Tangis dan Derita

Windy terus berlari menuju dapur. Melihat anaknya lari sambil menangis, Pak Antony dan istrinya tidak tinggal diam. Mereka berdua berlari mengejar Windy. Sementara itu, sesampainya di dapur Windy langsung mengambil sebuah pisau yang tergeletak di atas meja. Bi Murti yang masih terkejut dengan kemunculan Windy di dapur, sama sekali tidak dapat mencegahnya. Gadis malang itu, tanpa ragu-ragu langsung menghunjamkan pisau di dipegangnya dengan erat, ke arah perutnya sendiri.

"Jangan Mba!!!" Teriak Bi Murti dengan keras. Pak Antony dan Bu Lusiana yang telah sampai di dapur, ikut berteriak histeris.

"Jangan lakukan itu, Windy!!!" Bu Lusiana menangis melihat anak semata wayangnya hendak mengakhiri hidupnya.

"Windy!!! Berhenti!!! Jangan lakukan hal nekad begini!!!" Perintah Pak Antony. Namun Windy tidak menghiraukan ucapan Bi Murti dan kedua orang tuanya. Dia terus melanjutkan menghunjamkan pisau tajam ke arah perutnya. Mengetahui Windy tidak menghentikan perbuatan nekadnya, Pak Antony langsung berkelebat ke arah tubuh Windy. Kedua tangannya langsung mencengkeram lengan kanan anaknya.

"Jangan lakukan perbuatan nekad begini, Win! Bapak sama ibu tidak mau kehilangan kamu! Kamu adalah harta bapak dan ibu satu-satunya! Bapak sangat menyesal telah membuatmu menderita!"

"Betul yang dikatakan bapakmu, Win! Ibu sama bapak tidak punya siapa-siapa selain dirimu! Kamulah anak ibu satu-satunya! Maafkan ibu dan bapak yang telah memasungmu!" Air mata membanjiri wajah Bu Lusiana.

"Kalau kamu memang tidak mau memaafkan semua kekhilafan bapak, itu menjadi hakmu Windy! Mungkin hanya dengan nyawa bapak, yang sanggup menebus semua dosa-dosa bapak padamu!" Pak Antony memutar jari-jemari tangan kanan Windy yang masih memegang pisau, menghadap ke arah dadanya sendiri. Tanpa ragu-ragu, Pak Antony menekan jari-jari tangan kanan Windy. Sehingga ujung pisau semakin lama semakin mendekati dadanya. Melihat aksi nekad suaminya, Bu Lusiana kembali berteriak mencegahnya.

"Jangan pak!!! Jangan lakukan!!!" Teriaknya. Sedangkan Windy terlihat hanya pasrah tangan kanannya digerakkan oleh bapaknya sendiri.

"Biarkan bu! Biarkan bapak mati, untuk menebus semua dosa-dosa bapak! Dosa bapak sudah terlalu banyak! Sangat wajar jika Windy tidak mau memaafkan semua kesalahan bapak!" Namun ketika ujung pisau hanya berjarak beberapa sentimeter dari dada Pak Antony, sikap Windy mendadak berubah. Gadis itu berontak sekuat tenaganya. Tangan kanannya yang memegang pisau langsung terlepas dari genggamannya, dan jatuh berdentangan di atas lantai granit.

Tttrrraaannnggg... tttrrraaannnggg...

Pak Antony yang kaget dengan sikap Windy, langsung melepaskan cengkeraman tangannya. Tanpa disangka-sangka olehnya, anak semata wayangnya meneteskan air mata. Masih tertegun dengan sikap Windy, Pak Antony kembali dikejutkan oleh sikapnya. Tanpa ragu-ragu Windy memeluk tubuh bapaknya dengan sangat erat. Dengan perasaan yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, Pak Antony membalas pelukan anaknya dengan sangat bahagia dan bersyukur.

"Windy! Maafkan bapak ya!" Pak Antony kembali meneteskan air mata. Windy membalasnya dengan menganggukkan kepalanya.

"Windy anakku! Maafkan ibu!" Bu Lusiana duduk bersimpuh di hadapan anaknya. Mereka pun saling berpelukan. Suara tangis haru akhirnya pecah di dapur. Bi Murti melihat adegan itu dengan rasa bersyukur.

"Windy, kamu mau kan menikah dengan Yuda? Selain tampan dan sukses, Yuda juga seorang laki-laki yang baik dan shaleh. Ibu sudah cukup lama mengenalnya!" Tanyanya. Windy pun menganggukkan kepalanya dengan yakin.

Malam itu, Yuda perlahan menghampiri kedua orang tuanya yang sedang asyik menonton TV. Perdebatan sengit yang terjadi tadi pagi, membuat Yuda merasa tidak enak terhadap bapaknya.

"Lagi nonton apa, ma? Kelihatannya seru banget!" Yuda duduk di samping kanan mamanya.

"Ini Yud, sinetron kesukaan mama." Jawabnya.

"Ma, pak, ada sesuatu yang mau Yuda katakan."

"Kamu mau ngomong apa Yud?" Tanya ibunya. Sedangkan bapaknya hanya bersikap acuh tak acuh.

"Yuda mau melamar seseorang, ma."

"Apa mama tidak salah dengar, Yud? Kamu mau melamar seseorang? Sejak kapan kamu mengenalnya? Kok kamu tidak pernah cerita kalau sudah punya pacar?"

"Yuda belum lama mengenalnya, ma. Jadi, Yuda belum sempat cerita sama mama."

"Orang mana Yud? Kerja dimana?"

"Kalirejo. Dia belum kerja, ma."

"Belum juga lama mengenalnya, sudah berani melamarnya! Kita kan belum tahu bibit, bebet, bobotnya!" Akhirnya bapaknya Yuda yang bernama Pak Hendro Mulyawan ikut bersuara.

"Gadis itu namanya Windy. Dia cantik. Windy adalah anak dari salah satu pelanggan Yuda."

"Kamu jangan cuma lihat gadis itu dari wajahnya! Percuma kalau dia cantik tapi berasal dari keluarga miskin! Itu sangat bertolak belakang dengan keluarga kita yang terpandang!" Seru Pak Hendro dengan angkuhnya.

"Cukup pak!!! Kasta, harta, itu terus yang ada di dalam kepala bapak!" Bu Erina naik darah.

"Bapak kan bicara sesuai fakta! Lagi pula, kalau Yuda menikah dengan perempuan sembarangan, kita kan yang jadi malu sendiri! Jadi, Yuda harus menikah dengan perempuan yang sepadan dan sederajat dengan kita! Jangan sampai kamu tertipu oleh parasnya yang cantik! Cewek penghibur saja banyak yang berwajah cantik!"

"Tahu darimana cewek penghibur banyak yang berwajah cantik, pak? Apa bapak suka datang ke lokalisasi?"

"Mama jangan berprasangka buruk sama bapak! Bapak kan cuma memberi contoh pada Yuda! Kalau mencari calon istri jangan cuma melihat dari wajahnya!"

"Cukup pak! Perlu bapak tahu, rumah orang tua Windy jauh lebih megah daripada rumah ini! Mobilnya jauh lebih mewah dibandingkan dengan mobil bapak! Tapi, bukan karena hartanya, Aku mau menikah dengannya. Tapi karena aku sungguh-sungguh mencintainya!" Ucapnya dengan yakin. Mendengar ucapannya, Pak Hendro pun kaget sekaligus marah.

"Sekaya apa sih dia? Apa kamu sudah pernah ke rumahnya? Apa kamu cuma mendengar cerita dusta darinya?"

"Sudah! Tadi pagi aku baru ke rumahnya. Setahu aku, bapaknya adalah anggota DPR. Sedangkan ibunya seorang PNS."

"Ya sudah kalau memang begitu keadaannya, bapak merestui hubungan kalian. Kapan rencana kamu untuk melamarnya?" Hatinya pun akhirnya melunak.

"Insha Allah minggu besok pak. Terima kasih atas restu dari bapak. Mama juga merestui niat Yuda untuk melamar Windy, kan ma?"

"Tentu saja dong, Yud! Mama justru sangat bahagia mendengar berita ini! Mama bersyukur kamu sudah bertemu dengan jodohmu. Semoga Windy bisa menjadi istri yang shalihah ya, Yud."

"Aamiin Ya Rabbal'alamiin. Terima kasih ma, atas restunya."

"Tadi, aku dengar kamu mau melamar seseorang! Apa benar Yud?" Tanya Angga yang tiba-tiba muncul di ruang keluarga.

"Benar mas. Aku mohon doa restunya."

"Aku nggak setuju! Kamu ini kan adikku. Nggak bisa dong, kamu melangkahiku! Apa kata orang! Nanti dikira aku tidak laku lagi! Kalau kamu mau menikah, kamu harus menunggu aku menikah terlebih dahulu!"

"Kamu tidak usah khawatir, Angga! Tidak ada yang akan bilang seperti itu! Ibu harap kamu mau mengalah sama adikmu. Izinkan dan ridhoilah Yuda untuk menikah terlebih dahulu."

"Ya sudahlah! Aku meridhoi kamu untuk menikah terlebih dulu! Tapi aku menyetujui pernikahanmu, itu semua karena permintaan mama!"

"Terima kasih atas restu dan ridhonya, mas!" Yuda tampak bahagia. Tanpa mempedulikan ucapannya, Angga berlalu dari hadapannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!