Gadis Dalam Pasungan

Gadis Dalam Pasungan

Problematika Kehidupan

"Ma, ini ada sedikit rizki buat Mama." Lelaki muda berwajah tampan itu memberikan amplop berwarna putih kepada perempuan yang duduk di hadapannya.

"Terima kasih banyak, Yuda. Kamu selalu berbakti dan perhatian sama Mama." Balas perempuan yang ternyata adalah mamanya.

"Sama-sama Ma. Ini buat Bapak." Lelaki bernama Yuda, memberikan amplop kepada lelaki berkulit sawo matang, yang duduk di samping mamanya.

"Simpan saja uang itu! Bapak tidak butuh uang darimu! Uang pensiunan Bapak tiap bulan sudah lebih daripada cukup!" Dengan sikap acuh tak acuh, lelaki yang ternyata adalah bapaknya Yuda, sibuk dengan sepiring nasi goreng.

"Kenapa Bapak selalu menolak uang pemberian dari Yuda? Kenapa Bapak selalu membenci dan bersikap tidak santun sama Yuda? Sedangkan sama Mas Dirga dan Mas Angga, Bapak selalu bersikap baik." Yuda kembali menarik tangan kanannya yang memegang amplop.

"Kamu mau jawabannya? Itu semua karena Kamu tidak mau menuruti keinginan dan kemauan Bapak!"

"Jadi, selama ini Bapak bersikap begini sama Yuda, itu semua karena Aku tidak mau jadi seorang TNI, seperti keinginan Bapak?"

"Ya! Bapak kecewa punya anak tidak mau nurut sepertimu! Bapak sangat malu punya anak tukang jahit sepertimu!

"Kenapa Bapak harus malu punya anak tukang jahit sepertiku? Yang penting kan pekerjaanku halal. Kalau Aku jadi pejabat yang korupsi, itu baru wajar kalau Bapak malu!"

"Betul yang dikatakan oleh Yuda, Pak. Walaupun Yuda jadi seorang desainer dan penjahit, tapi Yuda sudah berhasil membuka lapangan pekerjaan untuk banyak orang. Yuda juga sudah banyak menghasilkan pakaian. Karyawannya saja sekarang sudah lebih dari sepuluh orang. Jadi Bapak harusnya bangga mempunyai anak seperti Yuda." Mamanya Yuda ikut bersuara.

"Buat apa Bapak harus bangga dan kagum punya anak tukang jahit! Yang ada Bapak sangat malu! Seorang purnawirawan Letjend Angkatan Udara punya anak tukang jahit! Mau ditaruh mana muka Bapak kalau Bapak bertemu dengan kawan-kawan Bapak? Sebelum Kalian bertiga lahir di dunia, Bapak sudah punya prinsip. Apabila Bapak punya anak, maka anak-anakku harus menjadi seorang abdi negara. Kalian bertiga harus melanjutkan perjuangan Bapak dalam mengabdi kepada negara tercinta ini. Seperti dulu Bapak melanjutkan Kakek Kalian yang sudah berjuang melawan penjajah sampai Indonesia bisa merdeka. Tapi, harapan dan keinginan Bapak selama ini, Kamu tidak mau mengabulkannya. Kamu sudah membuat Bapak sangat kecewa! Tidak seperti Kedua Masmu yang sudah menjadi seorang TNI. Padahal Bapak memberimu nama Mandala Yuda itu karena Bapak ingin Kamu siap berjuang di medan pertempuran. Tapi kenyataannya sekarang Kamu memilih jadi seorang pengusaha."

"Apa hanya karena Mas Dirga dan Mas Angga jadi seorang TNI, Bapak jadi dipuji-puji dan disanjung-sanjung oleh banyak orang? Apa Bapak masih haus pujian? Ingat Pak! Hidup ini hanya sementara! Pangkat yang telah Bapak raih nantinya hanya akan berganti menjadi seorang almarhum. Seragam kebanggaan Bapak, hanya akan menjadi kain lapuk tiada guna! Pakaian yang akan Bapak pakai setelah Bapak tiada, hanya tiga lapis kain kafan!"

Bbbrrraaaaakkkkk...!!!

"Anak kurang ajar!!! Jadi Kamu mendoakan Bapakmu mati??? Dengan Kamu memakai seragam TNI, Kamu tidak akan dipandang sebelah mata! Kamu akan disegani dan dihormati oleh banyak orang! Kamu akan terlihat berwibawa! Banyak perempuan yang akan bersedia menikah denganmu. Jadi mencari seorang pendamping hidup bukan menjadi persoalan lagi. Lihat Masmu Dirga! Dia sudah menikah dengan seorang perawat dan sekarang sudah punya anak. Bapak mengharapkan semua ini kan bertujuan untuk kebaikan Kalian bertiga!" Bapaknya Yuda menggebrak meja makan dengan tangan kanannya.

"Yuda sama sekali tidak ada maksud untuk mendoakan Bapak meninggal. Tapi Kita semua tahu, hidup di dunia ini tidak akan selamanya. Yuda hanya berusaha mengingatkan Bapak kalau umur manusia tidak ada yang tahu. Yuda juga ingin Bapak tidak terus-menerus memikirkan soal duniawi saja. Tapi Bapak harus mempersiapkan bekal untuk di akhirat kelak. Niat Bapak agar Yuda, Mas Dirga, dan Mas Angga meraih kesuksesan itu sama sekali tidak salah. Tapi kalau boleh jujur, Yuda memang tidak ada niatan untuk terjun ke dunia militer. Untuk itu, Yuda minta maaf kalau Yuda sudah mengecewakan Bapak."

"Jadi, sekarang Kamu sudah pintar menasihati Bapak? Soal akhirat itu kan persoalan nanti! Bapak sudah puluhan tahun mengabdi pada negara. Tentu saja pahala Bapak sudah banyak! Lagi pula, bukannya Allah Maha Pengampun? Salah satu keinginan Bapak, menginginkan Kalian bertiga jadi seorang abdi negara, itu agar masa tua Kalian sudah terjamin. Apabila Kalian sudah menjadi seorang purnawirawan, Kalian akan tetap mendapatkan gaji, walaupun Kalian sudah tidak lagi bekerja. Seperti yang Bapak jalani sekarang."

"Semua rizki manusia sudah ada yang mengatur, Pak! Allah itu Maha Pemberi Rizki. Jadi Bapak tidak perlu khawatir, masa tua Yuda akan kelaparan dan hidup miskin. Ada satu hal yang perlu Bapak ketahui. Mas Dirga dan Mas Angga punya hutang sama Yuda!"

"Kenapa Kamu bongkar masalah hutang pada Bapak dan Mama? Kamu takut Aku tidak mau bayar hutang?" Lelaki yang duduk di samping kanan Yuda terlihat marah. Wajahnya yang berkulit sawo matang terlihat tidak jauh lebih tampan dari Yuda.

"Bukannya Aku takut Kamu tidak mau melunasi hutangmu Mas! Tapi Aku hanya ingin Bapak tahu kalau Mas Dirga dan Mas Angga punya hutang sama Aku."

"Berapa banyak hutang kedua Masmu?" Bapaknya Yuda menganggap remeh.

"Iya Yud! Memangnya berapa banyak hutang Dirga dan Angga?" Mamanya Yuda tampak terkejut.

"Kalau Mas Dirga jumlah hutangnya cukup banyak, Ma. Totalnya 45 juta!"

"Ya Allah! Hutang sebanyak itu memangnya dipakai buat apa, Yud?" Perempuan itu kaget bukan main ketika mendengar ucapan anak bungsunya.

"Buat beli motor sama handphone, Ma! Katanya malu pakai motornya yang sudah lawas!"

"Kalau Angga punya hutang berapa?"

"13 juta."

"Hutang sebanyak itu untuk apa, Angga? Padahal gajimu saja masih sedikit."

"Buat beli HP, Ma. Malu dong Ma! Masa seorang TNI HP-nya masih jadul! HP-ku kan sudah ketinggalan jaman." Jawab lelaki yang bernama Angga.

"Lihat dua anak kebanggaan Bapak! Hanya karena mereka seorang TNI, gaya hidup mereka sudah tidak sebanding dengan penghasilan mereka! Padahal di luar sana masih banyak TNI yang bisa hidup sederhana. Karena mereka tidak mengutamakan gengsi!" Seru perempuan itu.

"Ya sudah Ma, Pak! Angga berangkat dinas dulu! Takut telat!" Angga beranjak dari duduknya. Tanpa mengucapkan salam, lelaki berseragam loreng hijau itupun berjalan dengan cepat menuju pintu depan rumah. Angga pun pergi berlalu meninggalkan rumah menggunakan motor miliknya.

"Yuda juga mau berangkat Ma, Pak! Soalnya banyak pesanan!" Yuda pun mengajak kedua orang tuanya bersalaman. Namun dengan perasaan terpaksa, bapaknya Yuda menyambut tangan kanannya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." Jawab mereka berbarengan. Yuda menaiki mobil yang baru dibelinya sekitar tiga bulan yang lalu. Mobil jenis SUV berwarna biru itupun dengan cepat melaju meninggalkan rumah berlantai dua itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!