dia menyimpan kesedihan yang mendalam." Ucapnya dalam hati. Angga mengendarai motornya dengan kencang agar mereka lebih cepat sampai di rumah Windy.
Setelah sekitar 25 menit di dalam perjalanan, akhirnya mereka sampai di depan rumah Windy. Gadis itu perlahan turun dari atas motor. Windy memberi isyarat kepada Angga. Kakak kandung Yuda itupun turun dari atas motor. Mereka berjalan menuju pintu depan rumah. Windy membuka pintu yang tidak dikunci. Dia mempersilakan Angga untuk masuk ke dalam rumah. Windy meninggalkan Angga yang telah duduk di atas sofa. Tidak berapa lama, Windy kembali muncul di ruang tamu bersama ibunya.
"Mas Angga bagaimana kabarnya?" Sapa Bu Lusiana.
"Alhamdulillah baik bu." Ibu sendiri gimana kabarnya?" Angga mengajaknya bersalaman.
"Alhamdulillah baik juga. Kata Windy, tadi kamu sudah menolong Windy dari seorang preman ya?"
"Iya bu. Kebetulan saya lewat saat Windy sedang dipaksa oleh seorang preman. Alhamdulillah preman itu berhasil dibekukan. Tapi sayangnya dia kabur. Lalu Windy saya antarkan pulang." Balasnya sambil menahan rasa sakit atas luka goresan beling botol yang dilancarkan oleh preman. Windy yang telah memegang kotak p3k, bergegas mengobati luka pada punggung telapak tangan kanan Angga.
"Terima kasih banyak atas semua pertolonganmu, Mas! Kalau tidak ada kamu, saya tidak tahu apa akan terjadi dengan Windy. Gara-gara kamu menolong Windy, kamu jadi terluka begini."
"Betul yang dikatakan oleh istri saya, Angga! Kamu adalah pahlawan untuk Windy! Sikap kamu sangat sesuai dengan seragam TNI yang kamu pakai! Saya sangat kagum dan bangga padamu!" Puji Pak Antony yang tiba-tiba muncul di ruang tamu.
"Terima kasih pak, bu! Sebagai orang yang masih mempunyai rasa welas asih dan empati, mana mungkin saya tega membiarkan seseorang yang berada dalam kondisi butuh bantuan. Hidup ini kan harus saling tolong menolong. Masalah luka ini, bagi saya ini tidak seberapa. Karena saya dididik untuk rela berkorban untuk sesama. Sekalipun nyawa yang menjadi taruhannya." Balas Angga.
"Betul yang kamu katakan, Angga! Sebagai seorang prajurit TNI, sikap kamu sangat perlu dicontoh! Karena bahwasanya kita hidup di dunia ini, tidak bisa lepas dari peran orang lain. Mungkin hari ini kamu yang menolong anak saya. Tapi suatu saat nanti, siapa tahu saya yang akan menolong kamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments