Perdebatan

"Mengapa sampai harus dipasung segala, bu? Kekurangan yang dimiliki Windy itu sama sekali bukan aib!"

"Saya juga berpikir begitu! Tapi suamiku malu punya anak cacat seperti Windy. Baginya, Windy adalah sebuah aib yang harus disembunyikan."

"Sudah berapa lama Windy hidup di dalam pasungan, bu?"

"Sejak kecil Windy sudah hidup dalam pasungan. Bahkan Windy tidak pernah merasakan yang namanya bangku sekolahan. Dia hanya sekolah home schooling. Kira-kira sudah lima belas tahun, Windy tidak melihat matahari terbit dan terbenam."

"Gila!!! Ini namanya tindakan penyiksaan!!! Ibu dan suami ibu, sama saja sudah membunuh Windy secara perlahan!

"Saya tahu, saya telah gagal menjadi seorang ibu! Saya telah membuat anak kandung saya sendiri, hidup menderita! Dosaku sudah menggunung tinggi, sedalam lautan!" Bu Lusiana menangis histeris.

"Bu! Dengan kerendahan hati, saya minta tolong lepaskan Windy dari pasungan yang menyiksanya."

"Tidak bisa mas! Saya tidak bisa!"

"Saya berjanji! Bila Windy sudah dibebaskan dari pasungan, saya bersedia untuk menikahinya!" Ucapnya dengan sangat yakin.

"Apa kamu bilang? Kamu bersedia menikahi Windy? Apa saya tidak salah dengar? Bukankah kamu sudah tahu, kalau Windy itu seorang tunawicara?"

"Saya sungguh-sungguh untuk menikahi Windy! Apapun kekurangan yang dimiliki Windy, akan saya terima dengan ikhlas."

"Apa kamu benar-benar sudah yakin dengan keputusanmu, mas? Bukankah keluargamu belum tahu niatmu untuk menikah dengan Windy?"

"Nanti saya akan berbicara dengan kedua orang tua saya, mengenai niat saya untuk menikahi Windy. Insha Allah kedua orang tua saya merestui niat saya. Bu Lusiana merestui niat saya kan, bu?"

"Kalau saya sendiri sangat bahagia dan bersyukur kepada Allah karena ada seorang pemuda setampan dan sebaik kamu, mau menikahi Windy. Tapi saya harus mengatakan dahulu niat baikmu, pada suami saya."

"Baik bu. Jika suami ibu telah setuju dengan niat saya, mohon ibu agar menghubungi saya."

"Insha Allah saya akan mengabari Mas Yuda secepatnya!"

"Kalau begitu saya mohon pamit dulu, bu! Assalamu'alaikum!" Setelah bersalaman dengan Bu Lusiana, Yuda pun melangkahkan kakinya keluar dari rumah mewah itu. Sepanjang perjalanan menuju tempat usahanya, Yuda tampak termenung. Dalam pikirannya terbayang wajah gadis malang yang bernama Windy.

"Pak! Ada sesuatu yang mau ibu ceritakan!" Ucap Bu Lusiana sambil menikmati makan malam.

"Ceritakan saja bu! Cerita horor atau komedi?" Celoteh seorang laki-laki yang duduk di hadapan Bu Lusiana.

"Jadi, tadi pagi ada pemilik konfeksi dan butik "Raflesia" datang kesini untuk mengantarkan jahitan seragam buat besok acara nikahannya Jihan."

"Terus? Bagus dong bu, kalau seragamnya sudah jadi! Jadi besok pas hari H, bisa dipakai!" Sahut lelaki berkumis itu.

"Tapi masalahnya laki-laki bernama Yuda, sewaktu minta izin ke toilet tanpa sengaja mendengar suara dari dalam gudang, pak! Cerobohnya Bi Murti lupa mengunci pintu gudang. Jadi Yuda bisa masuk ke dalam gudang dan mengetahui keberadaan Windy."

"Terus lelaki bernama Yuda itu, apa marah-marah pada ibu?"

"Tentu saja dia sangat marah mengetahui Windy dalam keadaan dipasung."

"Terus apa dia mengancam mau melaporkan kita pada pihak kepolisian?"

"Tidak pak. Justru Yuda bersedia menikahi Windy asal kita mau melepaskan pasungannya."

"Yang benar bu? Jadi, laki-laki yang kemarin kita temui di butiknya, mau menikahi Windy? Apa dia sudah tahu kalau Windy itu bisu?"

"Sudah pak. Tidak Yuda terlihat sangat yakin dengan keputusannya. Bagaimana tanggapan bapak?"

"Aku sih setuju-setuju saja. Tapi apa kata orang, kalau tahu Windy itu bisu?"

"Apapun kata orang nanti, kita harus menerimanya dengan lapang dada. Mungkin sudah waktunya orang-orang tahu keadaan anak kita. Selama ini tetangga, teman ibu, dan teman bapak, kan tahunya Windy tinggal bersama kakek neneknya di Purbalingga."

"Ya sudah, bapak setuju untuk melepaskan Windy, setelah Yuda benar-benar berniat untuk melamarnya."

"Syukur alhamdulilah kalau bapak setuju. Ibu bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena sebentar lagi Windy akan menikah. Tapi ibu sedih, karena selama ini ibu seperti sudah menjadi orang tua yang tidak berguna. Ibu yang sudah membuat anak semata wayangnya menderita."

"Yang lalu biarlah berlalu, bu. Sekarang kita tinggal menyambut masa depan Windy."

"Apa Windy mau memaafkan kita pak?"

"Bapak tidak tahu."

"Ibu juga takut apabila Windy mentalnya terganggu. Karena sudah belasan tahun dia hidup dalam pasungan."

"Kita berdoa saja, bu. Semoga Windy masih sehat lahir dan batinnya."

"Aamiin Ya Rabbal'alamiin." Balasnya. Selesai menikmati sarapan pagi, Bu Lusiana dan suaminya menghampiri Windy yang berada di dalam gudang.

"Selamat pagi, Windy!" Sapa Bu Lusiana ketika masuk ke dalam gudang. Windy yang sedang menikmati sarapan, langsung menghentikan tangannya yang sedang memegang sendok. Tatapan matanya tajam memandangi kedua orang tuanya yang muncul di hadapannya. Kebencian yang telah mendarah daging, membuat mukanya tampak mengelam membesi.

"Pagi, Windy!" Bapaknya Windy ikut menyapa. Namun Windy hanya diam membisu.

"Windy! Tadi pagi ada laki-laki tampan masuk ke dalam sini, menemui kamu ya?" Bu Lusiana mencoba untuk membuka pembicaraan.

"Bagaimana ibu tahu, ada laki-laki yang masuk kesini? Apa Bi Murti yang ngasih tahu?" Windy bertanya-tanya di dalam hatinya.

"Laki-laki itu namanya Yuda. Dia seorang desainer. Sekaligus pemilik sebuah usaha konfeksi. Ketika tahu ibu, punya anak secantik kamu, Yuda berniat ingin menikahimu, Windy!"

"Apa??? Laki-laki tampan bernama Yuda itu, mau menikahiku? Mungkin dia belum tahu, kalau aku ini bisu! Kalau Yuda sudah tahu, mana mungkin dia mau menikah denganku yang cacat ini!" Windy pun menundukkan kepalanya. Seketika air matanya mengalir di pipinya.

"Kenapa kamu menangis, Windy? Kamu tidak perlu khawatir. Yuda sudah tahu keadaanmu! Yuda mau menerima segala kekurangan yang ada pada dirimu." Katanya. Mendengar ucapannya, air muka Windy langsung berubah. Senyum terpancar dari wajahnya yang cantik.

"Khemmm... khemmm... khemmm..."

"Apa kamu juga mencintai Yuda, Win?" Tanyanya. Perlahan Windy menganggukkan kepalanya.

"Bapak dan ibu minta maaf padamu, ya Win! Selama ini kita sudah membuatmu menderita." Dengan berderaian air mata, Bu Lusiana memeluk tubuh anaknya dengan sangat erat.

"Bapak minta maaf padamu, Windy! Mulai sekarang, Kamu akan hidup bebas, Windy anakku! Kamu akan bisa menghirup udara segar di luar ruangan! Kamu akan melihat indahnya bunga-bunga, gunung, lautan, dan lain sebagainya! Kamu akan bapak bebaskan dari pasungan yang bertahun-tahun menyiksamu." Lelaki bernama Pak Antony itupun membuka gembok menggunakan kunci yang dibawanya. Setelah gembok dan rantai berhasil ia singkirkan, Pak Antony mengangkat balok kayu yang menindih kedua kaki anak perempuannya. Melihat bapaknya melepaskan pasungan yang selama ini membelenggunya, Windy hanya bersikap datar. Tidak tampak senyum menghiasi wajahnya.

"Kalau kamu masih marah pada bapak dan ibu, kami sangat memaklumi hal itu, Windy! Tapi, dari lubuk hati terdalam, bapak dan ibu mohon maaf yang sebesar-besarnya padamu, Win! Bapak dan ibu sudah merenggut masa kanak-kanak dan remajamu." Pak Antony akhirnya meneteskan air mata. Namun tanpa disangka-sangka oleh mereka berdua, Windy berkelebat turun dari atas ranjang. Karena sudah bertahun-tahun kedua kakinya tidak digerakkan, sangat berat dan sulit bagi Windy untuk berjalan apalagi berlari. Namun gadis itu berusaha sekuat tenaganya untuk keluar dari dalam gudang yang selama ini menjadi penjara untuknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!